Gadis itu terjatuh kembali kedalam selimut yang berantakan disekeliling tempat tidurnya, lengannya terentang seperti sayap.

"Tuhan, ku harap aku bisa tinggal disini selamanya."

Aletta beranjak duduk dari pembaringannya. Cahaya dari celah jendela menerangi wajahnya diruangan gelap itu. Daun jendela menahan sinar matahari yang berjuang untuk masuk dan menyebar keseluruh ruangan.

"TOK! TOK! TOK!"

Kepalanya tersentak dan menatap ke arah pintu kamar.

"Apakah kamu akan bangun atau haruskah aku mendobrak benda ini?" seru sebuah suara dari ujung pintu.

Dia mengerang dan memutar matanya, "Nathan..."

"Aku bangun," katanya sembari bangun dan melipat selimut.

"Baik, segeralah bersiap-siap untuk sekolah barumu. Papa juga sudah datang pagi ini!"

Dia berdecak sebal.

Orientasi sudah cukup buruk. Dan sekarang ayah datang berkunjung? Bagus. Sangat bagus.

Nathan, kakak laki-laki Aletta dan Papa mereka pindah ke kota lain. Karna Papa harus pergi ke perusahan untuk beberapa kepentingannya sebagai CEO. Sementara Nathan, menghabiskan tahun terakhirnya di Universitas didekat perusahaan Papa. Oleh karenanya mereka sedikit berjauhan dan juga tidak terlalu mengenal. Aletta juga kadang tidak menganggap Nathan sebagai kakaknya, begitupun sebaliknya.

Karna itu, mereka telah meninggalkan banyak hal. Banyak hal yang biasa dilakukan oleh sebuah keluarga, atau bahkan kakak adik.

Awalnya dia kesal karna berjauhan dengan Papa, tapi akhirnya ia terbiasa. Aletta mengatasi semuanya dan melanjutkan hidup seperti biasa dengan Mama nya.

Namun, setelah tahun ajaran berakhir, pada saat pertengahan musim panas, Nathan kembali ketempat ia memulai, ketempat yang seharusnya menjadi rumahnya. Tapi tidak dengan Papa. Papa masih setia dan bahkan sangat betah diluar sana, kadang Aletta berpikir kalau Papa tidak menyanyanginya dan mama lagi.

Aletta mengusap wajahnya gusar. Dia mendengarkan langkah kaki Nathan perlahan menjauhi kamarnya dan menatap ponselnya yang tergeletak diatas nakas.

New message from Yukhei

|| Aku punya berita untukmu!

Aletta mengernyitkan keningnya, lalu menata jari-jarinya dihadapan keyboard yang tertera dilayar.

|| Aku pindah ke Massachusetts Academy.

|| Mohon bimbingannya!

You| Hey, Yukhei...

You| Jemput aku pagi ini!

━━ PERFECT INNOCENT 🌩 ꒱

Aletta berdiri ditengah ruangan, melihat dirinya dicermin.

Aletta mengenakan kemeja polo putih bersih dan rok hitam dengan blazer berlogo M.A di bagian atas serta dasi biru tua dibagian tengah kemeja, sepatu kets putih dengan kaus kaki tinggi. Dia dengan gugup merapikan roknya, lalu meluruskan kerahnya sebelum menganggap dirinya cukup layak untuk turun.

Sesampainya dilantai dasar.

"Sudah siap? Jangan terlalu gugup," kata mama saat dia jalan kedapur.

"Iya Ma."

"Mama akan pergi keatas dan berganti pakaian untuk mengantarmu kesekolah. Bersikaplah yang baik Al," kata Mama.

Begitu Aletta yakin mama sudah kelantai atas, dia segera memeriksa ponselnya. Benar saja, ada pesan baru dari Yukhei.

Yukhei

|| Aku sudah berada didepan rumahmu,
ayo berangkat!

Aletta tersenyum, tapi senyumnya perlahan memudar ketika menyadari jika Mama sedang bersiap-siap untuk mengantarnya kesekolah pagi ini.

"Ah, gawat!" gumamnya.

Aletta menghela nafas dan meletakkan ponselnya tepat saat Mama kembali.

Aletta sangat takut saat itu. Tubuhnya menegang. Bagaimana jika Mama menyadari kalau Yukhei berada didepan kediamannya? Bagaimana jika mama mengusir Yukhei nanti?

Aletta harus menerima resikonya.

Dan apapun keterkejutan Mama nanti, dia sudah punya firasat buruk tentang itu. Aletta meringis saat menyadari bahwa ada oatmeal yang tertinggal dibagian rongga mulutnya. Dia mengambil cangkir yang berada didekatnya, dan berusaha mendorong oatmeal dengan air yang baru saja ia minum.

Aletta menatap keluar jendela, butiran cahaya pertama menyebar dilangit yang agak gelap saat matahari bertengger dibalik bukit. Dia menatap lekat pepohonan yang melambai dalam bayang-bayang gelap.

Aletta menegang.

"Kenapa lelaki itu berada disini?!"

Suara Mama yang tajam dan tidak setuju menggelegar di telinganya. Dia mengalihkan pandangannya dari pepohonan yang bergoyang lembut untuk menemukan Mamanya sedang menatapnya dengan tidak setuju.

"Maaf."

Dia meninggalkan cangkirnya dimeja, lalu beranjak pergi dari hadapan Mama.













Kalau saja hidupnya seindah itu.

Kalau saja hidupnya seindah itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Perfect Innocent || WinwinWhere stories live. Discover now