1. Rumah Pohon

88 26 86
                                    

"Setidaknya, kalo nantinya kita tidak bersama. Saya masih bisa mengingat kenangan kita, saat-saat pertama kali saya bertemu denganmu dan saya jatuh cinta detik itu juga, itu yang membuat saya bertahan sampai detik ini."--Ganesh Gautama Saylendra

***

Matahari pagi bersinar lembut mengenai kulit. Cahaya yang masuk melalui celah gorden mampu membangunkan tidur sang empu.

Bora terbangun dari tidurnya, lalu ia mengucek matanya sebentar dan merenggangkan tubuhnya.

Ia merangkak menuju balkon rumah pohon lalu menghirup udara pagi yang terasa sejuk.

"Meonggg," seekor kucing bercorak putih berjalan ke arahnya, Bora dengan senang hati segera membawa kucing itu ke pangkuannya dengan mengelus bulunya yang lembut.

Kucing ini ia temukan di jalan saat ia baru pulang dari kampus, ia merasa tidak tega saat melihat kucing ini lantas memutuskan untuk merawatnya hingga sekarang.

Bora menatap sekelilingnya dan para pembantu dan tukang kebun memulai aktifitasnya. Saat salah seorang mereka menyapanya, Bora hanya akan membalas dengan wajah datar. Mungkin sekarang mereka sudah lelah dan tak pernah menyapanya lagi. Ia menggeram saat melihat kamarnya yang sangat berantakan dengan peralatan lukisnya juga banyaknya lukisan yang menumpuk.

Perlahan Bora mulai mengambil cat air yang telah habis dan membuangnya ke tempat sampah, juga kuas yang sudah patah dan tidak bisa digunakan lagi. Setelah itu, ia mulai memungut baju-baju kotornya dan di sampirkan ke keranjang khusus. Ia berjalan merapikan buku-bukunya yang berada di atas meja, juga novel yang berserakan di lantai.

Ia mengeluh pelan, lantas mengapa ia tidak menyuruh pembantu saja untuk membersihkan kamarnya? Oh, tidak. Ia tidak akan pernah membiarkan seorang pun memasuki rumah pohon ini tanpa se-izinnya.

Terakhir, ia mulai membawa lukisannya yang sudah jadi ke bawah rumah pohonnya. Ia meletakannya berjejer rapi, lantas memotretnya dan ia bagikan ke akun sosial media miliknya.

Bora kembali naik ke atas lalu merebahkan tubuhnya di kasur, "Tiada yang menandingi nikmatnya rebahan," ujarnya.

Baru saja ia akan menutup kedua matanya, tapi ada telepon masuk ke ponselnya. Ia bangkit dan menyenderkan tubuhnya ke tembok.

"Halo?" sapa Bora.

"LO BEGO APA GIMANA, SIH? LO LUPA KALO HARI INI ADA KUIS, HAH?!" teriakan nyaring Gisel membuat gendang telinganya bermasalah.

"Gue lupa, Sel, lagian lo gak ngingetin gue," jawab Bora sekenannya.

"EMANGNYA GUE PACAR LO YANG HARUS NGINGETIN LO INI ITU, HAH?!"

"Kayanya lo emang niat bikin gue budek, ya?" tanya Bora kesal.

"LO JUGA SIH BIKIN GUE ESMOSI MULU," jawab Gisel tetap tidak merendahkan nada bicaranya.

"Emosi kali, harusnya gue dong yang emosi pagi-pagi udah teriak-teriak," balas Bora tak mau salah.

"Pak Ganesh minta lo nemuin dia di ruangannya, MAMPUS LO," ujar Gisel sembari tertawa terbahak-bahak.

Bora membulatkan matanya. Ia bergegas menuruni anak tangga untuk mandi. Ia menuju kamar mandi yang terletak di kamar yang berada di dalam rumahnya.

Pyarrr!

Saking terburu-burunya, Bora tidak sengaja memecahkan guci mahal kesayangan Mamanya.

Bora memandang nanar pecahan guci yang beradi di kakinya. Napasnya memburu ketika mendengar suara langkah mendekat.

Debora Where stories live. Discover now