Chapter 22 - Nyawa Rania.

Start from the beginning
                                    

"Alfi, sampe sekarang saya masih yakin kamu punya hati yang baik," ucap Rania tersedu-sedu.

"Diam!! Mendekat sama dengan kalian semua membiarkan saya membunuh Rania!!!" teriak Alfi membawa Rania menuju mobilnya.

DOR

Tembakan polisi tersebut berhasil mengenai Alfi di kakinya, membuat pertahanannya sedikit goyah.

"KALIAN SEMUA YANG MINTA!!!" ucap Alfi kemudian berniat mengayunkan kepalan batu pada kepalanya.

Rania yang teringat di saku lengannya terdapat pairing knife yang masih menempel langsung mengambilnya dengan cepat, ia kemudian menyikut perut Alfi lalu menusuk tangan Alfi menggunakan pairing knife tersebut, membuat Alfi roboh seketika.

Rania langsung berlari sekuat tenaga mendekati Polisi

Kemudian,

Gelap.

Rania pingsan.

Rian kalut saat mendengar telpon dari Rania dengan suara panik, ia kemudian mengajak Fajar untuk menemaninya, Rian benar-benar menyetir mobilnya secara kencang, ia mengklakson semua orang yang menghalanginya, terdengar sambungan Fajar yang berhasil masuk ke polisi.

"Pak, ada percobaan penculikan yang terjadi dan melibatkan teman saya, daerahnya ada di sekitaran jalan Mutiara," jelas Fajar panik.

"Baik, terimakasih,"

Keinginan Rian untuk menghajar pria itu kalah ketika melihat Alfi, pria psikopat sinting itu mencoba untuk menahan leher Rania, lalu memegang batu besar di tangan kirinya mengancam untuk memukul kepala Rania dengan batu tersebut.

Rian dan Fajar, serta paramedis yang sampai langsung membawa tubuh kecil Rania yang sudah basah kuyup masuk ke ambulance.

Rian dan Fajar sedang dimintai keterangan oleh polisi setelah Rian selesai menghubungi ibu dari Rania 5 menit yang lalu.

"Mas Rian kenal pria bernama Alfi ini?" tanya sang polisi.

"Saya pernah bertemu sebelumnya, itupun sedang ada Rania, Rania bilang Alfi adalah mantannya, yang selama dia berada di Indonesia terus menerornya, muncul di restoran, dan acap kali mengikuti Rania," jelas Rian.

"Yang kedua, ketika kami berdua di mall, Rania bilang bahwa pria ini mengawasi kita," ucap Rian yang kemudian mencatat keterangan Rian.

"Baik, terimakasih," polisi tersebut kemudian pergi meninggalkan Rian dan Fajar yang duduk di kursi tunggu depan ruangan periksa Rania.

"Mbaknya nggak papa, dia pingsan karena syok, dan suhu tubuhnya turun, mungkin akan bangun sebentar lagi," ucap Dokter yang membuat Rian dan Fajar mampu bernafas lega.

"Jar, lo bawa mobil balik aja, gue mau jagain Rania sampe orangtuanya dateng, nanti gue balik sama taksi aja, lo menggigil juga," ucap Rian.

"Serius?" tanya Fajar.

"Iya, udah balik sana,"

Rian melemparkan kunci mobilnya pada Fajar yang kemudian Fajar tangkap dengan mudah.

"RANIA! RANIA KENAPA NAK RIAN?" tanya ibu Rania panik.

Ibu Rania datang beberapa menit setelah Fajar pamit pergi.

Rian menjelaskan secara rinci kejadian yang dialami oleh Rania, membuat untuk pertama kalinya Rian melihat wajah ayah Rania yang memerah karena marah sedangkan sang istri masih menangis tersedu-sedu.

"BAJINGAN ITU HARUS KETEMU SAYA!!" ucap ayah Rania.

Rian memaklumi perkataan yang ayah Rania ucapkan, mau bagaimana pun, Rania adalah anak perempuannya, putri kecil kesayangannya. Jika terjadi sesuatu yang sama pada gadis kecilnya suatu saat nanti, Rian mungkin akan bersikap sama seperti ayah Rania.

"Sekarang gimana kondisi Rania, Rian?" tanya Ayah.

"Rania cuma pingsan karena syok Bu, pak, ditambah badannya kedinginan karena kehujanan, tapi kata dokter nggak lama lagi dia bangun," jelas Rian.

"Bajingan itu?" tanya Ayah Rania.

"Sudah polisi tangkap pak, karena Rania berhasil merobohkan Alfi dengan menusuk tangannya dengan pisau yang ia punya tadi,"

"Polisi yang sempat menembak kaki Alfi, nggak berani nembak lagi karena resiko ancaman, juga karena posisi Rania yang ada di depan Alfi,"

Rania dibawa ke ruangan rawat inapnya, diikuti Rian, Ayah dan Bunda Rania.

"Nak Rian, mobil saya ada dibawah, disana ada kemeja sama celana, muat sama mas Rian kayaknya, ganti dulu, mas Rian basah kuyup, nanti sakit," ucap Ayah Rania sembari memberinya kunci mobil.

𝑬𝒌𝒔𝒕𝒓𝒐𝒗𝒆𝒓𝒕Where stories live. Discover now