2. Pengakuan yang Terlambat

1.3K 113 4
                                    


Kirana terpaksa mengangguk walaupun agak jengah. Mereka terlibat dalam obrolan hangat kemudian. Sebenarnya tak ada hubungan di antara mereka, tapi Kirana mengakui ia pernah jatuh cinta pada pria ini sebelum menikah dengan Rio.

Sayangnya ia hanya sanggup memendamnya. Apalagi setelah tahu Himawan pulang ke daerahnya. Ia tak berharap banyak.

"Kau tahu Kirana, aku sebenarnya kembali ke Jakarta untuk mewujudkan sebuah impian."

"Apa itu? Bikin kantor cabang?" guraunya. Himawan menggeleng.

"Bukanlah. Ini jauh lebih penting karena menyangkut masa depan. Melamar seorang wanita untuk jadi ibu anak-anakku kelak, sayangnya .... "

Kirana tertawa kecil mencoba menebak.

"Perempuan itu menolak?"

Himawan menggeleng dan menyelidik sebentar sepasang mata di depannya.

"Oh ... pasti ortunya nggak setuju."

"Tidak, tapi dia sudah diambil orang."

Tenggorokan Kirana seperti tercekat.

"Masa sih?"

Lelaki itu mengangguk dan tersenyum manis.

"Wanita itu kamu, Kirana. Saat mendengarnya aku sedih, kecewa, tapi ... aku tetap berdoa agar kalian bahagia."

Himawan tertawa seolah berusaha menutupi kikuknya karena bicara terlalu jujur, sementara jiwa Kirana malah mendadak kosong melompong.

Ia menerawang seperti ruhnya melesat meninggalkan raganya di atas kursi. Benarkah ternyata Himawan juga punya perasaan yang sama dengannya? Berdiri bulu kuduknya bukan karena ketakutan tapi merinding penuh sesal. Seandainya ....

"Mas Himawan akan dapat istri yang lebih baik."

Hanya itu jawaban Kirana sedikit terbata.

"Kirana, jujurlah apa kamu bahagia? Maaf. Seminggu ini aku mengenal suamimu, Rio. Dia kolega baruku. Aku tahu pasti dia membuatmu terluka dengan sikapnya."

Kirana menghentikan minumnya seperti hendak tersedak. Ada sesuatu yang mengaduk perasaannya karena Himawan ternyata kenal suaminya.

Entah mengapa tiba-tiba malah ada air yang menyembul dari sudut mata Kirana. Ia buru-buru menyeka dengan tisu.

"Oh, maafkan aku, Kirana ... Nggak ada maksud apa-apa. Bicaralah padaku jika membuatmu enakan. Aku tahu Rio menyakitimu. "

Mungkin karena ia tengah bicara dengan Himawan, lelaki yang pernah mengisi hatinya meski hanya harapan searah, apalagi mendengar kalau Himawan justru pernah berniat melamarnya membuat emosinya seolah membuncah.

Ingin rasanya ia benar-benar mencurahkan beban masalah yang mengendap selama 4 bulan menikah dengan Rio seperti yang diucapkan Himawan barusan. Namun ....

"Aku baik-baik saja, Mas Himawan. Aku pasti akan bahagia bersama Mas Rio."

***

"Apa ini?"

Tanpa prolog Rio mengulurkan ponselnya di kamar. Terlihat sebuah gambar yang menampakkan dua sosok. Kirana dan Himawan.

Kirana tersentak kaget. Itu foto pertemuan dengan Himawan kemarin. Sesaat ia menatap wajah marah Rio.

"Mas Rio dapat dari mana?"

"Itu tak penting. Kau bohong mengatakan tak punya kekasih sebelum kita menikah," ucapnya datar.

"Memang tidak, Mas. Aku tak pernah pacaran sama siapa-siapa. Mas Himawan hanya kenalan saja. Waktu itu aku pernah kerjasama dalam sebuah proyek pekerjaan. Setahun lalu."

HATI TANPA CINTA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang