1. Jodoh Tak Pernah Salah

2.5K 117 4
                                    

Suara mobil memasuki garasi hampir tiap tengah malam ia dengar. Perempuan itu merasa beruntung karena dadanya masih menyisakan debar. Ia khawatir saja jika debar dada itu menghilang karena mungkin pertanda ia telah menyerah.

Maka seketika tubuh semampainya akan beringsut. Merapikan busana dan wajahnya. Barangkali di sana ada yang tak enak untuk dipandang Rio. Itu yang ada di benaknya selama ini.

Membuka pintu, ia akan menyambut lelaki yang seharusnya sudah menjadi separuh napasnya sejak empat bulan ini.

"Belum tidur, Kirana?" Ucapan yang sudah berulang kali dan biasa ia dengar saat pintu terkuak.

"Aku menunggumu, Mas Rio."
Kirana mencium tangan suaminya lalu mengambil dari bahunya tas punggung warna hitam itu yang lumayan padat.

"Tak usah memaksakan diri. Minggu-minggu ini saya pulang malam karena banyak pekerjaan."

Suaranya datar seperti biasa belum ada yang berubah dari intonasinya. Sama seperti saat ia baru mengucapkan ijab qabul dulu.

Kirana mengantarkan secangkir teh hangat ke meja. Meski ia juga bosan berbasa-basi namun tawaran itu tetap harus ia ucapkan layaknya istri kepada suami.

"Aku siapin makan ya, Mas."

Suaminya yang tengah melepas kaus kaki langsung menggeleng.

"Nggak usah, Rana. Sudah berulang kali saya bilang kamu tak usah terlalu merepotkan diri begitu. Saya sudah makan di luar. Kebetulan ada pertemuan juga bersama kolega baru."

"Oke, baiklah." Kirana pun menjawab datar. Masih saja hatinya berharap Rio akan berubah sikap.

Dia pada dasarnya baik tapi terasa kering karena tak pernah berinisiatif bersikap mesra kepadanya. Padahal kata orang kalau pengantin baru sedang hangat-hangatnya.

Meski lelaki itu tak pernah berkata kecut apalagi pedas kepadanya tapi Kirana memang menyadari hati Rio masih belum tersentuh akan pernikahan ini. Pernikahan yang dijalani karena kepentingan dua buah keluarga yang ingin saling menghormati satu sama lain.

Kirana menatapnya sambil tersenyum hambar mengingat kembali pengakuan Rio waktu itu. Bukan di malam pertama, mungkin malam kesekian akhirnya pertahanan dirinya runtuh.

Lelaki itu akhirnya mau menyentuhnya setelah Kirana memberanikan diri dengan beragam cara menggodanya. Bahkan kalau dipikir terasa memalukan karena seperti perempuan penjaja cinta.

Tak disangka malah kalimat mengagetkan yang ia dengar sesudah melakukan peristiwa sakral itu.

"Tentu kamu bisa membedakan antara hasrat dan cinta, Kirana. Apa yang kuberikan hanya sebuah nafsu, maafkan jika saya belum bisa mencintai kamu."

Tergores sekali dada Kirana mendengarnya. Namun entah mengapa air itu justru tak jatuh membasahi pipi. Ia ternyata masih sanggup menahannya.

"Apa karena Mas Rio pernah melakukannya dengan dia?"

"Tentu saja tidak!" potongnya terkesan marah.

"Lalu apa yang menghalangimu?"

"Karena dia sudah lebih dulu menguasai hatiku. Kami sudah cukup lama bersama."

"Meski kini dia sudah jadi milik orang lain?"

"Dia tak bahagia."

"Bagaimana Mas tahu?" tanya Kirana.

"Karena aku sangat mengenalnya."

Ingin sekali rasanya malam itu ia mengejek. Buat apa merasa sangat mengenalnya tapi ternyata orang lain yang memilikinya?

HATI TANPA CINTA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang