2- bagian kedua

861 109 5
                                    

.

.

.

"Haah~"

Athanasia menghela nafas berat, di hidung nya bersandar pensil yang bergoyang pelan dengan seimbangnya, bagaimana tidak?
Guru mereka pergi rapat siang bolong begini, kelas sepi karena murid banyak yang nongkrong di depan kelas sambil main, sebagai Athanasia yang mageran dari tempat nyaman nya, ia harus tetap duduk dan memikirkan masalah utama nya Minggu ini.

Judul.

Percuma minta tolong Lucas kalau anak itu datang ke kamarnya cuma bisa tiduran saja.

"Haah-"

Lagi lagi helaan nafas keluar lagi dari bibirnya, kalau begini terus, bisa mati kebosanan dia.

Athanasia membalik pensil cekatan, ia bisa menulis cerita lain kalau begini, banyak ide bertebaran di kepalanya, ia tak bisa membiarkan nya terbang begitu saja.

Hari ini ia tak membawa laptop, jadi tangannya mengeluarkan buku catatan besar dari tasnya.
Lembaran dibuka, gadis itu menyapu pandang langit langit kelasnya dengan ide, apa yang harus ia tulis.

Sesuatu yang terdengar realistik? Maksudnya apa? Gadis itu mengetukkan pensil di dagunya, memejamkan mata untuk sebentar, ia bosan menulis cerita dengan genre romansa atau drama, terlalu kuno.

"Athanasia?"

"Huaa!! Apa apa?!"

Iris permata itu terkejut, melihat kehadiran wajah teduh dihadapannya, matanya tak beda jauh dari Athanasia, bagikan tidak? Ayah mereka bersaudara, baik dari wajah ataupun sifat keduanya hampir sama.

Athanasia menghela nafas lega, dikira apa, terlebih sekotak minuman dingin menampal di pipi ranum nya, shock nya naik tingkat.

"Zenith.."

Gumamnya lega, yang diajak bicara, Zenith, tersenyum lebar, langkahnya mundur menarik kursi kosong di dekat bangku Athanasia, mendekatkan nya agar kedua nya bisa bicara berhadapan di tengah-tengah sunyi nya kelas.

Gadis itu menyunggingkan senyum sambil menyerahkan buntalan onigiri dan jus kotak yang barusan dibelinya.

"Terimakasih, repot-repot saja,"

Gumam Athanasia memasukkan buku dan pensilnya ke tas, gadis itu mulai menancapkan sedotan, lantas menyesapnya,

"Menulis lagi?"

Tanya Zenith membuka pembicaraan, matanya melirik ke tas tempat Athanasia mengembalikan buku kosongnya, ia tak habis pikir, sepupu nya ini, pinter banget sih menulis, apanya coba yang bagus?

Athanasia mengangguk sambil membuka buntalan onigiri hangatnya, matanya menatap keluar jendela, tempat dari suara-suara murid yang istirahat berasal.

"Akhir-akhir ini aku dapat ide ide aneh, harusnya kutulis sih, tapi bingung harus apa kuterapkan konsepnya."

"He, itu hebat, kenapa tak cari inspirasi?"

Sepupu nya mengatakan seolah kalimat itu bukan apa-apa, Athanasia tentunya mendelik dengan wajah tak berdosa Zenith, gadis itu pikir apa yang ia lakukan selama bergelud dalam bidang menulis ini hah?!

"Ya, sudah sering, tapi tak selalu inspirasi datang begitu saja."

"Minta saran temanmu?"

"Siapa? Jangan bilang Helena, anak itu kasih request romansa terus,"

Celinguk Athanasia, wajahnya kelihatan kesal, kenapa rata-rata remaja perempuan suka novel romantis?
Harusnya Athanasia jadi mangaka saja, setidaknya ia bisa buat cerita heroik dengan genre action yang tepat buat laki-laki.

TANPA JUDUL  -who made me a princess-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang