chapter 2

1.5K 188 8
                                    


Dara langsung kabur dari apartemen mewah itu pada pukul lima pagi. Dia tidak ingat bagaimana caranya bisa ada di apartemen itu. Karena saat sedang mabuk Dara tidak akan mengingat apa pun. Dia hanya merasakan ketidaknyamanan pada tubunya dan tubuhnya yang terasa sangat letih. Sudah lama Dara tidak melakukan one night stand dan kali ini terjadi lagi. Dara buru-buru turun dari apartemen saat si lelaki itu masih tidur. Dia memanggil taksi dan memberikan alamat apartemennya. Dara merasa tubuhnya sangat letih. Dia tidak pernah merasa seletih ini, seakan-akan kegiatan yang mereka lakukan semalam sangatlah berat. One night stand yang terakhir ia lakukan terasa sangat biasa dan tidak sepanas ini.

Dara juga harus mencuri kemeja lelaki itu karena dia harus menutupi tubuhnya yang di penuhi dengan tanda kepemilikan. Terutama di dada dan di lehernya. Seperti vampire kelaparan yang mencari mangsa.

Sesampai di apartemen Dara langsung mengambil air di kulkas dan meminumnya. Degup jantungnya masih terasa berpacu dengan tidak normal. Setelah mengambil air ia berjalan ke sofa dan merebahkan tubuhnya. Dia sudah lama tidak pergi ke klub bersama Sofia, karena dia tahu kebiasannya setiap kali sedang mabuk. Dia tidak akan mengingat apa pun yang ia lakukan saat mabuk. Dan pasti akan melakukan one night stand saat ada pria yang mendekatinya. Terakhir dia mabuk setahun yang lalu saat pergi ke bali dengan Sofia. Dan setelah itu dia berniat untuk tidak melakukannya lagi, selama ini dia selalu berusaha untuk tidak mabuk. Karena dia menghormati hubugannya dengan kekasihnya. Tapi tiba-tiba saja Rio memutuskannya melalui pesan membuatnya menjadi sangat kacau.

"Udah balik?" suara Sofia terdengar dari kamar. Dara hanya menganggukkan kepala dan duduk di sofa.

"Lo pergi kemana?" tanya Sofia. Temannya itu hanya memakai kaos dan duduk di sebelah Dara.

"Gak tau, yang pasti itu apartemen mahal. Kebanting sama apartemen kita yang murahan," jawab Dara.

"Inget nama?" tanya Sofia. Diamnya Dara sudah menjadi jawaban untuk Sofia. Temannya itu hanya menggelengkan kepala.

Dara pun berbalik dan melihat Sofia," lo sendiri? Kok udah balik?" tanya Dara.

"mohon maap ya, neng. Kan yang kalo udah mabok lepas kontrol cuma lo doang," sindiran Sofia hanya membuat Dara mendengus. Lalu temannya itu kembali berkata," dan gue juga dapet nomor telepon dan namanya Alvian." Sofia tersenyum senang dan memamerkan foto pria itu pada Dara. Tampan dan keliatan banget berpendidikan.

"Nanti dia mau jemput gue pulang kerja," ucap Sofia. Dara hanya tersenyum dan beranjak dari sofa.

"Mau kemana lo?" tanya Sofia.

"Masturbate, kali aja bakal keinget namanya," jawab Dara asal.

"Najis!"

****

Dara berendam di bathtub kamar mandi dan menyandarkan kepalanya. Entah sudah keberapa kalinya dia menghembuskan napas, seakan perasaan berat pada hatinya. Dia sudah tidak tahu keberapakalinya hubungannya kandas begitu saja. Dengan alasan yang sangat tidak masuk akal. Bahkan dengan cara yang tidak wajar. Pria brengsek itu memutuskannya lewat pesan singkat dan hanya berkata kalau mereka sudah tidak cocok. Bukankah itu sangat menyebalkan. Dara tidak merasa marah atau pun kesal. Tapi dia kecewa pada bajingan itu. Dia sudah menjajijkannya sejuta mimpi, tapi pada akhirnya dia memupuskan begitu saja. Lagi-lagi dia menarik napas, beranjak dari bathtub dan mengambil handuk yang ia sampirkan di atas kaitan bathtub. Melilitkan handuk pada tubuhnya, Dara pun jalan keluar dari kamar mandi. Baru saja dia ingin mengambil pakaian tidur, ponselnya berdering. Dia segera mengangkat, takut ada klien penting yang akan meminta team make upnya. Walau dia sudah mendapatkan kontrak tetap dengan sebuah perusahan majalah model, Dara sering menerima klien-klien di luar jam kerja atau hari sabtu dan minggu. Setidaknya itu cukup untuk mendapatkan uang tunai di setiap minggunya. Jadi dia tidak perlu menunggu akhir bulan untuk makan.

Tapi saat dia membuka ponselnya yang dia lihat adalah pesan dari ibu. Wanita tua yang sudah membesarkan dengan seluruh cintanya. Wanita tua yang mengharapkan seluruh kebahagiaannya dan tentunya menginginkan putrinya segera menikah.

Nak, gimana keadaan kamu? Ibu hanya mau tanya, gimana kamu dan Rio? Baik-baik saja, kan?

Dara terkadang tidak mengerti dengan perasaan seorang ibu yang sangat kental dan bisa menebak jika putrinya memiliki masalah. Padahal ibunya itu jarang sekali bertanya tentang Rio. Palingan dia akan sesekali mengajak Rio untuk makan di rumahnya. Dara menghela napas dan membalas pesan ibu.

Dara baik-baik aja, bu. Ibu gimana? Aku belum bisa pulang, banyak kerjaan di sini.

Syukur kalau kamu baik-baik saja, jangan lupa makan ya. Ibu tunggu kamu di rumah.

Dara menghela napas dan menaruh ponselnya di kasur. Orang zaman dulu selalu bilang, keberuntungan itu hanya ada di satu tempat. Pada pekerjaan atau pada hubungan. Dan Dara membenarkan itu. Dia bisa di bilang sangat lancar dalam setiap pekerjaan, tapi tidak pada sebuah hubungan. Dia pernah berpacaran hampir lima tahun, tapi berujung kandas karena orang tua kekasihnya yang tidak bisa menerima Dara. Dia juga pernah menjalin cinta beda agama yang langsung ibu larang. Dan sekarang Rio yang mendadak memutuskannya tanpa pernyataan yang jelas. Mama Rio dan ibu sudah sama-sama setuju. Bahkan mereka sudah berbicara, walau melalui telepon. Tapi semua lagi-lagi kandas hanya karena tidak cocok. Kalau memang dia merasa tidak cowok, untuk apa dia menghabiskan waktu dua tahun dengannya?

Kalau saja bisa rasanya Dara ingin mengirim santet online untuk cowok brengsek itu. Lagi-lagi dia menghela napas dan beranjak dari kasur, lalu mengambil kaos putih dan celana pendek.

****

A senselessWhere stories live. Discover now