Rasa Takut

2.3K 403 123
                                    

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.






























Perlahan-lahan Yuta membuka matanya yang terasa berat. Alih-alih ingin segera bangun dari kondisinya, Yuta justru kembali memejamkan matanya karena pusing dan silau akibat cahaya yang mengganggu netranya.

"Enggak apa-apa. Pelan-pelan aja, Yuta."

Suara Marsha. Meski terasa jauh, Yuta bisa mendengar suara Marsha yang berusaha memberi motivasi agar dia bisa membuka matanya dengan perlahan. Setelah mendengar suara Marsha, Yuta berusaha membuka mata sepelan mungkin karena dia pun harus beradaptasi dengan cahaya yang rasanya tidak familier dengan matanya. Setelah matanya bisa terbuka lebar, hal pertama yang Yuta lihat adalah langit-langit kamar asing dan belum pernah dilihat olehnya.

Alih-alih menebak di mana keberadaannya sekarang, Yuta justru mencari keberadaan Marsha yang jauh lebih penting. Yuta menoleh ke arah Marsha ketika merasakan ada tangan yang menggenggamnya erat. Yuta melawan rasa sakit di kepalanya, dan merasa puas karena usahanya berhasil membuat dia melihat Marsha yang duduk di sampingnya, tengah tersenyum sekaligus menahan tangis karena merasa lega bisa melihatnya sadar.

"Kamu pingsan, sama kayak waktu itu." Marsha menjelaskan dengan singkat apa yang terjadi pada Yuta hingga kini terbaring di rumah sakit lagi, "Sekarang kondisi kamu udah stabil dan dokter nyaranin buat istirahat total sampai dua minggu ke depan. Kalau kamu nggak nurut, aku nggak akan diam aja."

Yuta tersenyum kecut. "Harusnya ... kamu sapa dulu, bukan langsung jelasin yang kayak gitu," kata Yuta dengan suaranya yang teramat pelan. "Aku tahu ... kamu mau nangis."

Marsha menggigit bibirnya karena Yuta begitu paham kondisinya sekarang. Ya, Marsha ingin menangis karena sangat lega melihat Yuta yang akhirnya telah sadar dari kondisinya yang sempat membuat dia panik setengah mati. Setelah Yuta pingsan, Marsha langsung menghubungi ambulans dan Haris. Berusaha agar tidak menarik perhatian, khususnya dari anak-anak yang saat itu juga ada di hotel yang sama dengan mereka. Marsha tidak ingin mengganggu waktu istirahat anak-anak, terlebih Tama dan Aqila yang saat itu paling lelah dan harus menikmati waktu sebagai pengantin baru.

Yuta mengalami tekanan darah rendah yang disertai dengan gejala syok dan membutuhkan penanganan darurat. Hal ini pernah terjadi dua minggu sebelum hari pernikahan Tama. Beruntungnya Marsha segera memanggil ambulans dan Haris, jadi Yuta bisa langsung ditangani dengan baik sebelum kondisinya makin buruk.

"Aku serius, Yuta. Tolong jangan bertindak gegabah lagi. Aku mau kamu terus sehat dan dengerin kalau aku minta supaya kamu istirahat. Aku nggak mau kejadian ini sampai keulang, karena kesehatan kamu itu penting."

"Iya, aku ngerti." Yuta menjawab dengan suaranya yang masih belum kembali pulih. Kepalanya pun pusing, jadi dia belum mampu mendengar segala ocehan Marsha soal rasa khawatirnya. "Anak-anak ... nggak tahu?"

Return Kde žijí příběhy. Začni objevovat