Sweet or Bitter 17th (2)

23.8K 1.1K 3
                                    

Gue masih ga percaya Mom meninggal.

Rangga semakin histeris. Dad yang baru saja sampai langsung jatuh terduduk di sofa dan menangis. Kami sekeluarga kehilangan seorang wanita hebat yang kami cintai, yang selalu kami banggakan dan selalu menjadi tempat kami bermanja.

Tapi gue ga bisa terus menangis. Bagaimana dengan Dad dan Rangga? Gue tinggal satu-satunya wanita di keluarga gue. Gue ga boleh terus bersedih! Mom pernah bilang, kalau seseorang meninggal itu artinya ia akan pergi ke tempat yang lebih indah dan berbahagia di sana. Gue percaya itu.

Maka dari itu, gue harus kuat! Gue harus kuat demi Dad dan Rangga.

Gue langsung memeluk Rangga. Mencoba jutaan kata-kata menenangkan yang bisa gue pikirkan. Walau tidak berhasil, tapi akhirnya Rangga berhenti karena sudah kelelahan menangis. Gue mencoba memanggil Dad untuk kembali tersadar dan berhenti menangis. Gue juga ingin menangis, tapi gue rasa harus ada satu orang yang masih berpikir jernih di saat seperti ini. Harus ada satu orang yang kuat agar bisa menguatkan yang lain!

"Dad, biar aku yang mengurus semuanya. Tolong Dad jaga Rangga ya." Kata gue menyerahkan Rangga ke gendongan Dad.

Gue keluar dari ruangan itu dan langsung ke bagian informasi dan administrasi. Mengurus semua yang bisa gue urus.

***

Ini baru tiga hari setelah jenazah Mom dikubur. Dad masih sedih, begitu pun dengan Rangga.

Gue tau betapa Dad mencintai Mom. Kedua orang tua gue ga pernah malu untuk menunjukan rasa sayang mereka satu dengan yang lain di depan anak-anaknya. Walau mereka jarang berkata-kata manis, tapi tindakan bersuara lebih keras.

Dad yang selalu meluangkan waktu untuk menjemput Mom, Dad yang selalu memeluk Mom setiap sebelum berangkat kerja, Dad yang selalu memperhatikan Mom saat sedang memasak, Dad yang selalu mencium Mom dengan mesra saat pulang kantor. Hal-hal kecil itu sekarang tinggal kenangan.

Mom selalu mencium kening gue dan Rangga saat sebelum tidur, mengomeli gue dan Rangga yang selalu menonton tv sampai larut, meneriaki untuk berangkat sekolah, memeluk saat pulang sekolah, memasak makanan enak, dan kasih sayang yang tidak pernah habis untuk anak-anaknya.

Mom... we will miss you!

Tapi semua harus berjalan kembali. Gue harus berusaha sekuat tenaga untuk menyemangati Dad dan Rangga. Gue harus kuat demi mereka! Gue akan berusaha keras untuk menggantikan posisi Mom sebagai wanita nomor satu di rumah.

Setiap hari gue berusaha keras untuk menceriakan suasana rumah yang semakin suram. Rangga menangis setiap malam, bahkan gue harus rela untuk berjaga di kamar Rangga. Dad selalu pulang larut malam, menenggelamkan diri dalam pekerjaan demi mengusir kesedihan.

Ini sudah sebulan dan masih saja seperti ini. Rasa-rasanya gue ingin berteriak. Gue sendiri sedih, tapi gue mencoba untuk bangkit! Kenapa Dad dan Rangga ga mencoba hal yang sama?!

"Dad? Baru pulang???" Tanya gue.

Ini sudah jam tiga pagi, tapi Dad baru pulang dan terlihat setengah mabok. Gue buru-buru memapah Dad dan membawanya ke kamar.

"Rani... Rangga... maaf yaa... hahahha." Rancau Dad. Mabok.

Gue masih terus membuka dasi dan sepatu yang Dad pakai. Setengah mati gue membuka jas kantor Daddy.

"Daddy bangkrut... Daddy bangkruttt!" teriak Dad tapi langsung tertawa.

Bangkrut?

Gue berhenti dari aktivitas gue membuka jas. Gue sering lihat di tv-tv, kalau orang mabok itu selalu bicara jujur dan apa adanya. Apa mungkin kalau gue Tanya, Dad akan menjawab gue?

I have to be STRONG!Where stories live. Discover now