The Art of Visual Storytelling: WALL-E

943 73 6
                                    

The number one basic rule in movie is: "Show, don't tell."

Pixar selalu memproduksi film-film yang luar biasa hebat. Tidak hanya film-film keluaran Pixar selalu ingin ditonton lagi, namun cara mereka menyampaikan ceritanya tidak seperti film-film animasi lainnya. Tapi, yang menjadi satu-satunya aspek paling penting dalam sebuah film adalah visualnya. Sederhananya, visual adalah hal pertama yang akan kalian notice pada sebuah film, ketika visual tersebut sudah bisa membuat kalian masuk kedalam filmnya, itulah ketika filmnya sudah sukses dalam menceritakan ceritanya secara visual.

Pixar don't just show you. They show you more.

Film WALL-E menjadi salah satu contoh film terbaik dengan penyajian seni visual story-telling yang ada pada filmnya. Kalau kalian masih kurang paham, dalam dunia perfilman, ada satu perintah mutlak yang menambah nilai seni kedalam setiap film. Yaitu ketika filmnya menceritakan story-telling lewat art-direction secara visual.

WALL-E merupakan sebuah film animasi yang tidak hanya mengaplikasikan perintah ini di beberapa bagian namun menjadikan filmnya sepenuhnya hanya berisikan visual story-telling. Film ini sangat luar-biasa hebat, karena filmnya tidak menghadirkan narasi atau dialog ataupun percakapan sama sekali. Hanya ada dua patah kata yang dihadirkan oleh WALL-E, yaitu ketika Eve berinteraksi dengan Wall-E. Dari awal hingga akhir filmnya, penonton hanya disuguhkan oleh animasi yang begitu bagus namun cara mereka menyampaikan ceritanya tidak perlu penambahan narasi/dialog/percakapan: murni dengan visualnya saja.

WALL-E memiliki opening scene yang sangat efektif, baru 8 menit awal filmnya, kalian sudah bisa memahami apa yang terjadi pada filmnya. Kita diperkenalkan oleh lokasi dimana bumi sudah runtuh dan hanya menyisakan Wall-E seorang, kita mulai mengetahui apa itu Wall-E dan tugas yang dia lakukan, rutinitas dia sehari-hari dan bagaimana ia mencoba untuk tetap mempedulikan lingkungan tempat ia tinggal.

Kita diberitahu bahwa Wall-E tinggal di sebuah tempat yang bisa dikatakan adalah rumahnya dan hanya dengan shot itu saja kita tahu bahwa ia memiliki rasa kepedulian tinggi terhadap rumahnya, dari bagaimana ia mendekor tempat itu, aktivitas apa saja yang sudah dia lakukan dan yang paling menunjukkan bahwa Wall-E itu sama seperti seorang manusia (humane) adalah ketika ia melepaskan seperti 'track' yang disini adalah penggambaran dari sepatu sebelum ia masuk kerumahnya. Kalau kalian perhatikan, tidak ada robot di film manapun yang berperilaku demikian, ini karena WALL-E ingin menunjukkan kepada penonton emotion yang dimiliki oleh Wall-E dan itu terletak pada seberapa 'manusianya' dia meskipun ia hanyalah seorang robot.

• (Perhatikan menit ke 1:17) Disitu ceritanya Wall-E mengikuti adegan yang ada di film yang ditonton, ini menunjukkan bahwa Wall-E memiliki ketertarikan, personality, dan sebuah motif.

• (Perhatikan menit ke 1:58) Adegan ini menggambarkan bahwa Wall-E memiliki keinginan, yaitu sebuah pengalaman. Pengalaman untuk bisa bersama robot lain dan keinginannya untuk memiliki seseorang untuk disayang. Ia menyadari bahwa ia hanya sendiri di bumi yang sudah runtuh tersebut. Loneliness. Sad. There's no one there except for him. Ini lah yang menyebabkan dirinya mendambakan affection.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Movie StudiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang