#1

17.1K 614 9
                                    

Sudah satu bulan setelah pernikahanku dengan Gus Maulana. Ternyata Gus Maulana laki-laki yang sangat baik. Ia memperlakukan ku bagai ratu. Ketika aku marah, ia tidak pernah membalas amarah dengan amarah.

Ia juga selalu mengingatkan kesalahanku dengan kelembutan nya. Seperti waktu itu, aku sibuk mengurusi santriwati.

"Ning, pewangi pakaian nya habis tah?" tanya Gus Maulana.

"Tadi pagi masih, Gus," jawabku.

"Minyak wangimu habis?" tanya Gus Maulana lagi.

"Masih kok, Gus," jawabku.

Gus Maulana tersenyum melihatku dan aku baru tersadar ada bau yang tidak sedap dari tubuhku.

"Ngapunten nggih, Gus. Kalo gitu saya mandi dulu," ucapku lalu bergegas menuju mandi.

Saat keluar dari kamar mandi, aku melihat Gus Maulana sedang membuka beberapa kitab miliku.

Aku duduk di depan cermin dan mulai menggunakan niqab.

"Kitan qurrotul uyun sudah pernah belajar?" tanya Gus Maulana.

"Sudah, Gus," jawabku.

"Kalo gitu tinggal prakteknya ya, hehe," ucap Gus Maulana.

Aku mengingat-ingat akan isi kitab qurrotul uyun.

Aku langsung tertunduk malu setelah mengetahui apa isi kitab qurrotul uyun.

"Tenang. Aku nggak akan menyentuhmu sampai empatpuluh hari," ucap Gus Maulana kemudian mengusap lembut ubun-ubunku.

"Kenapa begitu, Gus?" tanyaku penasaran.

"Ini perintah dari Abi, Ning."

"Kata Abi kalo bisa jangan disentuh istrinya selama tiga hari, lima hari, tujuh hari, sebelas hari, empatpuluh hari, seratus hari, satu tahun atau lima tahun ," jelas Gus Maulana.

"Memang kenapa, Gus?" tanyaku lagi.

"Kata Abi biar nanti anaknya hebat," jawab Gus Maulana.

"Kalo gitu kita lima tahun saja, Gus," ledek ku.

"Empatpuluh hari saja entah kuat apa nggak, apalagi lima tahun, Ning,"  ucap Gus Maulana.

"Hehe, bercanda, Gus," ucapku kemudian berjalan mendekati Gus Maulana.

Aku mendekatkan tubuhku dengan tubuh Gus Maulana.

"Eh, Ning, mau ngapain? Inget belum ada empatpuluh hari," ucap Gus Maulana panik.

"Ini loh, Gus, mau ambil handuk dibelakangnya njenengan," ucapku kemudian memberikan bukti handuk.

"Astagfirullah, Ning," ucap Gus Maulana.

"Hehe ngapunten, Gus," ucapku.

Aku merapihkan handuk dan menggantungnya. Kemudian aku duduk ditepi kasur.

"Gus, kapan kita pulang ke Sumatra?" tanyaku.

"Sudah nggak betah toh di Jawa?" tanya Gus Maulana.

"Betah, Gus. Cuman pasti njenengan rindu dengan Abi dan Umi kan," ucapku.

"InsyaAllah secepatnya. Abi dan Umi juga mau mengadakan acara di Sumatra untuk menyambut menantunya, hehe," ucap Gus Maulana.

"Yasudah, Gus. Ayo istirahat," ajak ku.

"Kamu duluan saja, Ning. Aku mau baca wirid dulu," ucap Gus Maulana.

"Aku ridho."

Segera aku tidur dan masuk kedalam dunia mimpi.

Cinta Dalam Diam 2Where stories live. Discover now