23. Terluka dan Kembali Sembuh

Start from the beginning
                                    

Nara ingat dia buru-buru membersihkan diri, badannya terasa lengket. Bahkan Nara berendam dengan sabun mawar hadiah dari Rosemary yang katanya bisa meningkatkan gairah pasangan―entah apa Nara juga tidak paham. Nara pun menikmati raganya yang diselimuti air hangat, kegiatan malam mereka sungguh menguras tenaganya. Nara mengantuk saat itu, seingatnya dia menyandarkan kepala di dinding sembari menunggu wangi mawarnya meresap. Lama-lama Nara merasa kantuk yang tidak tertahan, dia pun tertidur di bak mandi.

"Seingatku, aku ketiduran waktu mandi," bela Nara.

Damar memberengut. "Badan kamu terlalu lama kena air, demam kamu makin tinggi. Kamu pingsan. Untung Javas pulang karena kamu gak angkat telepon. Coba kalau nggak gimana? Hah?" Damar kesal.

Rose berusaha menengahi. Perempuan tersebut menjadi saksi betapa Damar langsung kalang-kabut saat mendapat kabar jika Nara tidak sadarkan diri. Terlebih Javas menyampaikan informasi itu dengan suara yang panik seolah Nara kehilangan nyawa. "Sky, jangan marah-marah kamu bikin adik kamu makin pusing." Rosemary memegang lengan Damar, tapi langsung ditepis oleh kasihnya. Huh. Sedikit sakit hati tapi ya Rose berusaha maklum.

"Dan lo, tolong dikontrol hormon lo. Lo tahu sendiri Nara ini gampang capek jangan asal coblos―gak ngasih dia istirahat," Damar tidak peduli peringatan Rosemary. Damar terlalu kalut saat melihat adiknya pingsan dan kondisi Nara yang pucat.

Sementara Nara menggigit bibir, takut apabila Javas tersinggung atas ucapan Damar yang terdengar ikut campur masalah rumah tangga mereka. Kendati demikian Javas justru merangkul Nara sembari terus meminta maaf.

"Kak Damar, aku gakpapa jangan marahin Javas."

"Kak Damar gak marahin suami kamu, tapi dia punya tanggung jawab buat jagain kamu, Nayyara. Javas itu bukan satu atau dua bulan kenal sama kamu seharusnya dia tahu apa yang mesti dilakukan dan apa yang gak." Damar menetralkan suaranya lalu menatap Javas yang dipenuhi penyesalan. "Gue bicara sebagai dokter, jangan berhubungan seks dulu kira-kira satu bulan ke depan―"

"―Ya gak bisa gitu dong Kak Damar," potong Nara.

"Okay," Javas setuju dengan mudah.

Nara melotot protes. "Aku cuma demam, Kak Damar! Palingan butuh waktu dua hari aja buat aku sembuh!"

Nara beralih kepada Javas yang sedari tadi memilih diam. Javas yang selalu dominan kini sangat menurut pada Damar. Tampak sekali jika sang suami enggan membela argumen Nara. Javas itu tipe manusia protektif, dia akan menjauhi segala hal yang bisa menyakiti seseorang yang dicintai. Walaupun Damar mengatakan mereka tidak boleh berhubungan selama satu bulan ke depan, Javas akan mengartikan itu sebagai selamanya. Nara tidak terima, jelas. Dia yang akan kesusahan merayu Javas lagi.

"Aku pokoknya gak mau. Aku harus cepat-cepat hamil. Nenek Eli minta aku segera ngasih cucu ke mereka―"

"―Kamu ini manusia, Nayyara. Bukan kambing yang diternak buat beranak," potong Damar kesal. Bagaimana bisa mereka seenaknya menekan sang adik untuk segera hamil? Kondisi Nara sedang sakit!

"Kak Damar gak perlu ikut campur!" sentak Nara keras.

"Darling, listen to your brother. Jangan terus membantah," Javas menimpali ada nada tinggi dalam suaranya. Dia menarik tangan Nara agar berhenti memelototi Damar.

"Ini soal anak kita nanti, Javas―"

"―Aku tidak butuh anak dari kamu." Javas menarik nafas berat.

Nara ganti menatap Javas dengan terluka. Dia melengos kembali berbaring membelakangi mereka. "Pergi, aku mau tidur." Itu yang dikatakan Nara.

Nara sedih karena Javas seolah baik-baik saja mendengar larangan Damar. Javas jelas tidak membutuhkan Nara untuk memuaskannya. Hanya Nara yang menginginkannya sementara Javas tidak. Nara berharap segera punya bayi. Dia ingin pengobatannya membuahkan hasil. Namun, Javas tidak ingin begitu. Emosi Nara campur aduk dia kesal, marah, dan merasa tidak diinginkan.

[Selesai] Perfectly Imperfect Where stories live. Discover now