21. Bagian Terbaik Dalam Hidupku

Start from the beginning
                                    

“Baby girl, kamu sangat cantik," sambut Jesse ketika menyapa Nara, dia memberikan pelukan hangat kepada gadis yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri.

Dulu sewaktu Jesse, Damar, Javas, dan Nara masih kecil, mereka selalu bermain bersama. Jesse yang paling tua sebagai pemimpin kenakalan mereka, mulai dari mencuri pohon mangga Pak Slamet, memetik anggrek bulan yang dibesarkan Sydney seperti anak sendiri, dan menggambar wajah Banyu Hartadi yang sedang tidur dengan spidol permanen―hal itu membuat ayah Nara harus mandi lima kali dan menggosok wajah puluhan kali. Semua hal tersebut berujung pada Damar yang dimarahi sementara yang lainnya lolos. Damar selalu berada di depan Jesse, mengakui kenakalan yang dicetuskan Jesse. Sifat rela berkorban Damar memang sudah ada sedari dini, tapi Jesse bukan manusia yang pantas untuk dilindungi―si gadis muda semakin memanfaatkan  Damar yang mudah  sekali mengalah. Sampai mereka harus berpisah karena Jesse harus pergi ke London untuk kuliah, baru lah Damar lepas tugas menjadi perisai Jesse.

“Kak Jesse, Nara kangen!” Nara sangat antusias, dia membalas kungkungan wanita yang lebih tinggi darinya.

Jesse tersenyum simpul, jenis ekspresi jarang ditunjukkan si perempuan yang dipercaya mempunyai tangan besi dalam menjalankan bisnis. Raut ramah hanya membuat koleganya mengira dia berusaha mengambil hati mereka lantara bersikap profesional, itu kepercayaan Jesse. Semua tugasnya sebagai cucu tertua membuat Jesse kehilangan beberapa kebahagiaan dasar yang seharusnya dimiliki manusia. Dia memang banyak uang, tapi Jesse tidak sepenuhnya bahagia.

“Sudah jangan lompat-lompat nanti gaun kamu rusak,” ujar Jesse dia menepuk bahu Nara. Jesse menarik nafas dalam. “Saya ke sini karena diminta untuk ngasih tahu kamu, kalau acaranya segera dimulai. Kamu harus ke depan bersama Damar,” sambung Jesse.

“Andai boleh, aku bakal memilih pergi ke altar bersama Kak Jesse daripada Kak Damar,” ujar Nara.

“Nayyara, jangan ketularan jahat,” saut Damar yang bergegas ke hadapan si gadis.

Damar meraih tangan Nara untuk diletakkan pada lengannya. “You must be happy, Nayyara. Senyum,” bisik Damar pelan.

Jesse memberikan jalan kepada Nayyara. Dia membantu menata ekor gaun Nara bersama pendamping pengantin yang lain.

“God bless you,” giliran Jesse yang bersuara.

“God bless you,” giliran Jesse yang bersuara

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nara menarik nafas dalam-dalam. Dia mulai gugup. Rasanya seluruh badanya lemas, untungnya ada lengan Damar yang siap menyangganya dan menjaganya agar tidak terselip gaunnya sendiri.

Nara berjalan perlahan bersama Damar. Mereka memasuki ballroom hotel yang sudah dipercantik dengan bunga. Sepanjang jalan Nara melangkah menuju Javas ada mawar putih dan merah muda yang dihamburkan ke lantai. Kursi-kursi yang menjadi tempat duduk tamu dihiasi sulur-sulur terbuat dari pita. Keindahan itu kejutan bagi Nayyara, semuanya dirancang oleh Nenek Eli dan Sydney. Nara merasa bersyukur mereka tak membiarkan Nara merancang sendiri pernikahannya karena kalau demikian yang terjadi, Nara tidak akan melihat negeri dongeng yang menjadi nyata seperti ini.

[Selesai] Perfectly Imperfect Where stories live. Discover now