Absorpsiendorfin

14 1 0
                                    

Sejak itu, hari-hari terarung sepi, begitu sepi.
Sunyi hening bersahutan serupa malam yang kehilangan cahaya.

Tanpa hati aku bergentayangan menuju pagi, menasbihkan lara, memanggil namamu dengan begitu tak berdaya.

Musim hujan mengawetkan luka diantara kehilangannya, membuatku kehilangan gairah, untuk jatuh cinta.

Sementara itu, kau sedang sibuk-sibuknya menjalin kemesraan, tanpa berpikir pahit yang kunikmati perlahan-lahan.

Semakin sering kudengar kabarnya, semakin keras aku tertawa, bak sedang mengalami kegirangan wahana rekreasi.
Meski ragaku kian dingin serupa subuh dipedesaan,
sedih yang semakin rindang, dan air terjun telah tumbuh dipelupuk mataku.

Kesedihan ini sengaja aku jaga,

Hahah.. Ketidakberdayaan ini adalah kejadian ajaib yang tidak bisa kau lewatkan,
dimana lagi kau bisa melihat seseorang yang kehilangan hati, masih bisa tertawa?

Jangan heran,

Aku sedang sibuk memanen cemburu yang tak pernah padam, termasuk buah kekecewaan.

Rasanya sangat pahit....

Coba kau ambil buah itu, bisakah kau mengigitnya?
Bisakah kau menikmatinya?
Tidak bukan?
Seperti itulah aku, ketika pahit menyeretku dalam sunyi yang paling panjang.

Ah,
entah kenapa aku hanya tertawa
"Nikmati saja kebahagiaanmu" ..ucapku

Padahal lara begitu menerpa

..

SarkismeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora