Ide dan Perencanaan

Start from the beginning
                                    

"Helga tentu saja!" Jawab Godric kembali bangga, menepuk lagi bahu Helga sedangkan Helga masih sibuk memandangi kainnya.

Membiarkan teman-temannya berbincang sendiri, Rowena memikirkan sesuatu seraya menyandarkan punggung di dinding berbatu, persis di sebelah jendela yang menampilkan turunnya matahari, cahaya jingga menyeruak masuk lantaran jendela dibiarkan terbuka. Di luar jendela, jauh di bawah sana, nampak hamparan danau yang sangat luas, dan Rowena menatap ke arah danau itu—masih berpikir. Rasanya tadi dia menemukan sebuah ide, tapi Rowena melupakan ide itu sebab melihat kain tadi, saat Godric mengatakan bahwa kain itu seperti logo. Tidakkah seperti logo asrama—

"Asrama!" Pekik Rowena senang sendiri telah mengingat apa yang dia pikirkan tadi, membuat ketiga sahabatnya itu terperanjat kaget secara bersamaan—pekikan Rowena keras dan melengking tinggi, Rowena terlalu antusias saat ini.

"Apa?" beo Helga bingung mendengar ucapan Rowena yang sempat mengejutkannya, "asrama apa?"

Rowena menghampiri mereka yang berjarak beberapa meter darinya dengan bersemangat, "Ayo buat sekolah!" Ajak gadis cantik itu blak-blakan, sontak dibalas reaksi aneh ketiganya.

"Sekolah?" kali ini Salazar yang membeo, "sekolah seperti apa?"

"Sekolah sihir tentunya," jawab Rowena melipat tangan di depan dada sebentar, lalu dia mengambil tongkat dibalik saku gaunnya dan menggambarkan sesuatu di udara. "Sekolah sihir kita," ujarnya memulai, dan kastil terlukis di udara sebelum Rowena membuat empat bentuk lencana, "nanti masing-masing dari kita bisa membuat asrama tersendiri," lanjut Rowena menambahkan huruf depan marga mereka di masing-masing lencana, dan gambaran keempat lencana tadi berangsur menghilang setelah Rowena membuat satu lencana yang sangat besar.

Salazar, Helga, dan Godric masih memperhatikan cetusan ide Rowena tadi, menimbang-nimbang ajakan Rowena untuk membuat sekolah sihir. Di garis-garis yang membentuk lencana di udara dari tongkatnya, Rowena menambahkan garis horizontal di tengah lencana, lalu ditambah garis vertikal—membagi lencana itu jadi empat bagian. Salazar mulai paham dengan maksud gambaran Rowena yang melukiskan 'R' di sudut kanan bawah lencana, Salazar langsung mengambil tongkat dan melukiskan 'S' di atas 'R' milik Rowena.

"Oh—!" Godric dan Helga saling melempar pandang mengerti, dengan senyum lebar di masing-masing wajah, mereka mencabut tongkat dan bersamaan melukiskan inisial marga mereka. 'G' di sebelah 'S', dan 'H' persis di tempat terakhir, di sudut kiri bawah bersampingan dengan milik Rowena.

"Bagaimana?" tanya Rowena lagi dijawab anggukan setuju, "kita bisa merenovasi lagi kastil ini dan mencari nama untuk sekolah kita."

"Nama ya?" gumam Salazar, terdiam sebentar untuk berpikir, mencari nama yang tepat. Yang lain juga sama sepertinya, mencari nama untuk sekolah mereka. Keadaan sempat hening selama beberapa saat sampai Salazar menjetikkan jari—menemukan ide, "Hogwarts," ujarnya lancar seraya menahan nada senangnya agar terdengar netral, "Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry. Bukankah itu terdengar bagus?"

"Dan para murid bisa memanggilnya Hogwarts," timpal Helga mengangguk setuju lagi, "Hogwarts, anak-anak yang memiliki sihir bisa bersekolah dan belajar di sini selama beberapa tahun. Kira-kira berapa tahun?" Helga bertanya, mengedarkan pandangan ke tiga temannya yang balik menggelengkan kepala.

Godric akhirnya berkata, "Pada anak kecil, kadang sihir bisa tidak terkendali, apalagi di usia belia, kalian tahu itu 'kan? Nah, seharusnya lebih cepat disekolahkan lebih baik agar insiden sihir lepas kendali tidak lagi terjadi, mereka harus diajarkan mengontrolnya sejak dini. Masih ingat ketika aku tak sengaja memecahkan hampir semua kaca saat ke Diagon Alley beberapa tahun lalu, 'kan? Atau saat satu pohon di dekat Danau Hitam hancur karena ledakan sihir Salazar dulu?" Godric meringis sendiri mengingatnya, "ya, kita harus cepat-cepat menyekolahkan mereka."

"Kalau begitu begini saja," Salazar mengambil secarik perkamen dari meja lain dan meletakkan perkamen itu di atas meja yang mereka pakai saat ini, sebuah pena bulu dia celupkan ke dalam botol penuh tinta dan mulai mencoreti permukaan perkamen. "Tahun pertama," ujarnya memulai, menulis angka satu, "adalah tahun mereka paling awal bersekolah. Dilanjutkan dengan tahun kedua, ketiga, dan seterusnya," lanjut Salazar menulis angka-angka yang berentetan dari dua sampai lebih dari enam.

"Kalau begitu dari usia kapan mereka siap bersekolah kalau begitu? Dan tahun terakhir mereka?" Rowena memutar perkamen itu agar dia bisa melihatnya tidak dalam keadaan terbalik. Dia mengambil pena bulu dari tangan Salazar, "Menurutku, bagaimana dari umur tiga belas tahun saja?" usul Rowena menulis angka tiga belas di bawah angka satu tadi yang kini dilingkari.

Helga menggeleng, "Tidak, itu terlalu lama, Ro," gilirannya yang mengambil pena bulu dari Rowena, "menurutku dari umur sepuluh saja." Dia mencoret angka tiga belas, lalu menulis angka sepuluh.

"Sepuluh tahun terlalu cepat," Godric menolak, "mending dari umur sebelas tahun. Umur sebelas tahun yang paling ideal, 'kan?"

Diam lagi, tidak ada yang membantah perkataan Godric. "Baiklah, ditetapkan dari umur sebelas," ujar Helga mencoreng angka sepuluh, menggantinya dengan angka sebelas, "lalu saat mereka lulus?"

"Sepuluh tahun tentu terlalu lama," gumam Salazar pelan, "tujuh tahun saja? Jika mereka mulai bersekolah dari umur sebelas, maka mereka bisa lulus di saat umur mereka jadi tujuh belas tahun—atau delapan belas tahun. Akan ada tujuh tahun mereka di sini," dia melingkari angka satu sampai tujuh, "tahun pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ketujuh. Dalam satu tahun akan ada liburan Natal dan Paskah, libur kenaikan tahun saat musim panas dan awal masuk sekolah—kapan tanggal resmi tahun baru nantinya?" Salazar mengangkat kepalanya setelah menulis kata-katanya sendiri tadi di perkamen.

"Kenapa kita tidak lihat tanggal berapa hari ini?" ujar Godric nyengir, tongkatnya bergerak di udara, melukiskan kata-kata '1 September'. "Tanggal ini adalah tanggal tahun ajaran baru, pas setelah musim panas selesai, bukan? Kita bisa mengirim surat pada anak-anak yang mendaftar di Hogwarts memakai burung hantu," Godric mengerling ke arah burung hantu berbulu cokelat dengan perut berwarna putih—burung hantu miliknya sendiri, "kita harus membuat kandang burung hantu kalau begitu!" Tambah Godric makin girang, "anak-anak harus membawa binatang peliharaan!"

Rowena tersenyum senang mendengar saran Godric yang—tumben sekali waras. "Ide Godric bisa juga," ujar Rowena menyetujui, "mereka bisa membawa hewan peliharaan, burung hantu, kucing, atau kodok? Tiga-tiganya boleh, yang penting harus kecil dan tidak berbahaya. Jika mereka tidak punya, mereka bisa pergi ke kandang burung hantu dan surat yang mereka tulis bisa dibawakan oleh burung hantu ke kerabat mereka."

"Kalau begitu, kita harus cepat-cepat memperbaiki keadaan kastil ini menjadi lebih baik lagi dan mengganti beberapa bagian, atau menambahkan sesuatu di kastil," timpal Helga bersemangat, "aku tidak sabar melihat wajah anak-anak!"

"Tidak secepat itu, Helga," Salazar berkata, menghela napas pasrah, "kita masih berumur enam belas tahun—"

"Aku masih lima belas tahun," potong Godric tanpa dosa, nyengir lebar saat Salazar melempar tatapan tajam kepadanya, menyuruhnya tutup mulut.

"Dan itu semua butuh proses yang lama," sambung Salazar, "bisa-bisa satu tahun lebih ini akan selesai."

Godric bersiul riang, "Tidak jika kita benar-benar niat, Sal! Kalau kita bekerja cepat dan teliti, semuanya bisa selesai tanpa kita sadari sendiri."

Rowena mengerling pada Godric, "Dia benar."

"Baiklah, baiklah," ujar Salazar menyerah, tak ingin berdebat, "kapan kita mulai?"

Dengan semangat yang membara, Godric dan Helga serentak berseru;

"Besok!"

.

.

To Be Continued

It All Starts From HereWhere stories live. Discover now