4. Bersamamu itu Segalanya

Mulai dari awal
                                    

"Javas juga suka jalan-jalan di pasar bunga, tapi dia terlalu sibuk sekarang."

"Javas kalau gak sibuk pasti jagain aku yang lagi sakit."

"Javas itu baik banget sama aku. Dia lembut banget sama aku."

"Javas itu sayang banget sama aku―sahabatnya."

Semua kalimat itu yang pernah diucapkan Nayyara untuk Javas. Dari sana Wira memahami, apabila Nayyara memiliki perasaan yang jauh lebih dalam. Kini justru Javas memperlakukan Nayyara dengan kasar.

Nayyara pasti kecewa, benak Wira bergumam.

Wira mencuri pandang kepada Nara yang sibuk menatap ke luar jendela mobil, sementara dirinya menyetir. Perempuan ini memberikan ekspresi datar, dia tampak menyimpan sesuatu yang menyesakkan ketika Wira melihat tangan Nara mengepal.

"Nangis aja kalau pengen nangis," kata Wira pada akhirnya. Dia tidak tahan akan hening yang dibuat keduanya.

Nara justru tersenyum.

Bukankah senyum itu simbol bahagia?

Akan tetapi, hati Nara rasanya remuk saat bibir miliknya menampilkan senyuman.

Nara hanya tak ingin Wira menemukan kesedihannya. Nara hanya tak ingin orang lain melihatnya berduka. Nara hanya tak ingin mereka merasa kasihan kepadanya.

"Aku gak pengen nangis."

"Kalau marah?"

Nara menggeleng.

Wira menghembuskan nafas keras-keras. "Lo aneh," gagas Wira. Dia menepikan mobil yang dikemudikan. Wira menghadap Nara.

"Apa lo gak punya emosi? Minimal lo sedih atau marah―"

"―Aku nggak bisa gitu ke Javas," potong Nayyara pelan.

"Kenapa?" Tangan Wira berada di bahu Nayyara, mencengkeram lembut.

"Karena ada banyak hal baik yang uda Javas berikan ke aku. Satu hal jahat dari dia gak berarti apa-apa," jawabnya sembari menunduk, melihat tangannya yang lecet karena Javas.

Wira memejamkan mata. Hubungan mereka sungguhan gak sehat, otak Wira berteriak lantang.

"Lo juga manusia, Nayyara. Kenapa kayak robot gini?" pertanyaan itu lebih seperti rasa putus asa dari Mahawira.

Nayyara diam. Dia tidak ingin mendengarkan Wira yang ada di pikirannya sekarang ... apa Javas marah padanya? Bagaimana caranya meminta maaf? Bagaimana kalau Javas menganggap Nara terlalu kekanakan lalu dia pergi?

Nara ditinggalkan sendirian seperti perempuan lain yang pernah dipermainkan sahabatnya itu.

Dada Nayyara terasa sesak.

"Oke, terserah lo," ucap Wira setelah dia membiarkan hening yang cukup lama.

Wira pun memacu kendaraannya lagi, ia sengaja mengambil rute lebih jauh agar bisa berlama-lama di samping Nayyara. Wira mencoba berkonsentrasi pada jalan, mengabaikan diamnya Nayyara. Wira sangat berusaha, melebarkan jarak di antara mereka. Pada akhirnya hanya bertahan selama dua puluh menit. Lagi-lagi emosi Wira tersulut ketika manusia bernama Javas Chatura Mavendra sudah memarkirkan kendaraan di depan rumah Keluarga Hartadi.

Wira dapat melihat ekspresi terkejut sekaligus lega dari perempuan di sampingnya. Nara seolah menyesali tindakannya yang meninggalkan Javas tadi. Dia lebih memilih menyalahkan dirinya daripada Javas.

[Selesai] Perfectly Imperfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang