Jemari kecil youn membasuh perlahan kening dan juga kaki kanan bagian atasnya yang terkoyak hingga mengeluarkan darah cukup banyak, berusaha sebaik mungkin agar tak membuat hewan itu kesakitan dan kabur karena berpikir youn menyakitinya.

"Tubuhmu besar sekali, kenapa bisa terjebak disini?" ujarnya, tanpa sadar kembali merutuki kelakuan bodohnya.

"Apa pemilikmu tak mencari?" youn menggunakan sapu tangan hitamnya untuk menyeka darah kering yang masih menempel pada daerah luka yang di alami hewan itu sebelum akhirnya menggunakan satu lagi miliknya yang berwarna merah untuk menutup luka di kaki depan hewan itu yang masih sedikit mengeluarkan darah.

"Disini cukup parah, pasti sakit. Lain kali berhati-hatilah," tangannya bergerak membelai helaian lebat berwarna perak yang sedikit kotor itu, youn tersenyum merasakan hangat dihatinya, perasaan nyaman terus bergelayut tanpa disadari hanya dengan menyentuh tubuh seekor hewan asing yang baru saja ditemuinya. Belum lagi ketika moncong besar itu menggelitik perpotongan lehernya, youn menyukainya. Semesta sedang menjadikannya sebagai bahan lelucon.

Seungyoun meluruskan pandangannya, menatap langsung tepat di kedua manik tajam yang membidiknya bagai mangsa.

Tubuhnya berjengit kaget, nafasnya tercekat, belaian tangannya mengambang di udara.

Binatang yang ditemuinya ini adalah predator, bukan anjing biasa. Dan tubuhnya gemetar melihat mata itu semakin intens seolah berkeinginan untuk memangsanya. Serigala, youn bisa memastikan hal itu. Predator buas yang bisa menjadi pembunuh keji bagi mereka yang menyentuh wilayah dibawah kuasanya.

Youn menelan ludahnya, gugup. Perlahan, ia berdiri dan berjalan mundur masih sambil menatap serigala berbulu perak yang juga tak melepas bidikkannya pada seungyoun. Kakinya yang sudah gemetar hebat, dipaksakan untuk melangkah menjauh. Serigala hidup berkelompok, bukan tidak mungkin jika terlalu lama berada di tempat itu akan membuatnya tampak seperti seorang pemburu dan berakhir menjadi hidangan makan malam serigala kelaparan.

"Sial, aku hilang arah!" pekiknya, masih setengah berlari dan sesekali menoleh ke belakang, youn berusaha mengingat arah tempatnya berasal. Salahnya karena terlalu panik dan salahnya juga karena otaknya tak bisa berfungsi dengan baik disaat dirinya sedang menangis hebat seperti ini.

Pakaian yang semula putih bersih, mulai berubah warna karena bersentuhan dengan tanah. Matahari yang semula menemani, kini habis dilahap malam. Youn kehabisan akal, tidak ada ponsel, tidak ada apapun yang bisa menolongnya. Ia hanya berharap agar bisa kembali dalam kondisi selamat.

Brak!

Tubuhnya terhempas ke depan, kakinya tak sanggup lagi digerakkan, tubuhnya sudah begitu lelah mencari jalan keluar, matanya pun membengkak karena terlalu banyak menangis. Katakan youn cengeng karena memang begitu adanya dan di kondisi seperti ini, mustahil ia bisa bersikap sangat tenang seolah tak terjadi apapun.

Krrsk, krrsk.

Suara asing terus memasuki pendengaran youn yang berusaha tetap waspada dengan kondisi sekitarnya. Langkah asing yang menyatu yang menjadikan dedaunan kering sebagai alasnya adalah prioritas utama seungyoun. Ia tak tahu darimana asalnya dan apa yang akan mendatanginya.

'Grrhh!'

Youn meringkuk merapatkan tubuhnya di balik pepohonan.

Geraman asing berhasil membuat nyawanya seolah berada di ujung tanduk. Ia tak berusaha untuk memastikan karena terlalu takut, yang dilakukannya hanyalah menjaga suaranya agar tak terbuka dan menahan nafas selama mungkin demi keselamatan dirinya sendiri.

'Grrhh!'

Terlalu dekat, youn seolah bisa merasakan geraman itu berada persis di belakangnya. Tangannya terkepal erat, menjauh dalam sekali gerakan. Tubuhnya semakin gemetar, tebakannya tidak salah. Geraman asing itu berasal dari serigala perak yang tadi ditemuinya, matanya menunjukkan keinginan membunuh yang besar.

Thinking Out LoudTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang