Dongeng Lagi

52 3 0
                                    

   “Candlifia…” 

   Di dalam kegelapan kamarnya, Alexa sibuk bermain di dalam selimutnya. Ia membawa sebuah buku yang diperoleh dari orangtuanya sambil berusaha melafalkan sebuah mantra. Meskipun sudah lama ia tidak menjamah dunia sihir yang pernah disinggahinya, Alexa masih berusaha mempertahankan ilmu yang dimilikinya. Ia tidak pernah mengatakan apapun pada kedua orangtuanya mengenai kemampuan sihirnya yang masih ada, namun ia tidak menutupinya dari Alex. Alasan pertama mengapa ia menyembunyikannya dari James dan Clara adalah karena ia ingin mereka sendiri yang mengakui keberadaan Lortedox. Alasan kedua karena ia tidak mau James dan Clara melarangnya menggunakan sihir di dunia manusia. Dan alasan ketiga, ia masih berusaha mencari tahu apa maksud kedatangan teman mereka di dunia sihir, Zora, ke dunia manusia. Tiga tahun berlalu. Itu artinya mereka sudah cukup jengah dengan rahasia yang sebenarnya sudah mereka ketahui. Tiga tahun! Dan kedua orangtuanya enggan membuka cerita atau berterus terang bahwa dunia Lortedox bukanlah sebuah mimpi belaka bagi mereka. Bukan dongeng. Bukan cerita di film. 

   Alexa hapal dan ingat bahwa ia dilahirkan dari darah sepasang penyihir hebat. Saat perang berlangsung, ia sendiri yang terlibat dan menumbangkan ratu kegelapan. Lantas ketika ia kembali ke dunia manusia bersama Alex dan terbangun di suatu pagi yang cerah, orangtuanya seolah-olah menghapus jejak dunia sihir itu. Seakan-akan yang mereka alami hanyalah mimpi. 

   Mimpi? Yang benar saja. Sihir yang kerap dimain-mainkan Alexa secara rahasia bukti bahwa dunia Lortedox yang dikatakan sebagai dongeng itu ada! 

   “Candlifia…” 

   Kembali cahaya terang muncul dari telapak tangan Alexa, yang kemudian meredup lagi. Ia seorang penyihir berkemampuan luar biasa, angelus, kemampuan yang datang sebagai perisai dari segala kekuatan jahat. Sempat terbersit pertanyaan-pertanyaan mengapa kemampuan angelusnya semakin lama semakin melemah. Ia bahkan berpikiran bahwa semakin bertambah usianya, semakin melemah kemampuan angelusnya. Rasanya lidah Alexa seolah gatal, ingin menanyakan semua itu pada James atau Clara. Tetapi mengingat prioritas utamanya, ia menelan bulat-bulat rasa keingintahuannya. Entah sampai kapan. Namun ia tidak akan mempertahankannya lama lagi. Ia akan segera menanyakannya pada kedua orangtuanya, sesuai kesepakatannya dengan Alex. 

   “Alexa…” 

   Alexa mengalihkan perhatiannya ketika bisikan Alex terdengar dari pintu kamarnya. Ia membuka selimut, menemukan Alex yang menutup pintu kamar Alexa dengan tampang bak pencuri. Merasa heran dengan keberadaan saudara kembarnya secara tiba-tiba, Alexa mengangkat sebelah alisnya. Ia tidak mengubah posisi duduknya sampai Alex mendekatinya dan duduk di sebelahnya. 

   “Apa?” tanya Alexa pelan. 

   “Aku mendengar percakapan Mom dan Dad baru saja.” Alex mengedarkan pandangan ke arah pintu, berdoa dalam hati semoga orangtuanya tidak ikut campur dalam pembicaraan rahasia antara ia dengan Alexa. “Mereka sempat menyebut nama demigod.” 

   “Hah?” Alexa menaikkan kedua alisnya. “Demigod?” Kemudian ia mendengus kesal. “Di Lortedox tidak ada demigod, dan mustahil jika mereka berkunjung ke sana.” 

   Sedikit merutuk kesal, Alex lebih mendekati adiknya. Ia melemparkan tatapan tak berdustanya atau mendekati tidak mengerti. “Memangnya kau tahu tentang demigod?” 

   Sudah berulang kali Alexa menghadapi kakaknya yang sok tahu tapi tidak benar-benar tahu. Meskipun Alex sekarang lebih suka membaca daripada bermain bersama kawan-kawannya, Alexa tidak mengerti mengapa kakaknya masih sama seperti dulu. Meski Alex lebih rajin, kecerdasan Alexa belum bisa ditandinginya. Dalam hatinya Alexa berpikir, bahwa masih ada jejak angelus pada dirinya, terbukti dengan kehebatan mengingatnya dan ia pun juga mudah menyerap pelajaran baru. 

HelvederTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang