Damn You, Granger! [1]

Mulai dari awal
                                    

"Malfoy ...," Pike memulai, sesaat setelah Draco berlalu masuk menuju kamarnya di asrama Slytherin, disusul dengan bantingan keras setelah menabrak angkuh segerombolan anak kelas satu yang kecil-kecil—yang seketika terhuyung lucu sebelum jatuh mencium lantai dingin asrama secara bersamaan. Ah, pintu yang cukup malang dan anak kelas satu yang teramat malang. 

"Kenapa dia?" Theo bertanya penasaran setelah melihat kejadian yang memanjakan mata itu. Baginya, raut kesakitan di wajah anak-anak kelas satu yang baru saja ditabrak Draco merupakan hiburan tersendiri. Diam-diam, Blaise yang duduk di sofa sebelahnya menyetujui. 

"Teman perempuan Potter, siapa namanya?"

"Grang—"

"Ah, ya, Granger. Err, kekuatannya seperti laki-laki. Dia menonjoknya," jelas Pike, mengarahkan dagu ke salah satu pintu kamar asrama laki-laki, tepatnya kamar Draco Malfoy. 

Jadi, ia badmood gara-gara Granger menonjoknya? Tanpa sadar, Blaise terkikik. Lemparan tatapan tajam kembali menusuknya. Seolah-olah mata Draco menyiratkan pertanyaan 'Ada apa? Mau mati?' yang sama sekali tak diacuhkan oleh pemuda berdarah Italia itu. 

"Ah, sekarang aku tahu! Bukan period, 'kan? Tapi karena Granger telah menon—"

"DIAM!"

Dan dengan itu, Blaise berlari terbirit-birit ke ruang rekreasi Asrama Slytherin. Tawa kerasnya bahkan masih tertangkap oleh telinga Draco.

Sayang sekali, pemuda bermarga Malfoy itu sungguh tak tahu bahwa kini beberapa anak Slytherin telah sibuk mengerumuni Blaise. Sesuatu yang biasanya mereka lakukan sebelum memulai sebuah ritual sakral: menggosip teman seasrama. 

•••

"Menyingkir, Granger. Rambut semakmu mengganggu penglihatan dan pernapasanku."

Suara itu. Suara menyebalkan yang benar-benar telah Hermione hafal di luar kepala. Tanpa membuang banyak waktu, ia segera berbalik dan menemukan Draco Malfoy tengah menatapnya dengan sorot jijik yang sangat kentara. 

Cokelat keemasan bersirobok dengan fokus abu-abu tajam. Cukup tiga detik dan wajah Draco berubah lesi—dalam artian, bertambah pucat dari sebelumnya. 

"Kau!" Hermione tak goyah, ia menggeram di balik gigi-giginya yang saling bergemeretak. Pegangan pada buku-buku yang ia dekap di depan dada tampak semakin erat, seolah ia baru saja mentransfer segala rasa kesalnya yang membara pada benda-benda kesayangannya tersebut. 

"Easy there, Granger. Tanpa marah pun, kau sudah jelek. Jadi, akan sangat kuhargai jika kau tak berusaha menampilkan ekspresi yang lebih konyol lagi. Itu akan bagus untuk kesehatan mataku," Draco berujar dengan lancar, meski butuh beberapa saat untuk menguasai diri dan mengembalikan sedikit warna kehidupan di wajahnya. 

"Apa kau baru saja menghinaku?"

"Menurutmu? Well, sebenarnya, aku baru saja memujimu dan secara tak langsung memberi saran. Kubilang, wajahmu jelek, tapi tak akan lebih jelek jika kau tak marah-marah."

Tahan, Hermione, tahan. Hermione menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya dengan cukup keras melalui mulut. Kesalahan fatal yang tanpa sadar ia lakukan. 

Hidung Draco kontan berkerut. Napas Hermione beraroma kentang tumbuk, salah satu makanan favoritnya yang tak diketahui oleh orang-orang, kecuali ibunya. Aroma konyol yang entah bagaimana selalu mengingatkan pemuda itu pada rumah. Ia rindu. Namun, di Aula Besar tadi, ia tak bisa leluasa mengisi perut dengan makanan kesukaannya tersebut. Terlalu gengsi, penyakit permanen setiap Malfoy. 

Damn You, Granger!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang