Part 12

6.6K 927 31
                                    

Gaes gaes,
Aku mau cerita nih.
Di WP inikan ceritanya lebih ke persahabatan dan keluarga.
Jadi,
Teng teng teng
Aku rencananya mau buat cerita yang lebih intens atau dewasa gitu 🌚
Kalian kira - kira setuju gak?
Kalau setuju nanti aku buatkan list untuk pemerannya.

Please kritikannya.

.
.
.
.
.
.
.

"Kakak?".
Pekiknya tak percaya sambil buru - buru melepaskan tangan dari bahu bidang itu. Ia lantas melompat turun dari bus dan memasuki area halte. Ini kebetulan atau apa? Dalam sehari, pada lokasi berbeda, dua kali ia diselamatkan oleh orang yang sama!?

Hyunjin tersenyum kecil, juga tak menyangka akan bertemu Renjun lagi disini. Dia terpaksa menghadap belakang karena banyaknya penumpang, lantas dari jauh melihat pundak cowok berjaket putih bertumpuk pada sisi dalam pintu bus dan tampak lengah. Saat Hyunjin mengenali cowok itu, saat itulah bus berhenti dan pintunya langsung terbuka. Tangannya refleks menyangga tubuh limbung Renjun.

"Bahaya nyender pintu," tegurnya, cemas. "Lo nggak papa,kan?"
Renjun meringis tengsin. Entah Semerah apa wajahnya. "Nggak papa kok, kak," jawabnya sambil memiliki tisu, berupaya menghapus rasa gugupnya.

"Injun!" Panggilan itu membuat keduanya menoleh. Rupanya Chan, salah satu kenalan Renjun yang bekerja di halte itu. Sebagai pelanggan Transjakarta, lambat laun ia cukup akrab dengan beberapa staf yang bergantian bertugas di halte. Cowok itu bergerak mendekati mereka. "Lho, kalian satu sekolah?" Chan bergantian membaca bordiran pada dasi Renjun dan Hyunjin. Kedua remaja itu turut melakukan hal yang sama, lalu tersenyum mengiyakan.

"Wah, baguslah. Udah saling kenal? Injun udah bertahun - tahun langganan disini, Jin," kata Chan.

"Hai, Injun. Nama Lo unik," sanjung cowok itu dengan senyum hangat. "Gue Hyunjin."

Entah kenapa Renjun terdiam mendengar nama itu disebutkan. Mungkin bukan karena informasi berupa nama yang disebutkan Haechan tadi terbukti benar, melainkan karena ia merasa nahas, pada momen yang amat tepat begini sekonyong-konyong rasa sakit di kepalanya kembali menyerang, menimbulkan kerutan - kerutan rumit pada keningnya.

Kenapa sih kepala gue? Erang Renjun dalam hati. Apalagi sebelumnya ia tak pernah merasakan peningkatan yang dahsyat lebih dari sekali dalam sehari.

"Njun?" Chan mencoba menyadarkan Renjun yang masih mematung

"Eh iya, maaf." Renjun berupaya melawan denyut di kepalanya. "Halo, Kak..... Hyunjin," responnya, sambil menjabat tangan yang terasa mantap dan hangat itu. Ia sejenak mengamati wajah Hyunjin.

Renjun mengagumi sinar mata dan gurat alis ramah cowok itu, serta bibirnya yang seakan nyaris tak pernah kehilangan senyum. Senyum otomatis mengukir lesung pipi yang cukup dalam di pipi kirinya. Raut wajahnya pun selalu tampak hangat dan tenang, membuat orang yang melihatnya merasakan hal yang sama.

.
.
.
.
.
.
.

"Hyunjin belum lama jadi pengguna Transjakarta, Njun. Tuh, rumahnya di depan sana." Penjelasan itu membuyarkan lamunan Renjun. Pandangannya mengikut arah yang ditunjukan Chan pada jalan masuk perumahan di antar deretan perkantoran di seberang sana.

"Eh, sebentar ya, gue kerja dulu." Chan menepuk bahu mereka saat melihat bus Transjakarta melaju cepat menuju pintu koridor yang dijaganya

Hyunjin menyusupkan kedua tangannya ke saku celana. Sesaat ia memandangi paras cowok mungil itu sebelum akhirnya bertanya, "Rumah Lo Deket sini juga, Njun?"

"He-eh." Renjun kembali gugup. "Lumayan, Kak, sekitar empat kilometer."
Hyunjin mengangguk - angguk santai. "Jadi, habis ini Lo dijemput atau...?"
"Dijemput kok," sahutnya cepat. Renjun sendiri terkejut mendengar nadanya yang kelewat tinggi. Dan mendadak ultimatum Jeno seperti menyentilnya. Namun, bertentangan dengan perasaannya disekolah tadi, Renjun tak lagi takut, justru kesal mengingat " wejangan" kakaknya. Apalagi Kak Hyunjin baru saja menolongnya lagi.

Renjun tersenyum sungkan. "Makasih banyak ya, Kak, buat barusan sama yang tadi pagi." Ia lalu buru - buru berpamitan sebelum Jeno muncul di gedung seberang. "Gue balik duluan, Kak," tukasnya seraya melambai singkat, yang langsung dibalas Hyunjin dengan anggukan ringan.

Tatapan Hyunjin terus mengawasi Renjun yang berlari kecil menyebrangi jalan utama. Tetapi ekspresi hangat di wajahnya seketika berubah kaku saat sebuah motor mendadak berhenti di bibir trotoar di seberang, persis didepan Renjun. Lalu, tanpa adanya percakapan, paksaan, maupun perlawanan, Renjun yang diamatinya itu malah bergegas naik ke boncengan motor sport itu.

Hyunjin refleks mengambil langkah maju, demi memastikan penglihatannya. Dan detik itulah senyumnya benar - benar lenyap tak berbekas. Dia sangat yakin mengenali motor hitam itu, begitu pula pemiliknya.

.
.
.
.
.
.
.

TBC

NeoCulturans || NoRenMin (END)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ