Follow your heart, because your heart will never lie.

Mulai dari awal
                                    

            Pengkhianatan Aldo yang keempat ini, menyadarkanku betapa aku belum sempurna menjadi seorang wanita yang sesungguhnya. Sakit hati? Pastinya! Tetapi, aku menahannya dalam-dalam. Tak ingin terlalu meluapkan segala kekesalanku pada Aldo lagi. Tak ingin terlalu mempublikasikannya lagi, seperti yang sudah-sudah sebelumnya.

            Kali ini aku tidak mempertanyakan apa alasan ia berselingkuh lagi, atau apa yang kurang dari dalam diriku sehingga ia tega mengkhianatiku lagi—seperti biasanya. Kali ini, aku hanya diam. Mencoba mencari jawaban itu sendiri. Mencoba merenungi apa kesalahanku selama ini sehingga ia sampai hati mencari kehangatan pada wanita lain, lagi. Lalu, hatiku menjawab, bahwa aku salah karena telah terlalu menggenggamnya erat-erat. Tetapi, kemudian, logikaku meralatnya, katanya, semua ini adalah murni kesalahan Aldo. Aku hanya korban. Benar-benar korban dari perlakuannya yang tak pernah berfikir sebelum bertindak itu.

*** 

Aldo mendatangi rumahku lagi hari ini, dengan kaus merah pekat bertuliskan ‘NEVADA’ ia menghentikan motor Kawasaki Athlete-nya persis di halaman rumahku yang tak berpagar itu. Aku memperhatikannya dari balkon kamarku yang terletak di lantai dua rumahku. Sejenak aku berfikir, apakah aku perlu menemuinya? Apakah aku sudah siap menemuinya, lagi? Sesungguhnya aku belum siap, tetapi aku tidak ingin kedua orang tuaku berfikir yang macam-macam tentang aku dan Aldo jika aku tidak menemuinya. Aku tidak suka keluargaku terlalu mengetahui perihal hubunganku dengannya. Apalagi jika hubungan kami tengah memburuk seperti ini.

            Aku menuruni anak tangga rumahku dan segera menyambar pintunya begitu bel rumahku berbunyi dengan nyaring. Dengan wajah ketus, aku menyapanya, “Ada apa?”

            Dan dia hanya terdiam. Tak bergeming.

            Aldo, kau tahu? Satu permintaan maaf dan satu janji tak akan mengulanginya lagi saja sudah mampu menurunkan reaksi sinisku sebanyak lima puluh persen. Kau tak tahu betapa sayangnya aku pada hubungan kita!

            Aku masih berdiri di ambang pintu, dengan tangan menggenggam gagang pintu. Aku heran, mengapa ada makhluk se-gengsi laki-laki di dunia ini? Dan, mengapa mereka harus gengsi jika mereka memang mencintai? Atau, apakah karena mereka tidak terlalu mencintai, maka dari itu mereka gengsi? Entahlah. Kepalaku berdenyut-denyut begitu memikirkan hal sepele yang menurut makhluk ber­-title laki-laki itu tak penting.

            Aku memilih menghampiri bangku kayu jati berwarna coklat tanpa motif apapun di teras rumahku, lalu mendudukinya. Dan, ku lihat Aldo masih tetap diam. Tetap tak bergeming sedikit pun. Kali ini aku memperhatikannya dengan sungguh-sungguh, dengan wajahnya yang merasa bersalah itu. Aku menatapnya lekat-lekat, mencoba mencari tahu apa yang sedang ia cari sesungguhnya melalui matanya. Tetapi, hanya kekosongan yang aku dapatkan. Ah, aku memang tak ahli dalam hal membaca apa yang seseorang inginkan. Aku lebih ahli dalam hal membaca gelagat seseorang yang tengah berbohong. Meski kenyataannya aku juga sering dibohongi. Well, mungkin, aku hanya sok tahu!

            Aldo masih berdiri di tempat yang sama, dengan posisi yang sama, menatap ke arahku. Wajahnya memperlihatkan rasa bersalah. Dan itu membuatku menjadi merasa bersalah karena sudah terlalu ketus terhadapnya. Sejenak aku merasa bahwa mungkin kali ini ia bersungguh-sungguh merasa bersalah dan menyesalinya. Tetapi,  kemudian aku teringat bahwa aku pernah terkelabui sebanyak tiga kali akan ekspresinya tersebut. Dan, tiga kali bukan jumlah yang sedikit, bukan?

            Aku mencoba mencari-cari peristiwa yang telah terlewati dahulu, ketika ia hanya terdiam seperti saat ini sehabis melakukan kesalahan. Aku mencoba mengingat-ingat, apakah sikapnya kali ini sama persis seperti dahulu atau lebih dari ini, atau kurang dari ini. Tetapi, lagi-lagi aku tidak menemukan jawaban sama sekali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ikuti Kata Hatimu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang