Dimas terkejut. Dia tidak pernah menyangka bahwa orang dekatnya adalah salah seorang yang memiliki tugas rahasia.

"Abang seharusnya tidak membuka jati diri abang, tapi ini demi kebaikan kita. Abang ngga mau kamu berpikiran macam macam kenapa abang ngga mau ikut dengan kamu ke Jepang. Abang mau kamu mengerti pekerjaan abang sekarang seperti abang berusaha mengerti pekerjaan kamu."

Dimas masih terdiam. Pak Sudana kemudian meraih tangan Dimas, digenggamnya tangan itu lalu diciumnya tangan Dimas tersebut.

"Tapi kalo sewaktu waktu aku mau abang datang kunjungi aku, abang mau kan? Aku tadi sudah berusaha untuk menolak, bang, dengan memberikan calon calon pengganti aku yang aku pikir mereka kerjanya sudah lebih lama dari aku dan lebih berpengalaman tapi para pembesar di Jepang ngga mau orang lain, mereka maunya aku."

Pak Sudana kemudian beranjak dari tempat tidur. Dia membuka lemari baju, lalu dia mengambil sesuatu dari tumpukan baju di rak paling bawah lemari baju itu. Dia lalu kembali ke tempat tidur dan duduk dihadapan Dimas.

"Abang akan datang kapan pun kamu mau abang datang. Kamu percaya abang kan? Sebagai tanda bahwa abang tidak akan meninggalkan kamu, ini tandanya dari abang. Kamu sekarang adalah bini abang. Istri abang."

Pak Sudana membuka kotak kecil yang diambilnya dari lemari baju itu, didalamnya ada cincin emas putih dan didalamnya terdapat tulisan yang digrafir 'SD'. Sudana Dimas.

Dimas terkejut. Hatinya melambung. Tak bisa berkata apa apa. Matanya berkaca kaca. Pak Sudana kemudian mengambil tangan kanan Dimas lalu memasukkan cincin itu di jari manis Dimas. Setelah itu ia kembali mencium kening Dimas.

"Abang akan selalu ada buat kamu, 'yang. Abang akan selalu jaga kamu. Sampai kamu bosan dan tak lagi mau abang ada didekatmu, jika waktu itu tiba, kamu bilang dan abang akan pergi dan ngga akan pernah lagi kita bertemu bertatap muka."

Dimas meraih Pak Sudana, merangkulnya erat dan menangis. Setelah beberapa saat Pak Sudana kemudian melepaskan rangkulan Dimas, menatap mata Dimas.

"Senang?"

"Bahagia, bang. Terima kasih. Dimas ngga bisa ngomong apa apa sekarang. Tapi Dimas senang, bang. Senang banget."

Pak Sudana tertawa, dia kemudian mengambil gelas yang berisi teh manis itu dan memberikannya pada Dimas yang langsung meminumnya sampai habis.

"Hahahaha, haus, 'yang?"

Dimas tertawa.

"Udah sekarang kita istirahat. Kamu pasti capek kepikiran gimana ngomong sama abang. Abang juga capek baru kelar satu kerjaan besar. Kita tidur yaa."

Pak Sudana kemudian turun dari tempat tidur, ia mematikan lampu kamar setelah itu ia kembali naik ke tempat tidur dan rebahan disamping Dimas seraya menarik selimut. Ditaruhnya kepala Dimas didadanya. Belum ada sepuluh menit terdengar dengkuran halus. Dimas tertidur nyenyak. Pak Sudana kemudian mengangkat kepala Dimas dan meletakkannya ke bantal. Efek obat tidur yang dimasukkan oleh Pak Sudana kedalam minuman Dimas tadi bekerja dengan cepat.

Pak Sudana kemudian turun dari tempat tidur. Segera ia berpakaian. Kaos hitam, celana panjang hitam dan jaket berwarna gelap. Setelah ia selesai memakai sepatu, ia kemudian melangkah keluar kamar. Sebelum dia menutup pintu kamar, dia berbisik pada Dimas yang sudah terlelap.

"Satu tugas lagi, 'yang, dan setelah itu kita akan merayakan kebersamaan dan kebahagiaan kita. Abang sayang kamu, istri kesayangan abang."

Pak Sudana kemudian menutup pintu kamar. Ditengah kegelapan malam dia keluar. Di pintu gerbang depan seseorang diatas motor sudah menunggunya.

SUDANAWhere stories live. Discover now