Part 1

15.5K 416 16
                                    

Hari ini adalah pertama kalinya kepulanganku ke kampung halaman setelah 6 bulan merantau ke Kota kembang, Bandung. Aku kuliah di salah satu kampus di Bandung, sebenarnya di kotaku ini juga ada jurusan yang aku minati tetapi ada beasiswa yang sangat menggiurkan yang akhirnya memutuskanku untuk kuliah di Kota Kembang itu.

Aku anak tunggal dari seorang single parent, bapak meninggal 7 bulan yang lalu tanpa sebab dan sakit. Kata ibu, beliau meninggal karena angin duduk saat sedang tidur siang yang ternyata itu adalah tidur terakhirnya di rumah ini. Tapi aku tak begitu saja percaya. Ibu seperti menyembunyikan sesuatu dariku.

Ya, aku tau ini adalah takdir Tuhan. Mau tidak mau, siap tidak siap kita harus menunggu kapan maut akan datang menghampiri kita.

Kematian bapaklah yang membuatku semakin mantap untuk mengambil beasiswa itu. Aku tak mau membebani ibu dengan biaya kuliah yang semakin tahun semakin meroket. Aku harus sukses dan membahagiakan beliau.

----

Dengan menggunakan ojek online aku tiba di rumah menjelang sore, aku sempat terkejut jangan-jangan aku salah jalan. Kondisi jalan ini terlihat sangat berbeda dengan jalan di kampungku enam bulan silam yang masih banyak jalan berlubang dan banyak kebun kosong di kanan kirinya.

Sekilas terlihat rame-rame di depan rumahku, sepertinya ada warung sembako yang baru buka. Besar dan sangat ramai, mobil-mobil berjejer mengambil dan mengantar sembako di warung itu.

"Makasih ya bang." Ucapku pada abang ojek seraya memberi selembar uang.

"Sama-sama mbak". Balasnya seraya menancap gas.

Aku berdiri sesaat di depan rumahku. Ini dulu rumah ayuk, teman dekatku saat SMA. Apa dia pindah rumah ya? Sejak 6 bulan lalu aku mulai jarang berkomunikasi denganya karena kesibukan masing-masing.

"Assalamu'alaikum bu." Ucapku sambil membuka pintu.

"Waalaikumsalam, lho Nduk. Ya alloh kok nggak bilang-bilang ibu kalau mau pulang?" Jawabnya sambil memelukku erat.

"Sengaja bu, biar kejutan gitu ceritanya." Aku juga memeluknya erat.

Tuhan, tolong bilang pada Dilan yang berat itu bukan rindu pada pacar tapi pada orang yang melahirkanmu di dunia. Aku kangen berat bu.

"Ya alloh, kamu sehat? baik-baik kan disana? Betah?"

"Alhamdulillah sehat, baik dan betah bu, ibu sendiri sehat? Mbak nunung sudah pulang?"

"Alhamdulillah sehat, hari ini ibu nggak terima pesanan nduk, jadi nunung nggak ke sini. Ada pengajian tadi. Sudah makan belum? Tapi ibu belum masak, ibu belikan sate ayam kesukaanmu aja ya di ujung gang sana."

"Nanti saja bu, aku masih kangen sama ibu pengen ngobrol-ngobrol dulu." Ucapku sambil memeluk beliau lagi dengan erat.

"Ya sudah, kamu mandi dulu sana. Ibu buatkan wedang jahe kesukaanmu."

"Siap bu."

"Eh ngomong-ngomong warung depan rumah itu baru buka ya bu? Gede dan rame banget." Ucapku lagi.

"Iya baru 5 bulan bukanya, itu punya Pak sugeng."

"Pak sugeng, bapaknya Ayuk?" Ucapku kaget. Yang ku tahu dulu beliau tukang becak dan istrinya jualan gorengan disore hari.

"Iya, sudah-sudah kamu mandi dulu sana, nanti kita ngobrol-ngobrol lagi."

----

30 menit kemudian aku sudah segar, ah aku sangat rindu waktu sore seperti ini, minum wedang jahe bersama bapak dan ibu sambil ngobrol di teras depan rumah.

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: Mar 31, 2019 ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

WARUNG DEPAN RUMAH (Belum Direvisi)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt