Memulai Bangkit

8 0 0
                                    

Jam di ruang tengah berdentang sebanyak tiga kali, bunyinya begitu nyaring sampai terdengar ke kamar Ulfa. Dia pun terbangun, namun masih ingin bergumul di atas kasurnya.

Come on Fa, Allah lagi nunggu kamu.

Beberapa detik setelah kesadarannya mulai penuh, dia membaca doa bangun tidur. Hilanglah ikatan setan yang pertama. Kemudian, dia berwudhu agar ikatan setan yang kedua terlepas.

Kini, dihadapannya telah terbentang sajadah dan mukena yang sudah terpakai.

Allahuakbar...

Lepaslah ikatan setan yang ketiga. Seperti hadits Rasulullah bahwa setan mengikat manusia saat tidur agar terlelap hingga terlewat untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wata'ala.

Selesai mendirikan salat, ayat demi ayat dilantukan Ulfa hingga menjelang waktu Subuh. Kemudian, dia larut lagi dalam perbincangan dengan Sang Pencipta. Perbincangan dalam doa yang tersaji lewat gerakan indah sebagai bentuk penghambaan.

Hari ini adalah hari ketiganya masuk kerja setelah cuti panjang kemarin. Kembali pada rutinitasnya tanpa harus terganggu untuk memikirkan lelaki itu. Ulfa bukanlah perempuan lemah yang suka merengek hanya karena hal remeh-temeh seperti itu. Liburannya kemarin dianggap sebagai bentuk hiburan dari Allah Subhanahu wata'ala. Begitu tepat waktunya, disaat dia mendapat reward sebagai pegawai terbaik tahun ini dan hadiahnya adalah paket wisata ke Turki. Ya, walaupun di waktu yang bersamaan, dia juga mendapat kejutan dari lelaki itu.

"Ma, Ulfa berangkat dulu."

"Udah sarapannya?"

"Udah, Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Bismillah... Semoga hari ini bisa aku lalui dengan rasa syukur, seperti doaku tadi.

Tut...tut...

"Ya."

"Pak, ini datanya saya langsung kirim atau mau dicek dulu sama Bapak?"

"Saya cek dulu saja."

"Baik, Pak."

"Oh ya, laporan yang saya minta tolong dibawa sekaligus."

"Siap, Pak."

Telepon diujung sana telah ditutup oleh Pak Sapto. Beliau adalah salah satu atasan yang begitu disegani sekaligus disukai oleh para karyawan. Wajar saja, karena beliau tidak memberi jarak pada bawahannya. Namun, tetap tahu batasannya. Menjadi contoh yang baik. Apalagi saat tiba waktu salat, beliau lebih dulu mengajak yang lain untuk segera bersiap-siap, apapun kegiatan yang sedang dikerjakan.

Tok..tok..tok..

"Masuk."

Ulfa berjalan mendekati meja Pak Sapto, sambil menyerahkan berkas-berkas yang diminta oleh atasannya tersebut.

"Oh ya Fa, kamu besok ke Surabaya ya untuk survei."

"Saya pak? Sendiri?"

"Nanti ditemani Vina."

"Kok dadakan ya Pak?"

"Tadinya saya minta Toni, tapi tadi pagi dia kabarin saya kalau kucingnya melahirkan."

"Hah... Kucing, Pak? Kok sampai segitunya diurusin."

"Iya, katanya lahir caesar."

"Oh... Kucing bisa juga ya caesar."

"Hahaha... Kamu ya, percaya saja. Ya gak lah, istrinya yang melahirkan."

"Duh, Bapak."

Ulfa sudah terbiasa dengan kejahilan Pak Sapto.

"Oh iya iya, kalau istrinya melahirkan saya sudah tahu sih Pak."

"Nanti urus tiketnya sama Mimi."

"Tiket kemana Pak?"

"Ya ke Surabaya."

"Saya kira ke Turki."

"Heh... Kamu, belum puas liburannya kemarin?"

"Hehe... Alhamdulillah puas banget Pak. Kalau saya liburan lagi, kerjaan makin numpuk."

"Ini", Pak Sapto menyerahkan berkas yang sudah ia cek.

"Terima kasih, Pak. Saya lanjut ngerjain laporan lagi."

"Iya... Silahkan."

Baru beberapa langkah, Ulfa balik badan, ada hal yang hampir lupa dia tanyakan.

"Maaf, Pak. Nanti saya sama Mbak Vina cuma di Surabaya saja atau ke daerah lain juga?"

"Gak cuma Surabaya, nanti kamu ke Blitar, Jember, sama Banyuwangi."

Banyuwangi.

"Banyuwangi juga Pak?"

"Iya, kenapa?"

"Gak apa. Permisi Pak."

"Ya."

Ulfa sudah kembali ke kubiknya, hendak melanjutkan pekerjaannya. Namun, pikirannya masih bergolak.

Banyuwangi? Tidak...Tidak ada apa-apa dengan Banyuwangi. Cukup Ulfa, kamu hanya datang sebentar kesana untuk kerja, lalu pulang. Oke.

Entah ada apa dengan Banyuwangi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 22, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kisah UlfaWhere stories live. Discover now