satu pagi

806 170 12
                                    

Apa yang gue bilang sebelumnya kalau gue nggak bisa meninggalkan organisasi yang berhasil membentuk gue, itu benar. Semenjak gue menjadi staf sampai di tahap bisa memimpin suatu kelompok, semuanya gue pelajari di organisasi ini.

Gue mungkin seperti mahasiswa baru pada umumnya, awal semester ikut kegiatan ini itu, ikut organisasi yang banyak demi mencari kenyamanan dan pertemanan. Sampai akhirnya, gue bertahan di himpunan dan organisasi ini. Tapi sampai tahun ketiga, gue merasa harus melepas himpunan. Bukannya apa-apa, gue cuma merasa lebih nyaman di organisasi ini.

Ditambah, gue ketemu dan kenal Ana.

Semenjak menjadi staf, kita berdua menjadi teman dekat meskipun program studi kita beda.

Kalau ditanya, kenapa gue bisa bertahan lama temenan sama Ana, maka jawabannya, gue nggak tau.

Aji bahkan pernah bilang ke gue, "Sa, lo beneran cuma temenan sama Ana?"

"Iya. Emangnya harus apa?"

"Wadidaw! GILA! Gue kudu syukuran nggak nih? Langka banget Mahesa punya temen deket cewek!"

Gue cuma menghela napas, kurang ajar banget si Aji, seolah-olah gue nggak pernah temenan sama perempuan.

Ada suatu kejadian yang cukup gue ingat sampai sekarang. Waktu itu sedang rapat dan pukul dua belas malam rapatnya belum selesai. Terlihat banyak wajah-wajah lelah dan kesal. Dan gue nggak ngerti kenapa orang-orang masih mau melanjutkan rapat.

Sampai akhirnya ketika jarum jam menunjuk angka satu, Ana mulai tumbang. Ia meminjam jaket gue, bilang kalau ia merasa kedinginan. Ana cuma berkedip pelan dan menyender ke tembok, memperhatikan jalannya rapat yang masih aja panas.

Gue memperhatikan wajah Ana yang cukup pucat. "Mau pulang?" Tapi Ana, cuma menggeleng pelan.

Pada akhirnya, para panitia menyuruh Ana untuk pulang. Mereka juga menyuruh gue untuk mengantarkan Ana dengan catatan, gue balik lagi untuk rapat.

Sesampainya di depan kos, Ana bersiap untuk melepaskan jaket gue yang masih dipakainya.

"Simpen di lo dulu."

Gerakan Ana terhenti. "Gimana?"

"Jaketnya, lo bawa dulu aja,"

"Tapi nanti lo pulangnya gimana?"

"Gue bawa jaket lagi."

Ana terdiam beberapa detik, tapi akhirnya dia mengangguk. "Nanti gue balikin, ya. Makasih Mahesa. Hati-hati."

"Na..."

"Iya?"

"Langsung tidur."

Countdown Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang