2. Perpisahan dan Pertemuan

8.9K 918 121
                                    

Lan Wangji dengan kekuatan penuh meraih lengan Wei Wuxian yang melayang di udara

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.


Lan Wangji dengan kekuatan penuh meraih lengan Wei Wuxian yang melayang di udara. Tanpa berpikir ia melompat keluar dengan tangan kanannya berpegangan kuat dengan besi pagar pembatas menahan beban tubuh mereka. Tubuh kakak kedua Lan sudah jatuh keluar dinding ketika akhirnya menggapai tangan Wei Wuxian, mengunci telapak tangan pemuda itu dalam genggamannya.

Wei Wuxian tampak melebarkan mata mendapati Lan Wangji melakukan hal sangat nekat demi dirinya.

“Wei Ying…” Lan Wangji menggeretakkan gigi berusaha menarik Wei Wuxian agar naik bersamanya.

“Lan Zhan! Lepaskan aku. Kau bisa mati!”

Mereka hanya bergantung pada kekuatan tangan kanan Lan Wangji dan Wei Wuxian bergantung pada genggaman tangan kiri pemuda yang lebih tinggi darinya itu. Tubuh mereka sudah bergelantungan. Sedikit saja dilepaskan maka keduanya akan terjun bebas  ke tanah yang berjarak kurang lebih 30 meter di bawah sana. Cukup untuk menghilangkan nyawa mereka berdua.

“Naik…” Lan Wangji berusaha menarik tubuh Wei Wuxian yang sedikit lebih kecil dari tubuhnya. Mereka saling menggenggam sekarang. Wei Wuxian yakin, Lan Wangji sedang berusaha mati-matian mengangkat tubuh mereka berdua. Bahkan genggaman Lan Wangji di tangannya pun sangat kuat, seolah tidak bisa dilepaskan.

Melihat betapa kerasnya Lan Wangji berusaha, membuat hati Wei Wuxian bergetar. Ia tidak mau membawa pria ini dalam masalah.

Sudah cukup.

“Lan Zhan!” Panggil Wei Wuxian yang membuat konsentrasi Lan Wangji untuk menarik mereka sedikit terusik. Pemuda itu menatapnya.

Namun, sepersekian detik setelah itu Wei Wuxian mencium pelan punggung tangan Lan Wangji yang membuat pemuda itu tersentak. Tanpa sengaja genggamannya mengendur.

Wei Wuxian memanfaatkan itu untuk melepaskan diri.

“Terima kasih.” Ucapan tulus itu keluar dari mulut Wei Wuxian sebelum tubuhnya dengan kecepatan penuh meluncur turun.

Wei Wuxian merasakan tekanan angin yang berdesir di seluruh tubuhnya. Terasa menyenangkan dan jantungnya berdesir. Ia bahkan sempat merentangkan tangannya seperti sayap burung yang sedang terbang untuk lebih merasakan perasaan bebas sebelum kematiannya.

Wei Wuxian meninggalkan Lan Wangji yang melihatnya dengan mata melebar. Terlihat bahwa di atas sana Lan Wangji hampir melompat menyusul, namun segera ditahan karena ada sebuah tangan yang menarik tubuh Lan Wangji. 

“WEI WUXIAN!!!” Sebuah teriakan juga terdengar begitu keras di samping Lan Wangji yang pada akhirnya sampai ke telinga Wei Wuxian. Itu suara Jiang Cheng. Sahabat dekat Wei Wuxian yang terlihat tidak kalah terkejut.

Lan XiChen yang memegang tangan Lan Wangji di sisinya, menahan sang adik yang masih ingin terus melompat menyusul Wei Wuxian. Ia juga sedikit terkejut melihat bahwa Wei Wuxian sungguh tidak bisa tertolong oleh tindakan mereka. Kakak tertua Lan menyesal datang terlambat.

Wei Wuxian tidak mempermasalahkannya. Setidaknya sebelum ajal ia bisa melihat wajah orang-orang yang berarti untuknya.

~XXX~

Seorang pemuda yang terlihat manis dengan penampilan sedikit kacau tidak mempedulikan kerumunan di bawah gedung Fakultas Kedokteran itu. Ia tampak berjalan linglung tanpa tahu arah tujuan. Ia bahkan berjalan menuju pintu masuk ke dalam gedung dengan pandangan kosong, mengabaikan teriakan orang-orang hingga sebuah benda keras menghantamnya dari atas.
Sungguh keras karena menimbulkan bunyi berdebum yang memekakkan telinga.

Ternyata tubuh Wei Wuxian menghantam tubuh orang itu. Darah mengucur deras dari kepala masing-masing dan entah berapa tulang yang patah, organ yang hancur, dan segala kelumpuhan yang ada. Darah ada dimana-mana.

Semua orang segera mengerumuninya. Memandang penuh kengerian kejadian tragis yang baru saja terjadi. Tidak ada yang berusaha menolong, malah ada yang memvideokan. Sungguh orang-orang yang tidak punya perasaan.

Lan Wangji menggumamkan nama ‘Wei Ying’ terus-terusan namun tetap ditahan kakaknya. Lan XiChen saat itu sudah menghubungi pihak medis terbaik untuk membawa ambulans segera, mengirim korban kecelakaan sesegera mungkin untuk mendapatkan pertolongan.

“Wei Wuxian… Wei Wuxian…” Segera setelah mereka semua turun dari gedung. Jiang Cheng tampak pucat melihat kondisi sahabatnya yang sungguh parah, bibir dan tubuhnya bergetar. Ia tidak bisa berkata-kata hal lain selain menyebut nama sahabat dekatnya. Hanya mengikuti ambulans yang akan membawa tubuh itu pergi.

Lan QiRen yang mendapatkan laporan kejadian tersebut segera turun ke tempat kejadian perkara. Ia merasa kejadian ini sungguh di luar dugaan. Namun, melihat emosi yang terdapat pada keponakannya dengan tegas ia harus mengambil keputusan.

“XiChen! Bawa adikmu pergi dari sini. Aku sudah menyiapkan tiket pesawat. Tolong atur kepergiannya segera.”
Lan XiChen yang mendengar itu tampak terkejut.

“Paman, aku harus membantu menolong mahasiswa kita yang jatuh itu…” Ia memprotes keputusan pamannya yang tidak masuk akal.

“Wei Ying!” Lan Wangji berteriak lagi penuh kehampaan. Tangannya menggapai udara kosong, matanya memaku kemana tubuh berlumuran darah itu pergi. Lan Wangji seperti kehilangan nyawanya saat itu juga, melihat tubuh lunglai Wei Wuxian bersimbah darah.

“CEPAT LAKUKAN!” Pamannya berucap dengan sungguh-sungguh, tangannya terkepal menyimpan amarah dan rasa sakit melihat ekspresi hampa Lan Wangji. Keponakan kebanggaannya, simbol dari keteladanan tempat ini yang harus begitu merana melihat peristiwa mengerikan di depan matanya. "Paman akan mengurus semuanya." Pria tua itu mungkin juga mengalami tekanan batin terhadap insiden ini, membuktikan kepemimpinannya yang tidak bijaksana.

Lan XiChen tidak punya pilihan selain harus menurutinya. Lan QiRen sudah tidak bisa ditolak jika berbicara dengan suara paling tinggi miliknya.
Pemuda pertama Lan itu kemudian segera membawa Lan Wangji yang memberontak pergi dari tempat kejadian, meskipun adiknya menggapai-gapai mobil ambulans yang membawa tubuh  Wei Wuxian pergi Lan XiChen harus tetap menjauhkannya dari tempat itu. Untuk pertama kalinya Lan XiChen melihat adiknya tidak bisa mengendalikan emosi. Ia yakin, Wei Wuxian adalah sosok yang berharga untuk adiknya.

“Wei Ying…” seru Lan Wangji putus asa.

~XXX~

Waktu kematian pukul 14, 30 menit, 0 detik. Seorang dokter memeriksa jam tangan di lengannya dan memastikan hembusan nafas terakhir dari sang korban.

Jiang Cheng melebarkan mata mendengar kata-kata itu. Mereka sedang berada di ambulans, bahkan beberapa saat setelah tindakan medis, tapi mengapa secepat ini?

“Apa kau bilang? Siapa yang mati?” Jiang Cheng tidak percaya dengan apa yang ia dengar. “Temanku baik-baik saja kan?” Ia menuntut jawaban.

“Maafkan kami. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Dia tidak bisa terselamatkan.” Salah satu dokter itu berucap.

Tidak percaya Jiang Cheng menatap ke arah tim dokter yang katanya terbaik di kota itu. “Kalian bercanda kan? Haha tidak lucu…” Jiang Cheng kemudian melihat ke arah tubuh sahabatnya. “Hei Wei Wuxian… Bangunlah. Mereka pasti bercanda kan. Kau pasti akan bangun dan mengatakan padaku tentang kejutan atau apapun. Kau bodoh sekali jika merasa berhasil menipuku…” Jiang Cheng bicara pada tubuh pucat Wei Wuxian yang wajahnya sudah putih bagai mayat.

Jiang Cheng mencoba memegang tubuh sahabatnya itu. Tubuh hangatnya, mulai mendingin. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. “Ini hanya lelucon murahanmu kan? Ayolah bangun…” Jiang Cheng bahkan menggoncang-goncangkan tubuh itu, tanpa takut tangan dan pakaiannya terkena darah yang belum dibersihkan.

“KALIAN DOKTER KAN!? APA YANG KALIAN LAKUKAN.” Mata nyalang Jiang Cheng sudah beriak ketika melihat dokter yang hanya diam membisu. Tidak menatapnya. “KENAPA DIAM SAJA? DIA BELUM MATI. APA-APAAN INI. JANGAN DILEPAS!” Jiang  Cheng sedikit mendorong perawat yang mulai melepas alat bantu pernafasan.

Jiang Cheng terlihat mulai tidak terkendali. Ia tidak percaya bahwa sahabat yang selama ini selalu bersamanya sejak kecil harus pergi begitu saja. Ia benar-benar tidak harus mempercayainya.

~XXX~

Lan Wangji sudah berada di bandara saat itu. Pandangannya kosong, seperti mayat hidup. Lan XiChen mengantar kepergiannya dengan sedih. Pamannya benar-benar tega dengan membuat keputusan sepihak seperti ini. Senyum di wajah kakak tertua pudar dengan kemuraman karena melihat adiknya yang putus asa.

Saat itu teleponnya berdering. Lan XiChen segera mengangkatnya. Suara bergetar terdengar di seberang. Ia mengenali itu. Kabar selanjutnya yang membuatnya begitu terkejut.

"Si bodoh itu meninggalkanku." Hanya itu yang dikatakan Jiang Cheng di seberang. Selebihnya tidak ada kata-kata apapun lagi.

“A-Yin.. tenanglah..” Lirih suara Lan XiChen mendengar suara isakan kekasihnya di seberang.

Lan XiChen harus segera ke sana untuk menemani dan menenangkan kekasihnya. Ia tahu, Jiang Cheng pasti begitu terguncang. Bunyi pengeras suara yang mengabarkan bahwa penerbangan menuju Massachusetts, Amerika Serikat akan segera diberangkatkan menandakan bahwa Lan Wangji harus segera memasuki pesawatnya untuk take off. Ia  masih harus memberikan salam perpisahan untuk adiknya. Segera setelah memberikan kata-kata menenangkan untuk orang di seberang Lan XiChen menutup teleponnya.

Namun, ia tidak mendapati dimana pun Lan Wangji berada.

Ia lengah. Bahkan kunci mobil yang seharusnya terselip di saku celananya sudah tidak ada. Sejak kapan adiknya pintar mencuri seperti itu?

~XXX~

Lan Wangji sudah menaiki mobil dengan kecepatan penuh. Ia menuju rumah sakit besar Gusu Lan. Ia tahu bahwa Wei Wuxian dibawa ke sana. Ia harus memastikan kondisi pemuda itu dengan mata kepalanya sendiri. Pemuda kedua Lan yang berwajah dingin itu berharap Wei Wuxian terselamatkan.

Namun, ketika ia telah tiba di sana dan bertanya pada perawat mereka malah menunjukkan tempat kamar jenazah sebagai ruang dimana Wei Wuxian berada.

“Tolong check ulang, namanya Wei Wuxian.”

“Dokter muda Lan. Anda bisa mencari Wei Wuxian di kamar jenazah.  Waktu kematiannya sudah diumumkan oleh Dokter Xiao.” Perawat yang mengetahui bahwa Lan Wangji adalah dokter muda yang magang di rumah sakit itu mencoba menjelaskan dengan perlahan. Ia tahu, kondisi Lan Wangji tampak terburu-buru.

Tubuh Lan Wangji benar-benar lemas mengetahui hal itu. Ia berjalan tanpa sadar menuju kamar jenazah yang dimaksud. Saat ia membuka pintu berwarna putih dengan kaca buram itu ia melihat ada banyak mayat di dalam sana, sekitar 6 tubuh. Semuanya diam. Tidak bergerak dan tertutup kain putih.

Tanpa mencari pun mata Lan Wangji sudah melihat papan nama di ranjang yang bertuliskan Wei Wuxian. Seketika hatinya berdenyut nyeri. Ia berjalan tertatih menghampiri sosok yang sedang di pembaringan.

Broken WorldHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin