[1] Harapan

1.3K 50 0
                                    

HARAPAN

Reska POV

Lagi-lagi kupandangi arloji yang melingkar manis di tangan kiriku, jarum jam sudah menunjukkan pukul 15.35 sore. Untuk kesekian kalinya aku hanya bisa mendesah, lebih dari setengah jam sudah aku duduk disini dan sama sekali belum melihat tanda-tanda dia disini. Aku hanya bisa terus-terusan memandangi layar ponselku, berharap akan ada sebuah panggilan masuk atau paling tidak sebuah pesan dari dia, namun ponselku tetap diam tak menunjukkan tanda-tanda sedikitpun.

Kupandangi sekelilingku, taman indah dengan pohon-pohon rindang yang meneduhkan suasana. Tak seperti biasanya, sore ini semua terlihat sepi, bangku-bangku yang berjejer di tengah taman ini kosong hampir tak terisi, hanya ada aku dan seorang nenek yang duduk di bangku putih paling ujung.

Aku memang sudah ada janji dengan seseorang disini. Seseorang yang sangat istimewa, seseorang yang selama 4 tahun ini terus menemaniku dan menjadi orang yang paling mengerti diriku setelah mamaku. Orang yang tau benar tentang sifatku luar dalam.

Orang yang selalu menyediakan telinganya untuk sekedar mendengar curhatan bawelku yang benar-benar tak penting. Orang yang selalu merelakan hatinya untuk selalu mengalah dengan sikap manja dan egoisku selama ini. Orang yang akan menyediakan lengannya untuk kugamit di acara ulang tahun sahabatku maupun di depan banyak orang hanya untuk memamerkannya di depan teman-teman. Orang yang akan selalu menyediakan dirinya di situasi seperti apapun untuk sekedar menemaniku belanja dan ke salon, bahkan dia rela menungguku selama berjam-jam disana tanpa mengeluh sedikitpun walaupun aku tahu dia merasa tidak nyaman.

Dan yang paling membuatku merasa bahwa dia selalu ada untukku adalah, dia akan selalu menyediakan bahunya untuk tempatku bersender di saat aku terpuruk dan jatuh, tempat paling nyaman untuk menumpahkan semua kesedihan dan air mata. Orang yang dengan cepat menghapus air mataku dengan jari-jarinya yang panjang dan memberikan senyuman termanis untuk menguatkanku lalu dengan cepat mengacak rambutku hanya untuk sekedar bisa membuatku kembali tertawa.

Aku tersentak, tiba-tiba semua menjadi gelap, kurasakan telapak tangan seseorang yang menutup kedua mataku. Perlahan kuangkat tanganku, kusentuh dan kugenggam tangan itu. Senyuman terukir di wajahku. Dia. Sebenarnya aku sudah tau kedatangannya lewat aroma tubuhnya yang khas dan menenangkan itu.

“Rafka,” Tebakku yang langsung membuatnya tertawa pelan, tawa yang selama ini telah mengisi hari-hariku saat bersamanya.

“Happy Birthday!” serunya sedetik setelah melepaskan telapak tangannya.

Aku terdiam untuk mencerna kalimat yang secara tiba-tiba ia ucapkan itu, otakku kuusahakan untuk mengingat tanggal berapa sekarang, tanggal 6 Januari. Aku mengerjapkan mataku, ini hari ulang tahunku, dan aku lupa sama sekali tentang hari ini. Aku melupakan hari ulang tahunku sendiri.

Setelah aku teringat, dengan cepat kupasang senyum riaku, aku beranjak dari tempatku duduk dan langsung menubruknya dan memeluknya erat-erat. Rasa nyaman seperti biasa segera  menyambutku, dan lengan kokohnya dengan cepat merangkulku lalu perlahan mengusap punggungku.

“Makasih,” Bisikku tepat di telinganya, kurasakan ia menganggukkan kepalanya dan mempererat pelukannya.

Perlahan, Rafka melepaskan pelukanku namun tangannya yang besar itu masih bertengger manis dipinggangku. Dia  memberi jarak diantara kami agar kami bisa memandang mata satu sama lain. Saling melihat apa yang ada di dalam mata satu sama lain dan menyelami sampai ke dasar.

“Maaf ya, aku udah buat kamu nunggu lama,” Ucapnya dengan penuh penyesalan sambil menatap mataku lekat-lekat.

“Aku sudah nunggu hampir satu jam tau, tapi kamu nggak datang-datang. Kamu lupa?” balasku sambil memasang wajah cemberutku.

Not A Sweet LoveWhere stories live. Discover now