Taeyong menyingkirkan sisa kaca dari jendela. Jendela itu terlalu kecil. Ia tidak bisa keluar melalui jendela itu. Tapi Taehyun  bisa. 

Taeyong menatap putranya. "Kemarilah, sayang." 

Taehyun mendekat dengan bingung. Ia terkejut saat Taeyong menggendongnya kearah jendela.

"Hyunnie harus pergi dari sini terlebih dahulu." ucapnya sambil menuntun Taehyun keluar dari jendela. 

Taeyong bernapas lega saat Taehyun sudah berada di luar.

"Hyunnie harus pergi jauh dari sini, ok? Mommy akan menyusul nanti."

"Hyunnie menunggu disini." Anak lelaki itu keras kepala tidak ingin pergi jauh dari Taeyong.

"Taehyun! Ikuti ucapan mommy!" Taeyong sungguh tidak berniat untuk membentak putranya. Tapi ia harus melakukannya agar putranya menuruti ucapannya. 

Taeyong tidak yakin bisa selamat dari sini. Tapi Taehyun harus selamat. Taehyun harus berada jauh dari bom yang sebentar lagi akan meledak. Biar saja ia mati disini, tapi tidak dengan Taehyun.

Taehyun terlihat berkaca-kaca. Ia dengan berat hati berlari menjauh dari mommynya. Taeyong tidak bisa menahan air matanya. Ia sungguh ingin keluar dengan selamat dan menjalani hari seperti biasa bersama putranya.

"JAEHYUN!"

Teriaknya. Namun hening. Tidak ada jawaban.

"JAEHYUN!" 

Lagi-lagi tidak ada jawaban. Rasa khawatir memenuhi dadanya. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Jaehyun?

"JAEHYUN!"

Ia melirik angka pada kotak dibelakangnya.

01.28

01.27

01.26

Air mata semakin deras membasahi pipinya. Ia takut. Sangat takut. Tubuhnya bergetar. Ia terus memanggil Jaehyun. Berharap lelaki itu bisa mendengarnya lalu menyelamatkannya.

"JAEHYUN!"

'Kumohon, Jae'

.
.

재용

.
.

Jaehyun mengerjap. Samar-samar ia mendengar seseorang memanggilnya. Suara yang familiar. Rasa nyeri menyerang kepalanya. 

Tangannya bisa merasakan rasa lengket pada rambutnya. Ia menatap cairan merah yang membasahi tangannya. 

"JAEHYUN!" 

Lelaki itu memaksa tubuhnya untuk bangkit berdiri. Tangannya memegang dinding disampingnya, menyangga tubuhnya yang terasa berat. Ia berjalan mendekat kearah datangnya suara. Sebuah pintu diujung lorong. 

"JAEHYUN!"

Jaehyun berjuang untuk sampai pada pintu diujung lorong. Suara itu terus memanggilnya. Suara Taeyongnya.

Setelah sampai didepan pintu, tubuhnya roboh. Jaehyun duduk bersandar pada pintu. Tangannya memukul pintu dengan sisa tenaga yang dimilinya.

"Taeyong." Ia berusaha mengeluarkan suaranya sekeras mungkin.

"Jae? Apa itu kau? Kau baik-baik saja?" Bahkan telinganya bisa mendengar dengan jelas nada khawatir dalam suaranya.

"Ya, aku baik." Jaehyun menyandarkan tubuhnya pada pintu.

Taeyong bisa mendengar suara Jaehyun yang lemah. Dadanya terasa sakit mendengar suara Jaehyun. Ia yakin bahwa lelaki itu pasti sedang terluka.

"Jae, kau harus keluar dari sini. Bom nya akan meledak." Taeyong menempelkan kepalanya pada pintu. Ia sudah pasrah pada keadaannya.

"Bom?"

"Ya, Mingyu menghadiahiku sebuah bom sebelum pergi." Tawa getir menutup ucapannya.

Jaehyun mengepalkan tangannya. Ternyata benar, ini semua ulah Mingyu.

Lelaki tampan itu memaksa tubuhnya menghadap pintu. Tangannya memukul pintu beberapa kali.

"Dengarkan aku,"

Taeyong tersentak. Ia bisa mendengar suara Jaehyun dengan jelas.

"Kita harus keluar bersama. Sekarang bantu aku mematikan bomnya." Jaehyun memaksakan tenaganya untuk bicara lebih keras agar bisa didengar oleh Taeyong. 

"Bagaimana caranya?" 

Jaehyun mengingat-ingat sesuatu yang pernah diajarkan teman kuliahnya dulu. Hal pertama yang dilakukan adalah membuka kotak itu.

"Buka kotak itu"

Taeyong menatap kotak itu sebentar. 

01.02

01.01

01.00

Dengan tangan gemetar, Taeyong membuka kotak itu. Didalamnya terdapat kabel rumit yang sama sekali tidak ia mengerti. Kabel itu hanya terdiri dari dua warna hitam dan merah.

"Apa selanjutnya?"

"Kita harus memotong salah satu kabel." Jaehyun berpikir keras kabel mana yang akan dipotong.

"Baiklah. Aku punya gunting."

"Aku tidak tau yang mana yang harus dipotong." Jaehyun membenturkan kepalanya pada pintu.

"Tersisa lima puluh detik." ucap Taeyong. Ia tidak bisa menghilangkan nada getir dalam suaranya.

Jaehyun semakin panik. Ia sungguh tidak tau mana yang harus dipotong.

"Jae?" panggil Taeyong.

"Hm?" Jaehyun yang masih kalut, berusaha mengingat informasi yang mungkin terlewat. Panik menguasainya. Ia tidak ingin berakhir seperti ini. 

"Happy Birthday, Jae." 

Jaehyun tersentak. Ia bahkan melupakan hari ulang tahunnya. Senyum getir terukir di bibirnya.

'Jadi apa ini hadiah ulang tahunku? Akhir dari cerita kita?'

END

.

.

.

Eh, salah

.

TBC

Halooo.. 

Chapter depan final ya.

Ini chapter terpanjang. 2k lebih. Semoga ga bosen wkwk.

Well, semoga endingnya tidak mengecewakan ya.

THANK YOU💕

Once Again (Jaeyong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang