1| Sebut Saja Kinan

848 92 2
                                    

Jakarta, 5 Juli 2019

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jakarta, 5 Juli 2019

              "Iya mah, tadi dianterin Medi kesini. Apa? Iya udah ketemu Tante Wid tadi dibawah, Kinan udah didalem kosan—adem kok tempatnya, sesuai ekspetasi."

Dengan ponsel tercepit diperpotongan leher dan bahunya, Ia menggotong satu persatu kardus-kardus dari bibir pintu. Ia tak sendiri, ada Medi yang membantunya kali ini—tampak tengah berkutat dengan rakitan meja belajar yang setelahnya disambung dengan bunyi bising dari bor. Sesuai janji pemuda itu, Ia datang menjemputnya di stasiun pagi tadi dan masih menetap disini untuk membantunya.

"Iya...aku matiin dulu deh ya? Nanti Kinan telpon lagi. Oke-oke i love you too."

Kinan menghela nafas pelan, menaruh asal ponselnya kemudian duduk pada bibir ranjang. Memandangi Medi yang tampak akan selesai dengan urusannya, Ia bersuara."Buat dua bulan kedepan kayaknya gue masih belum dikasih kendaraan."

"Gojek Nan."sahut Medi asal.

Kinan merengut,"Gue tuh pendatang baru disini!"

Setelahnya hanya tawa Medi yang mengudara, mengibas tangannya yang dipenuhi debu lalu berdiri."Kalau butuh sesuatu telepon aja, rumah gue gak jauh dari sini—nih, mejanya udah beres."dagunya menuding meja setengah badannya itu, mendorongnya sedikit hingga bersinggungan dengan dinding."Ada yang mau dibantuin lagi?"

Kinan menggeleng cepat."Enggak ada, eh tapi bentar. Ini mama nitip sesuatu."

Setelahnya beranjak, menarik salah satu kardus yang ditimpa menjadi satu disudut ruangan. Memperlihatkan tumpukan toples mika berisi kue kering buatan mama yang memang sengaja gadis itu bawa dari Bandung sebagai buah tangan untuk tetangganya nanti. Ada delapan toples, salah satunya akan Ia berikan pada Medi.

"Buset banyak amat, buat gue semua?"Ia memandang isi kardus itu dengan tatapan terperangah.

"Enggak lah, buat tetangga nanti. Nih, buat lo. Salamin ya ke ibu, besok gue mampir deh sekarang masih beres-beres nih."

"Yaudah, gue pamit ya. Inget, jangan sungkan minta tolong."ada penekanan diucapan terakhirnya, memperingati Kinan sembari memasang sendalnya.

"Iyaa, udah sana pulang."

Lekas pemuda itu beranjak setelah memberi satu lambaian pads Kinan sebelum akhirnya menutup pintu. Kini Ia seorang diri, tengah membangun lamunan seputar apa yang akan Ia lakukan setelah ini?

Obsidiannya mengitari seisi ruangan. Ruangan kos-kosan ekslusif milik tante Widya—kerabat jauh mama—yang kebetulan berada tak jauh dari kampus, jelas mempermudah mobilitasnya nanti. Sesuai ucapannya lima menit lalu ditelepon, ruangan sebesar 12x8 meter itu sangat nyaman. Polesan cat putih gading pada setiap sisi ruangan menambah kesan hangat, ada beberapa perabotan didalamnya. Satu buah dipan beserta kasur, nakas kecil, satu lemari yang menyatu dengan rak setinggi dua meter, dan televisi disudut dinding. Ini luar biasa.

EKSTASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang