Pak Sudana berjalan dengan tenang ke arah meja di kamar setelah itu dia kemudian mengambil tasnya, membuka tas tersebut dan mengambil handphone kecil yang tak pernah dikeluarkannya kecuali memang ada hal penting yang harus disampaikan atau dikerjakan oleh orang-orang kepercayaannya.

Yang pertama ditelepon olehnya adalah Yoga.

"Ke lokasi dan monitor disekitaran. Tunggu perintah."

"Siap, Pak Sudana. Segera meluncur."

Yang kedua ditelepon olehnya adalah Ujang.

"Ke lokasi dan monitor disekitaran. Tunggu perintah."

"Siap. Pak. Saya jalan sekarang."

Yoga dan Ujang keluar pada saat yang bersamaan. Satu dari pintu pavilion dan satu lagi dari pintu rumah utama keduanya saling mengangguk dan kemudian berjalan bersamaan tanpa percakapan ke arah pintu gerbang.

Ujang kemudian menyalakan motornya dan setelah itu Yoga naik dibelakangnya dan mereka melaju menuju rumah dimana Pak Sudana sedang menjadi jebakan.

Begitu banyak yang ingin ditanyakan Ujang pada Yoga tapi disatu sisi ada perasaannya yang mengatakan untuk tidak banyak bertanya karena pada akhirnya akan menimbulkan sakit hati.

Di sisi lain Yoga begitu sungkan, terkadang dia ingin bertanya tentang Dimas pada Ujang tapi disatu sisi dia tak mau hubungannya dengan Ujang menjadi tidak baik karena bahan obrolan atau pertanyaannya itu.

Sesampai di posisi yang telah ditentukan untuk menjadi tempat memonitor sekitaran. Yoga kemudian berjalan dengan tenang menuju ke warung Indomie tepat didepan rumah warisan orang tua Bu Wira. Sementara itu Ujang berjalan ke ujung jalan sambil menyalakan rokok dan seolah olah sedang memainkan telepon tangannya.

Di warung indomie tersebut Yoga bertemu dengan Mas Min yang hanya menatapnya penuh arti dan kemudian Yoga segera berkata kepada penjaga warung memesan indomie dan segelas teh tawar. Mas Min kemudian berdiri, membayar pesanan dan pergi keluar warung indomie itu lalu setelah itu dia berjalan ke ujung jalan satunya lagi berlawanan dengan tempat Ujang yang juga sedang memonitor keadaan.

Tak lama tampak dua motor memasuki jalan tersebut lalu berhenti tepat di depan rumah warisan orang tua Bu Wira. Satu motor dikendarai sendiri dan satu motor lagi dua orang berboncengan. Tiga orang tersebut kemudian membuka pintu pagar dan setelah itu berurutan masuk ke dalam, motornya ditinggalkan di luar didepan pintu pagar. Mereka tampak berjalan menuju arah bagian paling belakang dari rumah tersebut.

Satu orang kemudian membuka pintu, lalu menoleh ke arah temannya dibelakangnya dengan heran, lalu dia menyalakan lampu kamar. Tampak kamar dalam keadaan kosong, photo-photo Sudana masih terlihat di meja tersebut. Satu orang lain kemudian membereskan photo photo itu dan memasukkannya ke kantong jaketnya setelah itu ia memberi isyarat kepada kedua temannya untuk naik ke atas. Tiga orang itu beriringan lagi memasuki rumah utama via dapur dan kemudian berjingkat menaiki tangga.

Sesampai di depan kamar yang ada Pak Sudana didalamnya, ketiga orang tersebut mendengar suara jeritan jeritan kecil dari dalam kamar.

"Aaahhh .... Mass .. Aaahh .. Paak Sayaanggg .. Aahhh ... Udaaahhh .. Aaahhh .. Aaahhh .. "

"Dieeemm Bhuuu .. Anjeeenggghhh .. Memeeek ibu enaaakk ... Aaahh anjeeengggg angeettthhh ... Rasain kontol bapaaakkhh .. Heeuhhh .. "

Ketiga orang tersebut terdiam sesaat, jantung mereka bertiga berdegup kencang lalu sama-sama saling melihat. Ketiganya mengangguk hampir berbarengan lalu berjalan perlahan turun kembali.

Sementara itu di kamar tersebut, Pak Sudana masih memainkan rekaman suara di telepon tangannya. Bibirnya tersenyum. Dari balik jendela kamar disingkapnya sedikit dan dilihatnya ketiga orang yang berbalik badan dan menuruni tangga.

Setelah membereskan Wisnu, Pak Sudana menyadari bahwa pasti anak buahnya akan mencari boss-nya, Pak Sudana sudah menduga bahwa Wisnu adalah pimpinannya. Keyakinannya bertambah setelah meilihat tiga orang yang tadi dilihatnya didepan pintu kamar, dua dari orang tersebut adalah mantan petugas keamanannya pada saat dulu Wisnu juga bertugas di perusahaan tempat Pak Sudana bekerja.

Pak Sudana kemudian mengirimkan pesan pada 4 anak buah kepercayaannya. Pesan yang sama.

"Tikus got sudah beres. Selesaikan tiga curut."

Yoga, Ujang dan Mas Min setelah menerima pesan tersebut lalu bergerak.

Dimas terbangun, jam menunjukkan pukul 4 pagi. Dia kemudian berjalan keluar, dilihatnya ruang tamu kosong dan tas serta sepatu Yoga tak ada. Dia kemudian kembali masuk ke dalam kamar, dilihatnya lampu telepon tangannya berkedip kedip. Ada pesan masuk. Dibukanya pesan tersebut.

"Beb, ke kantor dulu, gantiin jaga Luthfi, dia ada perlu mendadak ada keluarganya yang sakit."

Dimas tersenyum lalu setelah itu melemparkan telepon tangannya ke kasur lalu dia ke kamar mandi didalam kamarnya. Kencing.

Asep, salah satu anak buah Pak Sudana yang sedang stand by di rumah utama membaca pesan yang disampaikan oleh Pak Sudana. Dia lalu menyalakan rokok. Dia tidak ikut karena sesuai dengan perintah Pak Sudana bahwa rumah utama tidak boleh kosong, harus ada yang stand by untuk mengantisipasi jika terjadi sesuatu dan membutuhkan bala bantuan.

Asep kemudian mengirimkan pesan kepada jaringannya.

"Berjaga. Gerakan rek dimulai. Aya di posisi masing-masing. Tong sare."

Setelah itu Asep kemudian mengisap kembali rokok yang tadi dinyalakannya yang diletakkannya di asbak di samping tempat tidur.

Entah kenapa dipikirannya terngiang-ngiang suara desahan Dimas dan lenguhan-lenguhannya. Asep kemudian memainkan tangannya ke putingnya, dipelintirnya putingnya itu lalu setelah itu disentuhnya kontolnya dan dikocoknya perlahan.

"Sssshh .. Aaahh .. Teruush teeehhh iseeepphh teeeh .. Iseeep kontol Aseph .. Aaahh .. Ssshh .. Aaah badan teteh seksi pisaaan .. Aaahh .. Ssshh ... "

Asep terus memainkan tangannya diputingnya dan di kontolnya. Lalu dimatikannya rokoknya. Setelah itu satu tangannya memainkan putingnya dan satu tangannya lagi mengocok kontolnya.

"Ooohh teeeehh ... Diewe sama Asep yaa ... Aaaahh .. sssshhh .. Asep pengennn ngewee teteeehh .. Aaahh dibikin enakkhh sama Aseepphh ... Sssssh ... "

Kocokannya semakin lama semakin cepat. Badan Asep berkeringat.

"Jilaatth teeehh .. Aaahh jilaatt keringaatthh Aseepp teehh ... Aaahh .. Aaahh ngangkaaangg teeeh .. Eeuuh Asep masukin yaaa .. Aaah .. teeeh memek teeteeeh enaaakkhh ... Aaah .. Aaahh .. Aseeep neneen yaa teeeh ... Sssshh ... Ssshhhh .. "

"Dieeemm teeehh .. Aaahh .. Jangaan ngaronta ronta atuuhh enaaakkh paaann ... Aaahh ... Aaahh .. Teeeehh memeknya legiitth pisaaaannn ... "

Semakin lama semakin cepat kocokannya dan akhirnya Asep klimaks.

"Eeeuuuhh anjinggggghhh ngeweeeeehhh teeetteeeh enaaakkhh ..... Pejuuuu Aseeeppp buaattth teteeehh .. Aaaahhhhhhh ... Bucaaattt teeehhh .. Aseepphh keluaarrrhhh ... AARRGGGHHH"

Kontol Asep menyemburkan air mani berulang ulang. Tampak membasahi dada dan perutnya. Setelah menarik napas beberapa kali, tanpa membersihkan air mani di badannya, Asep kemudian duduk, mengambil rokok, menyalakannya dan kemudian menghisapnya dalam-dalam.

'Gimana yaa carana supaya bisa ngewe si Kang Dimas. Enak sigana ngewe dia.'


SUDANAWhere stories live. Discover now