20. Ingin menyerah

Start from the beginning
                                    

El membuka pintu mobilnya dengan senyum lebar menghias wajah, Valeraine yang sedang bermain di halaman menyadari kedatangan laki-laki yang dipanggilnya sebagai Daddy itu dan bergegas berlari dan melompat ke pelukan El.

“Sudah mandi Sayang?” tanya El seraya memperhatikan wajah gadis kecil yang merupakan duplikasi sempurna sang ibu.

“Sudah Dad, tapi Vale belum makan.”

“Hum … pinternya kesayangan Daddy, tapi kok belum makan?”

“Mommy suruh Vale habisin sayur brokoli, Vale nggak suka,” gadis kecil itu mengadu sambil memasang wajah cemberutnya yang menggemaskan, membuat El tidak sanggup menahan diri untuk tidak memberi satu kecupan singkat di pipinya yang tembam.

“Dad juga nggak suka brokoli, tapi Dad tetap makan sayur yang lain … Valeraine kesayangannya Daddy juga harus makan sayur loh.”

“Oke! Asal bukan sayur brokoli tapi,” El tertawa gemas, puterinya ini sungguh mirip Luna, ahli bernegosiasi bahkan sejak balita.

“Oh iya Mommy mana? Kok Vale main cuma sama Tante Risa?”

“Mommy lagi kerja,” Vale menunjuk kearah dalam rumah. “Kata Tante Risa, Vale nggak boleh ganggu.”

“Mbak Luna lagi meeting sama Pak Marshel, Pak Aga sama Pak Ezra, Mas,” Risa menjelaskan tanpa diminta. “Sudah dari jam tiga tadi, tapi sepertinya masih belum selesai.”

Mata El menyipit mendengar penjelasan itu. Dia tahu totalitas Luna saat sedang mengerjakan sesuatu, dan dirinya suka sikap serius Luna saat bekerja, tetapi  El merasa tidak benar kalau demi pekerjaannya Luna sampai mengurangi waktu bersama Vale.

“Apa hari ini sudah ada calon pengasuh yang datang ke sini?” kembali El bertanya.
“Belum ada Mas.”

El menghela nafas panjang dengan berat, tatapannya kembali teralih kearah Valeraine, “Vale kamu sudah pernah makan selat solo nggak?”

“Selat?” ulang Vale heran. “Selat itu apa Dad?”

El tersenyum, “makanan khas Solo, Sayang … ada kentang goreng, wortel, buncis, telur, terus disiram pakai kuah kaldu sapi pokoknya enak deh.”

“Oh!”

“Kita makan selat solo yuk?” ajakan El langsung ditanggapi Vale dengan anggukan.

“Tapi Mas, Mbak Luna pesan kalau Vale nggak boleh kemana-mana,” Risa memperingatkan ragu-ragu.

“Dia nggak akan marah,” dengan yakin El memberi jaminan. “Yok kamu juga ikut aja deh,” ajakan El membuat Risa membelalakkan mata kaget.

“Sekalian ajak Deryl sama Ikhsan juga,” El mengeluarkan ponsel dari sakunya, mengetik pesan singkat yang pastinya akan langsung diterima Luna. “Mulai sekarang kita harus membiasakan Vale makan sayur-sayuran jadi kita harus temani Vale makan sayur.” Vale mengangguk senang. Risa memanggil dua pengawal Luna untuk turut serta, tetapi cuma Ikhsan yang bersedia ikut bersama mereka.

Mobil El baru masuk ke dalam area parkir resto saat ponselnya berbunyi, lelaki itu cepat mengangkatnya karena itu panggilan dari Luna.

“Kata Deryl kalian pergi makan selat solo?”

“Nggak terlalu jauh dari rumah kamu Luv, begitu Vale selesai makan kami segera pulang.”

“Seharusnya nggak perlu repot-repot makan di tempat, kalian bisa pesan saja kan … jadi kamu nggak harus membawa Vale keluar.”

“Nggak masalah aku suka menghabiskan waktu bersama Vale.”

“Baru beberapa hari yang lalu kita menjadi berita di akun gosip, El. Aku cuma nggak ingin Vale terlalu banyak di-ekspos oleh media.”

Pelangi Tengah MalamWhere stories live. Discover now