20. Ingin menyerah

Mulai dari awal
                                    

Marshel mendengus keras tapi bibirnya membentuk senyum geli tertahan, “jadi ini lebih seperti usaha CEO kita untuk menunjukkan pada pemerintah kalau TIV sedang ngambek!”

Dalam kondisi normal komentar itu tidak sepantasnya ditujukan pada CEO TIV, akan tetapi tentu saja dalam keadaan santai Marshel tidak akan menahan diri untuk mengomentari apapun yang ingin dikatakannya.

“Apa yang kamu harapkan dengan melakukan efisiensi! Apa kamu ingin pemerintah benar-benar melakukan ancamannya untuk menaikkan pajak tembakau impor sekaligus mengenakan cukai lebih mahal 30 persen pada rokok berbahan baku impor?”

Luna menggeleng tegas, “kita semua tahu kalau itu bukan ide yang bagus meskipun hanya 30 persen tapi rokok putih dan sigaret LTN tetap menyerap bahan baku lokal, hanya saja kita perlu membuat mereka mengendurkan kewaspadaan mereka terhadap kita saat isu ini mulai dibahas.”

“Dan tujuanmu yang sebenarnya apa?” desak Marshel dengan ingin tahu, sementara dua rekannya hanya mampu menatap atasan langsung mereka dengan beragam spekulasi di benak masing-masing.

Luna tidak dapat mengakui kebenaran pada bawahannya, tapi goyahnya kepercayaan dewan komisaris Halatara terhadap CEO mereka adalah apa yang diincarnya. Waktunya tinggal sedikit, dia harus bergegas mendapatkan El dan mendiversifikasi bisnis TIV.

“Halatara dan juga APT harus tahu kalau bahkan jika aku memotong tanganku sendiri dan membawa TIV ke titik nadir bisnis tembakau … maka mereka terpaksa harus mengikuti.”

Senyum Luna yang tenang usai mengatakan itu anehnya mendatangkan rasa dingin di tulang belakang ketiga lelaki dihadapannya. Sama sekali tidak menyangka kalau CEO yang sempat mereka ragukan kemampuannya ternyata memiliki pemikiran setajam pedang damaskus, dan itu semakin membuat mereka menaruh rasa hormat yang mendalam pada Luna.

“Jadi setelah berbagai pemanasan itu … akhirnya kita benar-benar akan masuk ke dalam fase business war?” tebak Marshel antusias.

Luna menggeleng pelan. Ketimbang perang bisnis apa yang akan dilakukannya lebih seperti usaha untuk menyelamatkan diri. Ini akan mengguncang stabilitas industri rokok dalam skala luas dan TIV dalam skala yang lebih kecil, tetapi dia harus melakukannya sekarang sebelum semuanya terlanjur memburuk.

“Untuk itu aku punya tugas untuk kalian, yang pertama Aga harus membuat penawaran yang menarik untuk karyawan yang bersedia pensiun dini atau mengundurkan diri dengan sukarela … tawarkan program pembinaan, permodalan dan mitra kerja untuk karyawan yang tertarik memulai usaha.

Ezra, sebagai direktur umum perintahkan tim purchasing untuk membentuk unit baru yang bertugas melakukan pembelian hasil tanaman buah berlebih milik karyawan dan warga penerima program penghijauan tanaman buah … bukankah selama dua puluh tahun ini program penghijauan kota dengan pohon buah mangga, alpukat dan sirsak yang diberikan secara cuma-cuma oleh perusahaan tampaknya sudah berhasil, masyarakat dan eks karyawan TIV bisa mendapat pemasukan dari menjual buah-buahan mereka.”

Tatapan Luna kemudian teralih pada Marshel, “Sebenarnya ini bukan tugasmu tapi aku ingin kau menunjuk salah satu orang kepercayaanmu untuk melakukan penawaran kerjasama dengan jaringan toserba dan pengelola pasar daring khusus untuk penjualan lakukan apapun yang bisa kita lakukan untuk tetap membuat karyawan yang memilih efisiensi tetap berada dalam taraf hidup seperti saat mereka masih bekerja untuk TIV, mulai sekarang kita harus membuat banyak orang menggantungkan hidup terhadap industri tembakau melirik sektor lain."

Keputusan sudah diambil dan Luna tidak punya pilihan selain terus maju dengan rencananya.

"Dan jangan lupa … ini harus berhasil,” tambahnya penuh keyakinan.
 
*****

Pelangi Tengah MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang