"Kata Pak Sudana kamu anak basket yaa?"

Yoga tertawa.

"Iyaa, pak, Pak Sudana itu sudah kayak keluarga sendiri, sudah kayak kakak. Dia banyak nolong Yoga selama ini makanya Yoga itu paling sungkan kalo Pak Sudana minta tolong dan Yoga ngga bisa, ngga enak ati jadinya. Apalagi ditambah sekarang kata Pak Sudana Yoga harus jagain bapak."

"Jagain saya?"

"Iyaa, katanya bapak itu ngga boleh ditinggalin sedikit pun. Ada ada aja Pak Sudana itu."

Gantian Dimas yang tertawa.

"Kamu udah punya pacar belum?"

"Eh gimana, Pak?"

"Saya tanya kamu udah punya pacar belum?"

Yoga tertawa.

"Mana ada yang mau sama saya, Pak? Jelek begini. Mana cuman satpam lagi kerjaannya. Dulu pernah pacaran terus begitu tahu saya kerja satpam dia minta putus katanya dia nyari yang mapan."

"Eeeh jangan ngerendahin diri sendiri. Satpam juga pekerjaan mulia kok, yang penting kamu kerja bener dan halal lagian juga masih muda kan kamu itu, cari pengalamanlah yang banyak. Cewek mah nanti juga ketemu jodohnya kok."

Yoga terdiam sesaat. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu.

"Kenapa, Mas Yog? Mau tanya apa? Tampangnya kayaknya mau tanya sesuatu."

"Boleh, Pak?"

"Boleh."

"Tapi takut bapak marah."

"Kenapa? Emang mau tanya apa, Mas Yog?"

"Gini, mau tanya. Bapak udah lama tinggal sama Pak Sudana. Bapak nyaman yaa?"

"Maksudnya nyaman?"

"Iyaa, nyaman dengan hubungan bapak sama Pak Sudana. Kayaknya itu ngeliat bapak dan Pak Sudana itu kayak yang senang terus, bahagia terus."

Dimas tersenyum, ternyata diam-diam Yoga memperhatikan hubungannya dengan Pak Sudana. Dimas sama sekali tidak berkeberatan Yoga tahu hubungannya dengan Pak Sudana karena Pak Sudana sudah menjamin bahwa rahasia ditangan Yoga itu akan aman.

"Tidak selalu senang kok, kadang ada cekcoknya, kadang ada pertentangan dan perdebatan. Tapi kita berusaha untuk menyelesaikannya dengan baik. Saling mengisilah istilahnya. Tapi Mas Yog juga tahu kan bahwa hubungan saya dan Pak Sudana itu hubungan seperti apa?"

Yoga mengangguk.

"Saya juga tahu dulunya Pak Sudana siapa dan kenapa bisa jadi seperti sekarang. Mungkin factor nyaman yang membuat Pak Sudana mau menjalin hubungan dengan saya, saya ngga tau apakah jika laki-laki lain Pak Sudana mau dan bisa karena saya adalah laki-laki pertama yang Pak Sudana sayang dan cinta katanya secara special."

Dimas kemudian tertawa mengingat kata-katanya sendiri barusan. Yoga pun ikut tertawa kemudian menarik napas panjang.

"Saya juga rela sih, Pak, kalo misalnya ada laki-laki kayak bapak dan mau menjalin hubungan dengan saya soalnya saya lihat bapak itu sabar dan beneran perhatian kayak, maaf yaa, pak, kayak istri beneran gitu."

Gantian kali ini Dimas yang menarik napas panjang. Dia berdiri dari kursinya kemudian dia berjalan ke arah Yoga dan setelah itu dia duduk diatas meja menghadap ke Yoga yang duduk di kursi.

"Mas Yog, sejauh ini Mas Yog merasa gimana? Masih suka kan sama perempuan? Masih merasa geli atau gimana gitu ngebayangin ada laki laki sama laki laki punya hubungan khusus? Iya kan? Naah, mendingan Mas Yog tetap dijalurnya. Itu lebih baik. Saya bukan menyesali dengan hidup saya seperti ini dalam artian saya adalah pecinta laki-laki. Saya bersyukur dengan hidup yang saya punya karena Tuhan pasti punya rencana-Nya sendiri. Saya hanya ngga mau orang-orang kayak Mas Yog kemudian berpindah haluan atau katakanlah menjadi biseks karena melihat hubungan yang saya miliki misalnya kayaknya enak. Tetap jadi Mas Yog yang suka perempuan. Itu lebih baik, Mas."

Yoga menatap Dimas tak berkedip sambil mendengarkan semua perkataan yang baru saja dikatakan oleh Dimas, sementara Dimas sendiri terheran-heran dengan dirinya yang bisa mengoceh panjang lebar.

Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, Dimas kemudian buru-buru membereskan meja kerjanya dan segera mengambil tasnya dan turun. Sesampainya dibawah dilihatnya Pak Sudana sudah berada di ruang security sedang briefing para security shift malam.

Dimas kemudian masuk ke dalam mobilnya dan dipanaskannya mobilnya sebentar, sambil memanaskan mobil dia membuka telepon tangannya dan dilihatnya di whatsapp ada pesan dari Pak Sudana yang mengatakan bahwa malam ini Yoga akan kembali menginap di pavilion. Dimas tersenyum dan segera menjawab pesan tersebut. 5 menit kemudian tampak mobil Dimas melesat meninggalkan area perkantoran membelah kota menuju rumahnya.

Dimas masuk ke dalam rumah, dinyalakannya lampu-lampu lalu dinyalakannya ac ruang tamu. Yoga tampak sedang mengunci pintu gerbang dan tak lama kemudian dia sudah berada di dalam rumah juga.

"Mas Yog, saya mau mandi terus istirahat yaa, kalo mau makan atau mau bikin kopi, kan Mas Yog udah apal yaa semuanya yang di rumah ini."

Yoga menganggukkan kepalanya.

Dimas kemudian masuk ke dalam kamarnya. Dinyalakannya lampu tidur lalu dinyalakannya ac kamarnya setelah itu dia membuka sepatu dan masuk ke dalam kamar mandi. Dibukanya bajunya semua setelah itu ia berjalan ke arah shower dan dinyalakannya kran showernya.

Setelah beberapa saat menyiram badannya dengan air hangat dari shower tiba-tiba air showernya mati. Dimas panik, diputar putarnya kran showernya ke kiri dan ke kanan.

'Aduh, ini kayaknya pompanya lupa dinyalain pasti tadi sama abang.'

Dimas kemudian melilitkan handuk dipinggangnya dan berjalan keluar kamar mandi. Dari pintu kamarnya dia memanggil Yoga.

Yoga kemudian datang, Dimas meminta tolong untuk menyalakan pompa.

"Mas Yog, tolong nyalain pompa dong, colokannya di dapur didekat pintu kamar mandi."

Yoga kemudian bergegas ke dapur, Dimas kembali ke kamar mandi dan menutup keran showernya. Tak lama kemudian Yoga masuk ke kamar mandi Dimas.

"Aduuh, Pak, maaf saya tadi mengetuk ngga ada jawaban. Pompa sudah saya nyalakan."

Dimas kemudian membuka kran showernya tersebut. Tak ada air keluar.

Yoga kemudian berjalan ke shower, Dimas minggir, Yoga lalu menyalakan kran shower tersebut, diputar ke kiri ke kanan, tetap tak ada air yang keluar, Yoga kemudian menengadahkan kepalanya melihat ke shower sambil terus membuka tutup keran. Tak lama kemudian air keluar tiba-tiba, membasahi mukanya yang sedang melihat keatas itu, lalu membasahi kaos dan celana boxer yang dipakainya.

Dimas tertawa.

Dimas berjalan menghampiri Yoga dan kemudian mematikan keran tersebut. Beberapa saat Dimas tertegun, putingnya Yoga tampak tercetak jelas di kaos oblong putih yang dipakainya, bentukan badannya yang terpahat bagus itu pun tercetak jelas. Dimas menelan ludah.

Sementara Yoga pun tertegun melihat tubuh Dimas yang setengah telanjang. Putih, bersih dan badannya seperti badan perempuan, padat berisi.

Lalu keduanya saling menatap. Yoga sadar duluan.

"Eh, Pak, aduh ini basah jadinya. Airnya sudah jalan, silakan teruskan mandinya, Pak."

Dimas mengangguk.

Yoga entah sadar atau tidak membuka kaosnya yang basah itu, tampak semakin nyata didepan Dimas badan Yoga yang sempurna. Kalau saja tidak bisa menahan diri, Dimas pasti sudah langsung menyerbu putting hitam yang tampak menonjol dan keras.

"Aduuh, maaf, pak, ngga sopan saya. Mari, pak, saya keringkan badan dulu, saya ijin ke kamar mandi belakang."

Lagi-lagi Dimas mengangguk.

Tak lama kemudian Yoga berlalu dan keluar dari kamar mandi, Dimas kemudian melepaskan handuknya dan menyalakan keran shower dan kemudian melanjutkan mandinya.

Yang tidak disadari oleh Dimas adalah ternyata Yoga tidak langsung keluar kamar, dia kemudian mengintip kembali ke kamar mandi dan kontolnya yang tadi lemas mendadak setengah berdiri karena melihat tubuh Dimas yang sudah benar-benar telanjang.

'Anjing .. itu badan putih bener yaak.'

Yoga meremas kontolnya sendiri. Sempurna kontol itu berdiri sekarang.


SUDANAWhere stories live. Discover now