Dimas Van Dijk : Kagum Edisi Revisi

11.2K 240 22
                                    

Cerita ini terinspirasi dari Novel Risa Sarawati yang berjudul Ivanna Van Dijk dan mengambil beberapa fakta sejarah yang berupa sumber sekunder yang ada disana..
So Enjoy it...
.
.
.

Keluarga Van Dijk memang terkenal akan kesempurnaan wajahnya dan kecerdasannya. Salah satunya adalah Dimas Van Dijk. Dimas merupakan anak bungsu dari keluarga Van Dijk. Beberapa hari ini namanya  terus terngiang-ngiang dikepalaku. Bagaimana tidak,  rambut cokelatnya yang indah,kulit putih pucat yang begitu menawan serta mata biru yang membius, membuat para wanita mengaguminya secara diam-diam dan laki- laki menatap penuh iri kepadanya.Dan pasti aku juga begitu, tertarik pada sosok laki-laki keturunan Belanda itu.

Ayahnya, Peeter Van Dijk begitu dekat dengan inlander sehingga memutuskan menamai putranya sendiri dengan nama untuk kaum inlander . Dimas yang berarti senja yang indah. Namun orang Belanda enggan mau mengerti arti nama tersebut yang sesungguhnya memiliki arti yang begitu indah  sama seperti pemiliknya. Nama yang dikemudian hari menjadi hal yang begitu disesali oleh Peeter . 

Aku begitu mengagumi sosok Dimas. Ah... tidak aku menyukainya. Tahu kan perbedaan keduanya? Yup rasa kagum bisa menguap seiring dengan berjalannya waktu. Sementara suka kemungkinan besar mengarah pada rasa antara perempuan dan laki-laki. Kalian  boleh mengatakan aku gila. Tetapi aku memang benar-benar tergila-gila pada bocah Belanda pendiam yang dijauhi temannya itu.  Bocah yang memiliki takdir buruk berumur pendek karena menyukai seorang gadis. Oh what? C'mon adakah hal yang lebih gila dari ini.

Betapa kesalnya aku saat Dimas menyukai Elizabeth Brouwer Anak petinggi militer Rudolf Brouwer. Yang menurut Ivanna adalah seorang gadis cantik namun begitu angkuh. Gadis yang takut- takut berteman dengannya hanya karena namanya yang seperti nama inlander .Gadis yang menjadi penyebab kehancuran keluarga Van Dijk. Dan yang menjadi penyebab kematian Dimas sendiri .Ya... Dimas Van Dijk telah mati, bahkan telah bertahun-tahun lamanya kejadian pilu itu terjadi saat, bangsa mereka masih berkeliaran di bumi Nusantara. Dimas mati karena disekap oleh keluarga Brouwer, disiksa tanpa diberi makan dan kemudian mati perlahan- lahan.

Semua itu berawal dari Nama yang diberikan Peeter Van Dijk pada putra bungsunya itu. Nama itu yang menyebabkan dia kucilkan oleh bangsanya. Tidak ada siapapun yang mau berteman dengannya.  Dimas diperlakukan buruk disekolahnya hingga Elizabeth datang dan benih- benih cinta itu muncul. Aku benci mengakuinya tetapi Dimas dan Elizabeth saling mencintai satu sama lain. Namun Elizabeth enggan mengakuinya, dia takut akan pandangan orang jika mengetahui dirinya memiliki hubungan dengan Dimas Van Dijk. Elizabeth juga terlalu takut jika ayahnya tahu, tentu Dimas tidak akan selamat. Tetapi ketakutan Elizabeth terbukti saat ayahnya tahu dia mencintai Dimas, Rudolf Brouwer memerintahkan untuk menanggap Dimas. Dimas dikurung dan dia disiksa sehingga akhirnya dia meninggal.

Ibunya tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu, Ibunya Suzie Van Dijk menghukum dirinya sendiri. Dia menolak makan dan minum sehingga akhirnya meninggal karena sakit-sakitan. Ayahnya memutuskan bunuh diri dan Ivanna kakaknya membalaskan dendam kepada keluarga Bouwer,namun semua itu berakhir tragis. Keluarga Van Dijk hancur hanya karena sebuah nama.

 Jika saat ini tentu hal itu tidak akan terjadi, mengingat  selama 73 tahun Indonesia merdeka, Indonesia mengalami transisi yang sangat signifikan diberbagai bidang. Semua orang mempunyai hak yang sama, tidak ada pembeda- bedaan perlakuan antara kaum pendatang dan kaum pribumi. Pemikiran masyarakat telah terbuka terhadap perbedaan suku,ras,agama maupun antar golongan. Masyarakat mengakui perbedaan itu dan menerimanya sebagai bagian dari Indonesia.    

 Sama seperti diriku, Aku adalah seorang keturunan Belanda juga. Ya...Aku Valeria Britssen adalah seorang keturunan Belanda. Ayah Ibuku memilih untuk tinggal ditanah kepulauan ini semenjak aku kecil. Disini di Bandung, semua orang memperlakukanku biasa saja. Tidak ada pembedaan dalam hidupku. Aku hidup normal layaknya anak lain. Mempunyai banyak teman dan tidak ada mengucilkanku disini. Mereka begitu ramah menyambutku dengan tangan terbuka, meski Bangsaku memperlakukan mereka dengan kejam dahulu. Kini semua bangsa berbaur disini dan saling bertoleransi. Dan aku suka itu. Sekarang tidak akan ada yang mengucilkan Dimas hanya karena namanya. Tetapi tentu sudah terlambat, bagaimanapun Dimas telah mati.

Dimas Van DijkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang