O2

1.8K 327 15
                                    

"Jika Allah berkata JADI, maka jadilah.
Tidak ada yang tak mungkin di dunia ini, bukan?
Allah mudah membalikkan hati.
Seperti aku berharap, Allah akan membalikkan hatimu untuk melihat diriku."

- Yoona Rosmania Kirana.

◇◆◇◆

Seperti pada hari-hari biasanya. Kampus dipenuhi beberapa mahasiswa yang menimba ilmu. Sebagian, ada yang mengejar untuk kelulusannya. Tidak berbeda dengan tujuanku. Saat ini aku mulai memasuk semester lima. Dimana kuliahku semakin memakan waktuku. Seharusnya hari ini menjadi hari free untukku, tetapi tidak. Dosen mengubah jadwalnya dengan sesuka hati. Bersyukur, karena Krystal berada di kelas yang sama denganku. Dan..

Dia.

Beberapa temanku mengatakan, bahwa aku gila. Karena mengharapkan hal yang lebih dengannya. Bahkan, pria bernama Sehun Abdul Yusuf itu tidak bisa memandang lawan jenisnya selama tiga detik. Tidak ayal, beberapa kaum hawa juga meminta perhatian darinya. Bukan karena ia tampan. Ya, memang aku akui, dia tampan. Tetapi karena sifatnya yang membuat beberapa kaum hawa luluh. Termasuk aku.

Kepolosan, keluguan dan keimanan yang kuat adalah daya tarik dari dirinya. Mungkin ia tidak sadar, bahwa dirinya menjadi pusat perhatian beberapa kaum hawa. Jika ia tahu, mungkin saja ia menolak menjadi pujaan para kaum hawa. Tetapi-

Apa dia akan menolakku juga?

Ayah dan bunda pernah mengatakan sesuatu padaku, "Baik atau buruknya jodoh, itu tergantung kita sendiri. Kalau kita baik, insya Allah, Allah akan memberikan jodoh yang baik juga,"

Antara percaya dan tidak percaya. Karena apa? Bahkan preman bisa berjodoh dengan seorang muslimah dan menyadarkannya ke jalan yang lurus. Jalan yang di ridhai Allah. Tapi dari kalimat yang di lontarkan bunda, ada hal yang membenarkannya. Si preman bertaubat dan menjadi pribadi yang lebih baik untuk sang wanita muslimah. Cerita klasik, tapi menarik.

Pernah, salah seorang temanku yang berada di rumah -kebetulan ia seorang anak udztazah, ia berkata padaku, memandang lawan jenis itu merupakan zinah mata.

Apa itu sebabnya Sehun tidak memandang lawan jenis dari tiga detik?

Aku bukanlah seorang wanita yang baik. Aku belum berhijab dan berhijrah. Secara mental, aku siap. Tetapi hatiku yang menjadi permasalahannya.

Sekali lagi, aku bukanlah seorang wanita yang baik. Bahkan, aku baru menjalankan sholat lima waktu baru-baru ini. Sebelumnya, sholatku bahkan selalu aku tinggalkan tanpa mempedulikan konsekuensi dari Allah.

Siapa yang menyadarkanku?

Dia.

Karena dia ciptaan Allah. Sebelum mendekati makhluk ciptaan-Nya, bukankah kita harus mendekati Sang Pencipta? Tanpa Allah membuat Sehun lahir ke dunia, aku bahkan tidak yakin untuk sedikit demi sedikit menjadi pribadi yang lebih baik.

Aku sadar. Aku bukanlah seorang anak kecil yang bersih dari dosa. Aku sudah tahu apa itu dosa. Aku sudah tahu apa itu zinah. Aku sudah baligh. Aku bahkan tahu bagaimana berpuasa.

Aku bukan seorang anak kecil yang berpuasa separuh hari. Adzan dzuhur, mulai memakan sesuatu, dan melanjutkan berpuasa.

Tidak!

Aku bukan anak kecil yang menganggap, bahwa tidur dengan lawan jenis itu menyenangkan. Bermain bantal, mengompol bersama dan berebut guling.

Aku sudah tahu bagaimana hukumnya tidur dengan lawan jenis. Aku tahu mengompol versi orang dewasa. Aku sudah tahu bahwa berpuasa itu dari mulainya imsak di kumandangkan, dan puasa berakhir di adzan maghrib.

Seperti aku yang tahu, bahwa aku dan dia bukan seorang anak kecil yang dengan gamblangnya berkenalan dan menjadi dekat. Ini seperti saat aku merasakan cinta pertamaku yang tidak pernah terbalaskan. Tetapi berbeda rasa dengan apa yang aku rasakan ketika mendapatkan cinta pertama.

Mencintainya terasa berbeda.

Aku malu untuk menatapnya. Aku bahkan ragu untuk berbicara dengannya. Aku memilih untuk menghindar ketika bertemu dengannya.

Karena aku menghargai dia, yang tidak ingin bertatapan dengan lawan jenisnya.

Karena sibuk memandangnya diam-diam, bahkan aku tidak mencatat materi yang diberikan oleh dosen. Aku tersadar ketika Krystal menepuk bahuku pelan, "Butuh catatan?" aku melemparkan senyum semanis mungkin pada Krystal. Ia paling mengerti diriku.

Aku mengambil buku milik Krystal dan ku simpan di dalam tas, "Lagi-lagi ngeliatin dia?" aku hanya tersenyum tanpa membalas pertanyaannya, "Kenapa gak coba maju aja?"

"Buat orang seperti dia, kayaknya susah, Tal. Aku cuma ngehargain dia yang gak mau berbuat zinah dengan lawan jenisnya,"

Krystal memperhatikan Sehun yang mulai berjalan keluar kelas, "Dia emang susah di dapat. Dapat dia, sama kayak dapat durian runtuh," aku terkekeh dengar pernyataan Krystal yang menyamakan Sehun dengan durian, "Mau kemana? Udah selesai jamnya Pak Amin. Gak ada jam lagi, kan? Kantin, yuk!" aku hanya mengangguk menuruti keinginan Krystal. Lagipula, aku belum sempat sarapan.

Di kantin, aku bertemu dengan Sehun lagi. Ia berada sendirian di mejanya dan memakan sesuatu, yang aku fikir, itu nasi rames. Krystal kembali menyadarkanku dengan cara dia menyikut lenganku dengan pelan, "Mau join kesana?"

Aku menggeleng pelan, "Jangan. Takut dia gak nyaman karena makan sama kita. Pilih meja yang lain aja,"

Krystal mendengus sejenak. Walau Krystal mahasiswi yang pintar dan sifatnya keibuan, ia tidak bisa menghilangkan sifatnya yang seperti itu, "Okay.. Padahal kesempatan bagus lho, Na,"

"Masih ada kesempatan lain kalau emang jodoh," Krystal hanya tertawa renyah mendengarkan pernyataanku.

Aku sedikit-sedikit mulai berubah. Tidak seperti dahulu yang terlihat urakan. Walau di depan Krystal, sifat urakanku masih sering ku perlihatkan padanya.

Ketika Krystal memilih meja yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Sehun, aku sadar Krystal sengaja melakukan ini. Dia setuju. Sangat setuju dengan pilihanku yang mengagumi Sehun. Ia mendukungku dengan penuh.

Ketika Sehun menyelesaikan makannya, Krystal bertemu pandangan dengan Sehun. Krystal melambaikan tangannya pada Sehun. Aku melihatnya, dan hanya tersenyum kikuk. Dia membalas senyumanku yang aku klaim sebagai senyuman yang paling aneh.

Ya. Aku aneh. Ketika bertemu dengannya, aku tidak bisa menatap matanya. Bahkan seperti ada yang mengganjal di tenggorokanku, aku mendadak bisu di hadapannya. Tidak seperti wanita lain yang berlomba-lomba menyapa Sehun, aku memilih diam dan tersenyum sebagai pengganti sapaannya.

Aku tidak tahu, apa yang disukai Sehun, apa yang tidak disukai Sehun. Aku fikir, wanita yang membuat keributan di depan Sehun itu menyebalkan. Suaranya riuh seperti ibu-ibu yang menawar ikan di pasar tradisional dan akhirnya berperang debat dengan sang penjual ikan. Itu memusingkan.

Aku bahkan takut, ketika mengeluarkan suara, ia akan membenci suaraku. Kaum hawa cenderung memiliki suara dengan lengkingan tinggi. Tidak seperti pria yang memiliki suara berat yang menenangkan. Suara wanita sebaliknya, membuat sakit kepala.

Itulah sebabnya, aku tidak pernah menyapanya dengan menggunakan kata-kata yang terlontar dari mulutku. Aku takut, jika aku dipandang sama dengan wanita yang gencar mendekatinya dengan agresif. Aku takut membuatnya terganggu dengan kehadiranku.

Karena itu, aku menjadi secret admirernya.

secret admirer ✔Where stories live. Discover now