16. Menyambut badai

Start from the beginning
                                    

“Tolak pertemuan. Selagi undang-undang itu belum disahkan kita tidak boleh lengah, siapa tahu ini jebakan. ”

“Kupikir justru sebaliknya,” Marshel tampak tidak setuju dengan pendapat Luna. “Kita perlu mencari tahu lebih dulu apa yang orang itu inginkan.”

“Terlalu beresiko, kita tidak tahu apa tujuan orang itu mendatangi kita.”

“Kita memang nggak tahu tapi mendiang Om Handy pasti tahu apa tujuan orang itu,” Marshel bertukar tatap dengan Luna yang tampak bingung. “Saat Om Handy dirawat di Singapura orang tersebut pernah mengunjunginya bersama seorang anggota dewan dari partai pendukung Orba, aku dengar mereka berbincang-bincang tentang RUU pertembakauan dan wacana besar menjadikan kretek sebagai warisan budaya Indonesia.”

“Lalu?”

“Aku tidak mendengar percakapan mereka sampai selesai karena disaat yang sama aku menerima panggilan dari distributor TIV untuk wilayah Eropa."

“Bagiku, itu terlihat seperti bukan sesuatu yang penting." Luna bersuara tenang.

“Tapi bagaimana jika yang akan mereka bahas justru tentang RUU Pertembakauan yang isinya akan sangat … sangat menguntungkan kita?”

"Menguntungkan industri rokok tapi memasung petani tembakau. Disaat ini yang paling dibutuhkan adalah peraturan tentang pembatasan import tembakau," Luna memejamkan mata dan menghela nafas panjang sesaat sebelum melanjutkan kalimatnya, “Dari apa yang aku pelajari selama ini … suatu rancangan perundang-undangan yang digodok di legislatif bisa jadi adalah produk hukum yang dirancang untuk menguntungkan satu partai tertentu dengan tujuan tertentu, jadi sebelum memutuskan untuk mendukung atau menolak, ada baiknya kita mencari tahu dulu apakah RUU tersebut produk hukum yang akan berlaku efektif di lapangan atau justru hanya akan jadi macan kertas.”

Marshel mengangguk paham dengan pernyataan yang Luna keluarkan karena bukan rahasia lagi kalau apapun menyangkut rokok dan tembakau sudah diatur dalam undang-undang lain yang bersinggungan langsung dengan itu.

Contoh nyatanya saja dampak zat aditif dalam tembakau bagi kesehatan diatur dalam undang-undang kesehatan yang akan segera disahkan oleh presiden. Sementara undang-undang yang mengatur tentang cukai karena dampak negatif tembakau bagi kesehatan diatur dalam undang-undang cukai tembakau.

Adanya undang-undang khusus pertembakauan hanya akan menimbulkan paradoks akibat adanya pertentangan antara berbagai pihak yang akan terseret di dalam upaya untuk melindungi industri rokok, tanaman tembakau lokal dan budaya kretek dengan dampak jangka panjangnya untuk kesehatan masyarakat.

Harus Marshel akui kalau kemampuan Luna dalam menganalisis masalah memang jauh berada diatas kemampuannya. Dan hanya El seorang yang bisa menyamai kemampuan sang pewaris TIV, sayangnya lelaki itu bekerja untuk saingan bisnis mereka.

“Jadi apa yang harus kita lakukan selanjutnya?”

“Hanya berdiam diri,” Luna menyahut santai. “Sambil mengumpulkan informasi tentang siapa saja yang berada dibalik wacana rancangan undang-undang  yang macet sejak bertahun-tahun lalu itu.”

*****

Rumah keluarga Tejakusuma di Surabaya adalah bagian dari sejarah kretek lagendaris di Indonesia. Di beli dari keturunan pemilik pabrik rokok pertama di Indonesia yang usahanya bangkrut akibat perebutan warisan antar anak keturunannya.

Oleh mendiang Kakek buyut Luna di tahun 1938 rumah itu dijadikan sebagai pusat kendali distribusi kretek Tejan di bawah naungan PT. Tejan Kendali Jaya yang mengkhususkan pada bidang distribusi semua produk rokok Tejan.

Pada Tahun 1990-an Handoko Tejakusuma memindahkan pusat kendali distribusi ke Kediri dengan membangun satu kawasan bisnis terpadu yang menyatukan pabrik, komplek perkantoran, berikut kompleks pergudangannya dalam satu kawasan. Sehingga rumah penuh sejarah itupun diubah fungsinya menjadi museum sejarah perjalanan bisnis kretek Tejan dan produk-produk TIV lainnya.

Pelangi Tengah MalamWhere stories live. Discover now