“Dan kamu! Kenapa nggak lihat kanan kiri dulu sebelum menyeberang jalan!Je bent Kaaskop!*

Rasanya sudah lama sekali tidak mendengar serapah El, anehnya meski sebagian luapan emosi itu ditujukan padanya Luna sama sekali tidak bisa merasa kesal. Untuk beberapa detik lamanya Luna justru hanya mampu tertegun memandangi lelaki yang masih merengkuhnya erat itu.

Suara tawa kecil terdengar. Luna menunduk dan mendapati Vale terhimpit diantara dirinya dan El. Kepalanya mendongak dan menatap bergantian pada mommy dan sang penolong.

“Mommy, Om ini lucu!” Mata lebar Vale berbinar-binar saat menatap El yang balas menatapnya dari balik kacamata hitam yang lelaki itu pakai.

Mendengar komentar puterinya Luna mau tak mau ikut memperhatikan penampilan El, dalam balutan t-shirt kelabu dan celana jeans selutut juga rambut yang dibiarkan berantakan, El terlihat kasual dan jauh dari kesan mengintimidasi layaknya yang biasa dia perlihatkan sehari-hari sat tampil dalam setelan kerja yang rapi.

Tapi sama sama sekali nggak ada kesan lucu dalam penampilannya seperti yang dikatakan oleh Vale.

Kecuali jika yang Valeraine maksud adalah kalimat makian El tadi, dan itu membuat Luna merasa kesal hingga langsung memelototi El. Jelas Luna tidak senang mendengar makian El lolos ke telinga puterinya.

Sadar akan kesalahannya El hanya mengedigkan bahu tak acuh, “Kalau kamu nggak membahayakan diri kamu sampai aku harus turun tangan menyelamatkan, aku nggak harus memaki.”

Luna mengabaikan El dan menundukkan punggung tepat di depan Vale, “Kamu nggak boleh meniru apa yang Om itu katakan ya sayang,”

“Kenapa Mommy?”

“Karena itu bukan kata-kata yang baik.”

Vale menatap El dan tampak berpikir serius, “Jadi Om ini bukan orang baik, Mom?”

Luna baru saja hendak mengiyakan saat dilihatnya El berlutut di depan puterinya sambil tersenyum tipis.

“Yang tadi itu memang bukan kata-kata baik,” jelas El sambil tersenyum tipis, “apalagi kalau diucapkan oleh anak-anak.”

“Jadi kalau Vale sudah besar, boleh?”

El menggeleng tegas.

“Oh!” seru Vale tampak sedikit kecewa.

“Tapi jika orang lain berbuat jahat padamu kamu nggak boleh ragu untuk mengatakannya.”

What! Luna merasa blank dengan situasinya … apa yang dilakukan El sungguh diluar dugaan. Penjelasannya yang diawal terdengar sempurna kenapa malah jadi belok arah. Bahkan sekarang Valeraine tampak mengiyakan dengan penuh semangat sebelum menyambut ajakan El untuk melakukan tos.

Luna menatap tajam El yang sudah berdiri kembali.

“Kalian mau kemana?” sungguh pertanyaan yang terdengar ramah, akan tetapi melihat apa yang terjadi sebelumnya … dengan deretan panjang ancaman dan ultimatum yang lelaki itu berikan, Luna sungguh tidak bisa meninggalkan kewaspadaannya sedikitpun.

“Vale mau gula kapas itu!” tanpa segan sedikitpun, seakan sudah mengenal lama El, Valeraine mengatakan keinginannya.

Dahi El berkerut saat dia tampaknya tengah berpikir serius atau mengingat-ingat sesuatu. “Itu gula kapasnya jelek.”

“Jelek!” Ulang Vale heran.

“Om punya kenalan yang bisa membuat gula kapas dengan bentuk minions, bunga dan Hello Kitty, kamu mau kalau om ajak kesana?”

“Terima kasih, tapi kami tidak,”

“Vale mau!” kalimat Luna dipotong seruan antusias puterinya.

Pelangi Tengah MalamWhere stories live. Discover now