"Kau kenapa?" tanya gadis berambut sepunggung itu pada pemuda yang menjadi perwujudan dari bocah laki-laki berambut emas yang dulu ia selamatkan. "Dari kemarin kau terlihat banyak pikiran," lanjutnya.

Laki-laki itu terdiam memakan kentangnya. Dalam pikirannya teringat sesuatu yang ia temukan beberapa hari lalu.

Wilayah selatan, Agraria, adalah satu dari sekian pelosok desa yang memiliki pemerintahan kacau. Kemiskinan di sini sangat tinggi, membuat banyak orang bahkan anak kecil bisa menjadi pencuri. Jika dia adalah orang masa lalu, maka Felix masihlah seorang pencuri. Namun, semenjak kemunculan Flaine dalam hidupnya, perlahan kehidupannya mulai membaik. Flaine bahkan menjadi sosok kakak bagi dirinya.

Pengumuman tentang Kaster Grimonia yang terletak di wilayah Utara tengah mencari ksatria dari penjuru Gardania, itulah yang sedari kemarin Felix pikirkan. Ingin ia memberitahukan hal ini pada kakaknya, namun ia takut kalau Flaine malah melarangnya. Selama ini keduanya selalu mencoba meminimalisir untuk terlibat dalam suatu perkelahian. Menjadi ksatria otomatis membuat keduanya akan selalu bertarung.

Tapi, mendiamkannya seperti ini juga bukan kebiasaannya. "Kak, ada sesuatu yang ingin kubicarakan," ucap Felix akhirnya.

Kunyahan Flaine pada potongan kentang yang ke sekian terhenti. Matanya menatap penasaran, namun memberi kode kalau dia mendengarkan.

Kepala pemuda itu menunduk. Surai pendek emasnya menutupi bagian depan wajah laki-laki itu. "Kemarin aku melihat selebaran pengumuman di salah satu kedai," ucapnya mengawali. "Kakak tahu Kastel Grimonia di wilayah Utara?" tanpa menunggu jawab, Felix mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Kastel kini tengah mencari para ksatria untuk dijadikan pasukan pelindung kerajaan. Aku ingin---"

"Kau sungguh menginginkannya?" potong Flaine. Kini tangannya bersih dari makanan. Tatapan serius dari pemilik netra hijau itu seolah tengah menginterogasi adiknya.

Kepala pemuda itu sontak mendongak. "Apa ... maksud Kakak?"

Embusan napas pelan keluar dari mulut gadis itu. "Sebenarnya, aku juga sudah mendengarnya. Aku juga berpikor hal yang sama, namun... aku sendiri tidak yakin dengan kekuatan kita."

Netra madu itu terbelalak. "Jadi, Kakak memutuskan untuk mengikuti sayembara itu?"

Flaine mengedikkan bahunya. Senyum terbit di wajah gadis tersebut. "Yah, siapa tahu kita lolos. Lagipula, kita akan membuktikan pada orang-orang yang dulu menindas kita, kalau kita bisa menjadi orang besar," ucap perempuan itu, mengundang senyum manis sang adik. Beberapa detik setelahnya, Felix menghujani kakaknya dengan senyum dan pelukan.

***

"Kakak!"

Flaine tersentak dari lamunannya. Mengingat masa lalu, entah kenapa gadis yang kini tengah terduduk di jendela tersebut merasa bersyukur bisa menjadi seperti sekarang.

Setelah kabur dari Athala yang berhasil mendapatkan ingatan pertamanya, Flaine mendapatkan luka yang tidak bisa sembuh dengan sendirinya hingga harus meminta tolong pada Azazel. Respon laki-laki penguasa dunia bawah atas pekerjaannya hanya biasa saja, dia tidak memarahi Flaine yang kabur dari denoir itu namun juga tidak terlihat khawatir karena luka serius yang didapatkan perempuan tersebut.

Menoleh sedikit, gadis itu mendapati sosok bersurai emas kekuningan yang berdiri di sampingnya. "Ada apa, Felix?"

Felix menghela napasnya. "Tuan Azazel memanggilmu di ruangan khususnya. Kau harus datang ke sana secepatnya," ucap pemuda itu pada gadis bersurai hijau tua sedagu tersebut.

"Baiklah," jawab Flaine lemah, lalu berdiri dan melangkah keluar dari ruangan miliknya.

Baru beberapa langkah menjauh, tangannya tertahan oleh Felix yang menggenggamnya.

"Kak, apapun yang terjadi, aku selalu berada di belakangmu," ucapnya lirih.

Menoleh, Flaine mendapati raut wajah khawatir dari adiknya. Gadis itu meninju pelan lengan Felix. "Hei, kata-katamu itu seperti aku terlibat masalah besar saja," sahut gadis setinggi 175 cm tersebut. Setelah mengatakannya, Flaine pergi dengan senyum. Entah kenapa beban di hatinya sedikit berkurang.

***

"Bola kekuatan?" beo Flaine pada pernyataan tuannya beberapa waktu lalu. Kini tatapannya terarah pada bola hitam seukuran kepalan tangan di tangannya.

"Itu adalah separuh kekuatan Linus yang kusegel waktu itu. Aku ingin kau menelannya agar memiliki kekuatan setara Linus, dan bisa sampai pada tahap pentahorn," ucap Azazel dari singgasananya.

Flaine terdiam menatapi benda di tangannya. Perlahan, gadis itu mendekatkan kepalanya pada  bulatan hitam yang katanya berisi kekuatan Linus. Bukan ragu, namun lebih ke khawatir kalau sesuatu terjadi padanya karena menelan kekuatan yang bukan miliknya.

"Tenang saja, sebagian besar kekuatan itu adalah milikku. Aku yakin tubuhmu bisa menerimanya."

"Baik, Tuan," jawab Flaine, lalu semakin mendekatkan mulutnya dan menggigit bola hitam itu. Tekstur aneh menyapa lidahnya setelah ia menggigit benda tersebut. Seperti cokelat buatan manusia, namun memiliki rasa hambar seperti mengunyah air jika air itu memiliki tekstur keras.

Pelan namun pasti, Flaine merasakan kekuatan besar mengakir di tubuhnya. Beberapa menit sebelum akhirnya gadis itu hanya merasakan kegelapan yang memasuki indera penglihatannya.

***

Azazel menyembunyikan seringai kejam dibalik senyum manisnya, menatap tubuh Flaine yang perlahan berubah bentuk.

Sayap gadis itu muncul dan menjadi tiba pasang. Sepasang tanduk mulai muncul di kepala, menambah jumlah tanduk menjadi empat. Sklera hitam memenuhi bolamatanya.

Teriakan kesakitan memenuhi ruangan luas namun sepi tersebut.

"Selangkah lagi. Selangkah lagi sampai aku bisa menghancurkan kau, sayangku," bisik Azazel.

***





   Hayooo.... Siapa yang dimaksud Azazel...

Papa Azazel bilang sayangku lho... Ke siapa ya? Aku? //Plak, disepak Ahomine😂😂😂😂

The Guardian Angel #ODOCThewwg [✓]Where stories live. Discover now