Prolog

5.5K 645 29
                                    

Doyoung dan Ten menatap puas bangunan sederhana berlantai dua di hadapan mereka. Bangunan yang mereka beli dua minggu lalu, setelah mereka sampai di Guri. Rumah di lantai dua, dan kedai kopi sederhana di lantai satu. Sungguh, sesuatu yang sudah cukup bagi mereka, untuk memulai lagi kehidupan.

"Apakah ada lagi yang kita butuhkan?" tanya Ten pada housemate sekaligus sahabatnya, Doyoung.

"Kurasa, semua barang sudah cukup," jawab Doyoung. "Tapi, menurutmu, apakah kita perlu pegawai tambahan?"

Ten memasang pose berpikir, lalu menggeleng. "Aku yakin tenaga kita berdua cukup untuk menjalankan kafe ini. Lagipula, uang kita hanya tersisa sedikit."

Doyoung mengangguk menyetujui. Sisa uang yang dulu mereka dapatkan dari hasil menjual tubuh itu, hanya tersisa sedikit setelah mereka membeli bangunan ini, serta membeli peralatan rumah dan kafe.

"Aku lapar. Ayo pergi ke kedai bibi Shim dan makan sup ayam ginseng," ajak Ten.

Doyoung mengangguk menyetujui, lalu kedua sahabat itu berjalan beriringan menuju kedai bibi Shim yang hanya berjarak satu bangunan dari rumah mereka.

...

...

...

Johnny sudah terbaring lemah dengan luka di sekujur tubuh. Tatapannya sudah mengabur untuk merekam dua sosok yang duduk tenang di hadapannya. Sekali lagi ia di pukul di perut oleh orang suruhan kedua sosok itu.

"Kau masih belum menyerah?" tanya sosok berwajah dingin itu.

Bibirnya robek, Johnny hampir tidak punya kekuatan untuk menjawab tanya sosok itu. "Aku, benar-benar, tidak tahu."

Sosok lain yang sejak tadi hanya duduk tenang di samping si wajah dingin, kini bergerak menghampiri Johnny. Di tatapnya Johnny yang sudah hampir pingsan itu, lamat-lamat. "Kutanya sekali lagi, dimana Doyoung dan Ten?"

Dan Johnny tidak punya cukup kekuatan lagi untuk bertahan, ia ambruk dan kehilangan kesadaran.

"Brengsek!" si wajah dingin mengumpat.

"Kurasa dia benar-benar tidak tahu, hyung." sosok yang berdiri paling dekat dengan Johnny itu berkata. "Dengan semua luka itu, seharusnya dia sudah menyerah, karena ini adalah ketiga kalinya kita datang dan bertanya padanya."

Sosok dingin yang masih duduk tenang di bangkunya itu menghela napas. "Kita akan segera menemukan mereka. Pasti."

Yang lebih muda mengangguk. "'Aku juga bisa merasakannya."

...

...

...

Kkeut!


Devils Around UsWhere stories live. Discover now