Terus apa ini jantung?! Mengapa berdetak cepat sekali!!!

Ditambah perutku terasa ada kupu-kupu di dalamnya!

Apa-apaan ini?!

Parahnya, bocah sialan itu malah terkekeh!

Ini serius, bangsat!!!

Tidak! Aku tidak mau menoleh ke arahnya lagi!



"Muka kakak merah tuh, udah mirip kayak rambut kakak," ucapnya sambil tertawa.



Tunggu.



Rambutku kan merah marun.



Berarti...



PIPIKU MEMERAH?!



"A-apa sih?! Muka gue putih!" ucapku.

"Jelas-jelas merah banget itu, Kak. Mau aku bantuin ilangin?" tanyanya.



Aku reflek menggebuk pundaknya.



Bukannya membantu, yang ada dia malah membuatnya lebih parah!!! Sialan!!!



Yasudah deh. Habis sudah imej ku.



Aku masih menghindar eyecontact darinya. Suasana sekarang canggung sekali, Ya Tuhan! Seseorang tolong aku!



"Kak, balik ke kelas bareng yuk," ucapnya.

"Ngapain? Duluan aja sana," balasku.

"Kelas kakak di lantai 3 kan? Udah aku anterin aja. Aku sekalian turun juga," ucapnya lagi.



Sialan.



"Yaudah deh kalo lo maksa," ucapku. Bocah itu tersenyum senang.



Kami berdua pun masuk ke dalam gedung sekolah. Tangga sekolah kami lumayan lebar, jadi bocah sialan itu berjalan di sampingku.



Saat sedang menuruni tangga, aku bertanya sedikit ke dia.



"Mark, boleh nanya nggak?" tanyaku.



Aku berhenti melangkah. Ia menoleh. Langkahnya juga terhenti.



"Boleh. Nanya apa?"



Aku terdiam sebentar. Memikirkan pertanyaan yang tadi muncul di fikiranku.



"Uhm... Kenapa lo rela naik-naik tangga enam lantai cuma demi nemuin gue di rooftop?" tanyaku.



Oke, pertanyaan ini sedikit aneh, aku mengakuinya.



Tapi entah mengapa aku hanya penasaran apa yang ia fikirkan sampai ia rela menaiki tangga lima lantai hanya untuk menemui seseorang. Apalagi orang itu adalah aku yang bahkan tidak ada gunanya sama sekali. Aneh, kan?



"Kan jawabannya udah jelas, kak. Aku rindu berat sama kakak," ucapnya.



Aku terdiam.



Bodoh ya, Lee Taeyong. Padahal sudah jelas jawabannya. Mengapa kau tidak bisa memikirkan hal semudah itu padahal nilai akademikmu bagus, Lee Taeyong???



Ah bodo amat! Aku duluan saja.



Kudengar bocah itu tertawa lagi. Bodo amat, ah.



Aku pun turun tangga duluan. Saat sudah sampai di lantai tiga, kulihat bocah itu masih mengikutiku.



"Ngapain sih ngikutin gue?! Tangga ada di sana, tuh! Sana balik ke kelas!" perintahku sambil menunjuk ke arah tangga.



[END] Seniority Program • MarkYongDonde viven las historias. Descúbrelo ahora