6th; Rindu Berat

Depuis le début
                                        

"Gara-gara aku ya, kak? Maaf kalo aku terlalu menganggu kakak," ucapnya.



Aku menatapnya bingung.



"Siapa bilang gara-gara lo???"



Bocah itu tersenyum kecil, namun terlihat seperti senyum yang menyedihkan.



"Ya... Aku bikin kakak emosi mulu pas Seniority Program. Kakak pasti dihukum sama kepala sekolah gara-gara aku, iya kan?" tanya bocah itu.



Aku tertawa.



"Lo emang sering bikin gue emosi sampe sekarang juga. Tapi gue dihukum karena kesalahan gue sendiri. Lo nggak perlu khawatir," jawabku.



"Oh..." ucap bocah sialan itu.



Setelah itu, suasana hening lagi.



"Hm... Gimana kalo aku bujuk kepala sekolahnya biar hukuman kakak diringankan?" tanya bocah itu.



Aku reflek membelalakkan mata ke arahnya.



Bocah ini gila atau apa sih?!



"Gila ya lo?! Lo mau nantang kepsek kita yang galaknya minta ampun?! Yang ada lo dikeluarin dari sekolah nanti!" ucapku. Bocah itu tertawa.



"Segalak itu ya?" tanya bocah itu lagi.



"BANGET," jawabku.



Bocah itu malah tertawa lagi, bukannya merinding atau apa. Gila bocah ini memang.



Setelah itu hening lagi beberapa detik. Bukan hening canggung atau apa, namun suasana atap sekolah memang sangat sejuk. Angin berhembus itu yabg membuat suasana terasa hening namun menenangkan.



"Gausah lebay. Toh temen-temen lo pasti nggak mikirin gue juga," ucapku.



Ya, pasti yang perduli dengan ku cuma dia. Sedangkan teman-temannya? Mungkin mereka senang aku tidak hadir. Iya kan?



"Bukan lebay, kak. Tapi Seniority Program yang biasanya seru itu entah kenapa rasanya hampa kalo kakak nggak hadir," ucap bocah itu.



Aku membelalakkan mataku.



Apa-apaan maksudnya dia berkata seperti itu???



"Itu lebay namanya, Mark. Toh, gue dihukum cuma dua hari. Emang sebegitu kangennya ya lo ama gue?" tanyaku.



Bocah sialan itu terdiam sejenak.



"Bukan kangen lagi, kak."



Ucapnya. Aku reflek menoleh arahnya ketika ia berkata seperti itu; aku menatapnya bingung.



"Terus apa?" tanyaku.



Bocah itu terdiam sejenak lagi. Namun tiba-tiba, ia menatap mataku; dengan intens.



Membuatku bingung dan tidak tahu harus bagaimana.



Jadi kalau bukan kangen, terus apa lagi???



























"Rindu berat."



Ucapnya. Ia tidak tersenyum, namun tatapan matanya entah mengapa, dalam sekali. Membuatku tidak bisa menatap matanya terlalu lama.



Dengan perlahan, aku memalingkan wajah darinya.

S-sialan!!!

Wajahku kok rasanya panas?!

[END] Seniority Program • MarkYongOù les histoires vivent. Découvrez maintenant