5. Sumber kebencian

Start from the beginning
                                    

“Perlahan tapi pasti … sepertinya bisnis rokok milik pribumi sepertinya sedang diupayakan untuk mati oleh banyak pihak,” tanpa sadar Luna menggumam.

“Benar Bu, karena aturan itu juga membuat petani kita banyak yang beralih menanam tembakau impor seperti varietas Virginia itu. Padahal harga panennya jauh dibawah varietas lokal semacam Mole, Srintil atau Cempalok”

“Karena masalah itu, apa kita mengurangi pembelian tembakau lokal?”

“Alhamdullilah tidak Bu, walau tahun kemarin penolakan masuk rokok kretek kita ke pasar Amerika cukup membuat perusahaan terpukul karena kehilangan pendapatan bersih senilai 12 juta dolar karena itu.”

Luna diam-diam menarik nafas berat. Sama sekali tidak tahu tentang apapun yang sedang di bahas oleh salah satu karyawan senior di perusahaan Tejan itu.

Hanya saja dirinya dapat menarik garis besar jika tembakau sudah dipolitisir sedemikian rupa. Dan seperti umumnya apapun yang menjadi korban politik, biasanya susah untuk bertahan. Dan itu artinya fase menjelang sekarat bagi industri rokok akan menyeret petani tembakau dan cengkih ke tempat yang sama.

Dan sekarang dirinya berada ditengah medan perang ini. Memimpin satu-satunya industri rokok nasional yang mayoritas sahamnya masih dimiliki keluarga pendiri. 

Penolakan hati nuraninya terhadap industri yang selama ini di cap sebagai penyumbang dampak gangguan kesehatan terbesar di Indonesia, kini sebanding dengan kekhawatirannya pada nasib ratusan ribu tenaga kerja yang bergantung sepenuhnya pada industri yang dianggap sebagai penyerap pasar kerja terbesar.

Dengan idealisme yang tergadai oleh janji dan bakti. Tanpa bekal apapun untuk menyesuaikan diri dengan putaran bisnis yang melaju pesat dan regulasi yang dipolitisir raksasa kapitalis asing. Luna justru merasa tidak berdaya dan terlantar ditengah-tengah kekuasaan juga pengaruh yang baru dia dapatkan.

*****

Sepulangnya dari laboraturium pengembangan produk, Luna menerima paggilan dari Gwen, sahabat satu flat-nya selama menempuh pendidikan di University of Groningen yang kini bermukim di Bangkok.

“Aku harap ini cepat berakhir dan aku bisa mengunjungimu ke Bangkok secepatnya,” hanya pada Gwen, Luna berani terbuka tentang perasaannya. “Tekanan yang aku terima di sini luar biasa … ini sudah bisa kuduga sebelumnya, tapi … ini juga yang membuat aku terpaksa harus berpikir ulang untuk membawa Valeraine ke sini.”

“Aku tahu itu,” sahut Gwen diseberang.

“Tapi Vale marah padaku kan?”

“Dia seperti itu karena merindukanmu.”

“Aku juga sangat merindukannya Gwen.’

Diseberang sana suara tawa renyah Gwen menyahuti, “Sebenarnya minggu depan Khem punya laga persahabatan dengan klub dari Bali,” Albert Khemkhaeng, suami Gwen adalah pesepakbola asal UK yang kini dinaturalisasi oleh Thailand.

Keduanya kini bermukim di Bangkok juga karena kontrak Khem dengan salah satu klub sepakbola asal ibukota Thailand itu.

“Kalau kamu bisa, kamu tinggal menyusul kami ke Bali.”

Luna tersenyum mendengarnya, “Ya, aku pasti akan ke sana. Bilang sama Vale, mommy akan menemuinya …” tidak ada sahutan dari Gwen, tapi Luna bisa mendengar sahabat terpercayanya itu mengatakan sesuatu dalam bahasa inggris pada puteri semata wayangnya.

“Dia menolak bicara Luna,” keluh Gwen terdengar sedikit menyesal.

Luna menghela nafas panjang, “Tolong katakan padanya kalau mommy minta maaf, tapi begitu ini semua selesai mommy pasti akan menjemputnya.”

“Ubahlah situasinya supaya lebih kondusif … aku tahu stigma orangtua tunggal di Indonesia tidak terlalu bagus, tapi saat ini kurasa kau sudah melakukan yang terbaik.”

“Kau benar,” jawab Luna pelan. “Aku tidak ingin ini membawa dampak buruk untuk Vale.”

“Kalau begitu untuk sementara lebih baik kau fokus dengan pekerjaanmu.”

“Hmm … baiklah.”

“Aku akan terus memberi pengertian pada Vale bahwa apa yang kau lakukan saat ini semua demi kebaikannya juga.”

“Trims Sis, aku nggak tahu apa jadinya tanpa kamu dan Khem.”

“Luna … kita memang teman, tapi dalam hati kamu adalah saudariku, aku dan Khem akan membantu semampu kami untuk apapun masalahmu … jangan sungkan-sungkan.”

Tawa Luna terdengar baur dengan getar haru mendengar kata-kata Gwen. “Tidak sama sekali, tapi aku mungkin akan selalu merepotkanmu seumur hidupku.”

“Dan aku akan tetap ada disampingmu,” balas Gwen lembut.
Luna hendak mengatakan satu hal lagi saat nada sela di ponselnya terdengar samar, “Sis, sepertinya aku harus menutup ini dulu … ada telepon masuk.”

“Oke!”

“Sampaikan pada Vale, aku sayang dia … sayang sekali.”

“Vale juga menyayangimu Luna, meski dia sedang marah sekarang.”

“Terima kasih, aku tutup dulu ya,” pamit Luna pada Gwen.

Panggilan lain langsung masuk begitu dia mengakhiri percakapan. Deretan nomor asing itu membuat dahi Luna mengernyit heran.  Meski demikian dia tetap menerimanya.

“Temui aku di depan pintu makam keluargamu!” suara berat tanpa riak emosi terdengar usai Luna menyapa penelepon.

“Maaf!” kaget dengan permintaan tanpa basa-basi itu membuat Luna seketika kebingungan. “Ini siapa?”

“Di masa lalu, orang ini budakmu.”

Jawaban yang sungguh tidak disangka-sangka, namun jelas membuat Luna langsung mengingat siapa orangnya. “El!”

“Nggak ada yang lain lagi, Luv!” sahut suara itu dari seberang setelahnya yang Luna dengan hanyalah suara panggilan yang terputus begitu saja.

TBC

Part ini termasuk bagian yang paling sulit ditulis, ada banyak referensi yg harus dibaca tapi sukar untuk menuliskan informasi tanpa membuat tulisan ini jadi kayak text box atau artikel yg menggurui.

Tapi apapun yang aku tulis adalah hasil kontemplasi yang kudapat usai melakukan riset tentang industri hasil tembakau.

Part depan kita bakalan mulai membuka misteri hubungan antara El sama Luna. El masih dikit banget yah keluarnya tapi saban keluar dikit aja dia bersuara aku kok merinding (dikira El setan)

El ini meski kemunculannya terasa smooth tapi dia salah satu sosok protagonis yang kehadirannya kuat banget sih di benak aku, hampir mirip kayak Revaldi Parameswara cuma dia lebih 'sakit' sih orangnya mana demenannya playing hard to get ... Padahal cowok, nyebelin kan! 😁😁😁

Semoga jatuh cinta deh sama El.
Tapi aku sendiri jatuh cinta lebih ke karakter Luna sih, apa sebabnya!? Nanti juga lama2 bakal tahu.

Pelangi Tengah MalamWhere stories live. Discover now