"Ma, si Raka ngapain kakak sih?" tanya Edo penasaran.

"Kepo. Urusan orang dewasa."

Edo berdecak. "Biar jelas ma, kalo Edo hajar dia jadi gak salah gitu."

Isma memukul kepala Edo menggunakan bantal sofa membuat Edo meringis. "Mama kenapa sih?" kata Edo sembari mengusap kepalanya.

"Sejak kapan, mukul orang di anggap gak ada salah?" Edo menyengir.

"Kakakmu kayaknya betah di sana. Wa nya mama gak di baca-baca." Keluh Isma.

"Bisa telpon kan." ucap Edo santai.

"Sudah. Tapi gak di angkat."

"Coba lagi ma. Siapa tahu Kakak lagi gak pegang ponselnya."

"Kamu udah pernah hubungi kakakmu?" tanya Isma yang kini sudah duduk menyamping menghadap Edo.

"Sudah Ma, tapi lewat WA aja. Waktu itu kakak ngirimin beberapa foto di sana. Pedesaan yang asri." ucap Edo.

"Apa jangan-jangan kakakmu kesambet pria desa ya?" tebak Isma.

Edo menoleh, "Mungkin ma. Terus kakak gak mau pulang, minta di kawinin dah sama tu cowok." timpal Edo dengan wajah serius.

Pluk.

"Aww. Mama," protes Edo begitu mendapat timpukan bantal sofa lagi.

"Ngomong yang bener. Kakakmu itu belum selesai kuliahnya, gak boleh nikah-nikahan. Pacaran aja masih ribet gitu." omel Isma.

"Iya. Iya." ucap Edo.

Ting tong ting tong.

Isma menatap Edo. "Iya, kanjeng mami. Edo yang bukain." ucap Edo mengerti arti tatapan ibunya, ia bangun dari duduknya dan melangkah ke pintu.

Klek.

Edo membuka pintu sedikit. Ia kemudian bersandar di ujung pintu dan bersedekap. "Cari siapa lo?" tanyanya sinis.

Pria yang kini berdiri di depan pintu nampak canggung. "Eh, ada Kenar?" tanyanya gugup.

"Gak ada." jawab Edo ketus.

"Dia kemana? Pulang jam berapa?" tanya pria itu.

"Kak Kenar lagi liburan di rumah temannya untuk jangka waktu yang tidak dapat di tentukan." jawab Edo masih dengan sinis.

"Gue boleh tahu kemana gak?" tanya pria itu tidak menyerah meski mendapat perlakuan kasar dari Edo.

"Tanya aja sama orangnya. Lo punya nomernya kan?"

Pria itu menggeleng. "Kenar udah ganti nomer, dan gue gak tahu nomer barunya." jelasnya.

Edo menggelengkan kepala. "Ya udah. Jangan ganggu kakak gue lagi. Kalo sampe gue tahu kakak gue kenapa-kenapa karena lo, lo bakal berhadapan sama gue." ancam Edo.

"Kenar salah paham dan gue mau jelasin semua itu." jelas pria itu tidak mau mengalah.

"Selamat sore." ucap Edo menutup pintu dengan kasar. Sengaja, biar pria itu tidak berani mengetuk pintunya lagi.

NARIK SUKMO (TERSEDIA DI GRAMEDIA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang