Episode 14: Awal dari Takdir, Bagian 4.

Start from the beginning
                                    

"Kau pikir aku tidak mengejarnya?" Naruto berujar sinis. Apa pemuda merah itu mengira dia tidak mengejar Hinata dan mencoba menghentikannya? Jangan bercanda, selama dua hari dia terus mencoba, membujuk Hinata untuk mengubah keputusannya, bahkan dia sampai bertemu dengan Ibu dari gadis yang ia cintai itu untuk meminta restu meminang Hinata.

Dan saat ia bertemu dengan Hikari, pemuda pirang itu ingat bahwa dia pernah bertemu dengan Hikari dulu. Tidak sengaja, dan mereka sempat berbincang banyak hal, bahkan wanita paruh baya itu sempat memberinya saran dan nasehat. Dulu saat ia bertemu dengan Hikari, wanita itu tersenyum lembut dan ia juga memancarkan aura hangat yang membuat Naruto merasa nyaman. Namun saat mereka bertemu lagi untuk yang kedua kalinya, senyum dan kehangatan yang Hikari pancarkan dulu, telah berubah.

'Jadi kau yang bernama Naruto-kun?'

Naruto tidak bisa melupakan betapa dinginnya tatapan yang Hikari berikan padanya saat itu. Wanita paruh baya itu menatapnya, seakan Naruto adalah sosok monster yang patut dimusnahkan. Dan saat Naruto menyampaikan isi hatinya, keinginannya untuk menikahi Hinata. Justru tamparan keras yang Naruto dapatkan, serta kalimat menusuk yang membuat pemuda pirang itu akhirnya memilih mengurung dirinya.

'Kalian berdua berbeda, kalaupun aku merestui kalian. Dewa tidak akan pernah merestui kalian.'

Kata-kata itu terus berputar di dalam benak Naruto. Apa yang Hikari katakan benar-benar menusuk hatinya. Gaara memperhatikan temannya dalam diam, tatapan yang pemuda pirang itu berikan terlihat bergolak penuh emosi.

"Aku harus bagaimana lagi, Gaara... belum cukup Haku yang menghilang. Sekarang aku harus kehilangan Hinata," Naruto berujar pelan. Ia tertawa tanpa suara dan menjadi pemicu emosi yang telah ia pendam selama ini. Naruto memandang telapak tangannya sebelum mengepalnya erat, "Mereka lenyap tanpa sempat aku sadari."

Gaara beringsut mendekati Naruto, siluman rakun itu bingung. Bagaimana caranya ia menghibur temannya, meski dia pernah merasakan kehilangan. Tetap saja, menghibur seseorang bukanlah hal mudah bagi dirinya. Alhasil, Gaara hanya menepuk pelan punggung Naruto, membiarkan siluman rubah itu mulai terisak dan menangis dalam diam.

...

Manik lavender itu menatap lingkaran putih yang menggantung di langit malam. Bersinar lembut dengan kilauan cahaya menemani para bintang. Sebulan telah berlalu semenjak ia menyadang status 'Putri Mahkota' dan hatinya masih menantikan Sang pemuda pirang. ketukan pintu terdengar, membuatnya menoleh dan menemukan sosok Momoshiki berdiri di ambang pintu kamarnya.

Lelaki berumur dua puluh tahun itu membungkuk hormat lalu melangkah masuk sembari membawa nampan berisi makanan. Pemuda dengan manik serupa dengan Hinata, tersenyum tipis.

"Saya membawakan makan malam anda, Hinata-sama."

Hinata membalas senyum Momoshiki, "Maaf membuatmu repot, Momoshiki-kun. Dan sudah aku katakan, jangan terlalu formal denganku."

Momoshiki tertawa pelan, "Maaf maaf, tapi aku masih tidak terbiasa Hinata-sama." Pemuda itu sedikit berdehem, guna menghilangkan kegugupan saat manik Hinata menatapnya tak suka. "M-maksudku, Hinata-san."

Gadis dengan rambut biru gelap itu tersenyum puas, lalu ia beranjak dan duduk di tengah ruangan. Momoshiki segera menaruh meja berbentuk bundar dan meletakan piring berisi makanan di atas meja. Setelahnya Hinata mulai menikmati makan malamnya dengan ditemani Momoshiki.

"Apakah Yahiko-sama belum kembali dari kota sebelah?" tanya Hinata.

Momoshiki mengangguk sebelum berujar, "Jika tidak ada masalah, kemungkinan besok siang Yahiko-sama akan sampai di Istana."

Hinata mengangguk paham lalu kembali menikmati makanannya. Namun baru dua suap, Hinata menghela nafas pelan, membuat Momoshiki mengernyit heran.

"Ada apa? Apa kau tidak suka dengan makanannya Hinata-san?"

The Red Fox [NARUHINA]Where stories live. Discover now