"Ya gak apa-apalah bu. Kenar mah pemakan segala." ucap Ayu sambil tertawa.

"Kita gak boleh pilih-pilih makanan kan bu?" ucap Kenar.

"Betul itu. Makanan itu rizki dari Allah Swt, kita ndhak boleh pilih-pilih sedang di luar sana banyakborabg yang ndhak bisa makan apa-apa."

Ayu cemberut mendengar ibunya bicara, ia merasa tersindir walau apa yang dikatakan ibunya. Matanya melotot tajam pada Kenar yabg tengah menertawakannya tanpa suara. Ayu makannya suka pilih-pilih. Gak suka sayur makan sayur.

"Bapak mana bu?" tanya Ayu.

"Bapak sudah ke ladang tadi pagi-pagi sekali. Para warga juga pasti banyak yang sedang menengok ladang mereka masing-masing. Semoga kerusakannya tidak parah." ucap Seruni.

"Amin." ucap Kenar bersamaan dengan Ayu.

Kenar pagi ini mengenakan kaos casual berwarna biru muda dan celana 7/8 nya. Begitu juga dengan Ayu, Ayu mengenakan kaos casual berwarna coklat muda dan celana 7/8. Mereka memakai sendal jepit dan Ayu yang membawa tas kecil tempat hanphone, uang kecil, ikat rambut, tisu basah dan lainnya.

Mereka akan menyusul Prastomo ke ladang. Ayu ingin mengajak Kenar bersepeda namun karena jalanan pasti licin dan becek Ayu mengurungkan niatnya. Mereka memilih untuk berjalan kaki walaupun jaraknya lumayan jauh untuk ukuran mereka yang biasa menggunakan sepeda motor.

Kenar memandang sedih padi-padi yang hampir panen itu kini semuanya tidak lagi berdiri tegak. Semua batang padi tergeletak di tanah.

"Masih bisa di panen Ken. Walaupun hasilnya gak sebanyak dan sebagus sebelum kena musibah." ucap Ayu.

Kenar berjalan di sepanjang jalan menuju ladang. Beberapa warga yang mengenal Ayu melambaikan tangan, ada juga yang menyapa.

"Pak," Prastomo menoleh mendengar suara anaknya memanggil.

"Ayu, Kenar, kemari."

Kenar dan Ayu menghampiri Prastomo yang tengah berdiri sambil mengawasi pekerjanya yang sedang memperbaiki kondisi ladang yang sepertinya tidak terlalu parah seperti yang tadi di lewati mereka.

Kenar mengedarkan pandangannya pada hamparan padi di sekelilingnya. Kalau di lihat, tidak semua ladang mengalami kerusakan parah. Apalagi ladang milik bapaknya Ayu.

Padi-padinya hanya sedikit yang rusak. Yang lainnya masih bisa di selamatkan. Hal seperti ini mustahil terjadi kalau semalam hujan badai dan juga petir sangatlah besar.

Bulu kuduk Kenar tiba-tiba merinding. Penglihatannya sedikit mengabur dan pusing melandanya. Hampir saja ia terjatuh kalau Ayu tidak segera memegangnya.

"Lo kenapa?" tanya Ayu cemas.

"Gue...gak apa-apa." ucap Kenar bingung. Ia sendiri tidak tahu kenapa tubuhnya tiba-tiba seperti orang yang akan pingsan.

"Lo istirahat saja dulu. Ayo gue anter ke rumah mbah Sarti. Rumahnya tidak jauh dari sini." Ayu mengajak Kenar kerumah mbah Sarti. Mereka duduk di dipan bambu yang ada di teras.

"Mbah, Ayu titip temen Ayu ya. Ayu mau ke ladang bapak sebentar." ucap Ayu.

"Iya ndhuk. Temennya yang ayu ini menunggu di sini saja." ucap mbah Sarti.

"Maaf ya gue jadi ngerepotin lo." ucap Kenar.

"Sudah gak apa-apa. Gue ke ladang sebentar kok, setelah itu gue jemput lo di sini. Kalau ada apa-apa telepon gue." pesen Ayu.

Kenar mengangguk.

"Darimana to ndhuk?" tanya mbah Sarti pada Kenar.

"Dari Jakarta mbah." jawab Kenar.

"Oh jauh toh, disana ramai sekali ya. Katanya di Jakarta itu kota Modern." ucap mbah Sarti.

"Iya. Mbah, siapa yang suka main alat musik itu?" tunjuk Kenar pada sebuah alat musik tradisional yang ada dekat pintu.

"Oh itu, itu salah satu milik desa. Mbah sudah membersihkannya."

"Namanya Saron kan?"

"Iya ndhuk. Kamu bisa memainkannya?"

"Gak bisa mbah. Saya cuma bisa menari, sedikit." ucap Kenar sambil tersenyum tipis.

"Oalah, bagus itu ndhuk. Kamu bisa menari apa?"

"Tarian modern mbah, beberapa tradisional juga."

"Kalau begitu besok sore mampir ke aula desa ya. Kebetulan mbah mengajar disana."

"Jadi, mbah guru tari?" tanya Kenar semangat.

Mbah Sarti tersenyum. "Mbah cuma bisa mengajar tari tradisional." ucapnya merendah.

"Mbah merendah. Kenar akan meminta Ayu menemani saya kesana." ucap Kenar.

"Tunggu sebentar, mbah buatin teh hangat ya."

"Jangan repot-repot mbah." tolak Kenar.

"Ndhak apa-apa." ucap mbah Sarti yang sudah masuk ke dalam rumah.

Kenar bangun dari duduknya. Ia mendekati Saron yang terlihat sangat bersih dan cantik itu. Saron yang begitu indah.

Kenar berjongkok, meraba seluruh permukaan Saron dengan lembut

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Kenar berjongkok, meraba seluruh permukaan Saron dengan lembut. Kenar tidak mengerti, ada perasaan hangat yang mengalir di hatinya ketika menyentuh Saron itu. Perasaan hangat yang tiba-tiba membuatnya bersedih, menyebabkan air bening itu menetes perlahan di wajah mulusnya.

***

Maafkan typo guys...
Luph u phul 😘

NARIK SUKMO (TERSEDIA DI GRAMEDIA)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt