"Eomma!" Pekikan Woojin membuat Seongwoo kaget dan panik seketika. Setelah ia mematikan oven ia bergegas menemui anaknya di ruang tamu dan betapa kagetnya ia melihat ada orang asing berdiri di dekat anaknya yang kini sudah tak sadarkan diri.

"K-kau siapa?" Tanya Seongwoo ketakutan. Pasalnya namja ini memegang pisau di tangan kanannya. Namja itu memakai topeng kelinci yang menutupi seluruh wajahnya.

Pertanyaan Swongwoo hanya di balas dengan kekehan mengerikan dari namja asing itu. Namja asing tersebut berjalan mendekati Seongwoo. Karena panik Seongwoo pun melangkah mundur menjauhi namja tersebut.

"Jangan mendekat!" Teriak Seongwoo.

"Kanapa?" Tanya namja itu dengan nada dingin. Namja itu terus melangkah mendekati Seongwoo. Jarak di antara mereka hanya tinggal 20 cm, namun Seongwoo tak dapat mundur lagi. Karena dibelakang Seongwoo ada dinding. Seongwoo sangat panik sekarang.

"A-apa yang kau lakukan pada anakku?" Tanya Seongwoo dengan suara yang bergetar.

"Tenanglah, anakmu hanya pingsan. Aku hanya memberinya obat bius." Ujar si namja misterius. "Jangan cemaskan anakmu. Cemas lah pada dirimu sendiri. Aku bisa saja membunuhmu sekarang juga." Ujar si namja asing sambil menodongkan pisau ke pipi Seongwoo. Tangan kiri namja asing itu mencengkram bahu Seongwoo.

"K-kau siapa? Apa yang kau mau?" Tanya Seongwoo masih dengan suara yang bergetar.

"Yang ku inginkan adalah..." Ujar namja itu. Namja itu sepertinya memang sengaja tidak meneruskan perkataannya. Tak lama terdengar tawa yang mengerikan menggema di rumah tersebut.

"A-apa yang kau inginkan?"

"Aku ingin Black Pearl ku kembali." Ujar namja itu dengan nada dinginnya. Namja itu membuang pisaunya dan mengeluarkan sebuah suntikan dari dari saku mantel hitamnya. Ia menyuntikkannya ke Seongwoo dan seketika pandangan Seongwoo mulai mengabur. Dan tak lama gelap menyelimutinya.

Namja asing itu tertawa terbahak-bahak melihat ibu dan anak itu pingsan di depan.

"Aku tak akan berhenti sebelum keinginanku tercapai." Ujar namja itu dengan dinginnya. Kemudian ia pergi meninggalkan rumah itu. "Let's play the game. Who is the winner? I or You?" Ujar namja itu entah kepada siapa.

******

Sekarang Baejin sedang menemani Daehwi minum teh hangat. Namun entah kenapa perasaannya benar-benar tak enak. Ia jadi khawatir pada Hyungnya.
"Bae, kamu kenapa kelihatan cemas?" Tanya Daehwi pelan.
"Entah lah sayang. Tiba-tiba aku jadi khawatir pada kakakku. Aku meninggalkannya dan anaknya tadi di rumah itu. Aku benar-benar cemas." Ujar Baejin kentera sekali ia sedang cemas.

"Kenapa tidak kau telepon saja Hyungmu itu." Ujar Daehwi memberi saran.

"Kau benar. Kenapa itu tak terpikir olehku sedari tadi ya." Ujar Baejin seraya mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya. Ia mencoba menghubungi Hyungnya, namun hanya suara operator lah yang menjawabnya. Ia juga menelepon telepon rumah Hyungnya namun juga tak di angkat. Ia benar-benar panik sekarang.

"Bagaimana, Bae?" Tanya Daehwi.

"Tidak di angkat. Aku harus ke rumah Hyung sekarang. Kamu ikut ya. Aku nggak mungkin biarin kamu sendirian. Aku nggak mau kamu kenapa-napa." Ujar Baejin. Dan Daehwi hanya mengangguk sebagai balasannya. Daehwi pun bergegas untuk mengganti baju dan mengambil mantelnya.

*****

Sesampainya di rumah ia membuka pintu rumah dengan kunci cadangan yang selalu ia bawa, sebenarnya ini bukan kemauannya namun hyungnya lah yang meminta ia selalu membawa kunci cadangan. Agar saat hyungnya tak ada di rumah Baejin dapat masuk ke rumah tanpa harus menunggu hyungnya kembali ke rumah.

De Verborgen WaarheidWhere stories live. Discover now