Two; Decision

1.7K 309 130
                                    

Langkah tegas sosok tinggi itu membawa nya memasuki kastil megah itu, di ikuti aura suram yang membuat orang-orang yang ingin berpapasan dengannya harus mengurungkan niat mereka dan memilih menyingkir dan membungkuk sopan pada calon pemimpin mereka di masa depan itu.

Melewati pilar pilar tinggi dengan ukiran rumit yang memperindah tampilan pilar tersebut, sosok tinggi itu mempercepat langkahnya.

Mata setajam elang itu menatap lurus ke arah depan, tatapannya terlihat kalut dan bingung namun raut wajahnya tetap datar seperti biasa, begitu mudah mengontrol ekspresi wajahnya.

Kreaat

Pintu kayu hitam itu terbuka sedikit kasar, sosok lelaki itu melangkah masuk kedalam ruangan yang dia tuju dengan mantap, metapa sosok lain yang berada di dalam ruangan yang sedang memunggunginya.

"Aku menemukannya Ayah." terdengar kekalutan di dalam nada bicaranya, sosok yang di panggil ayah tadi pun membalik tubuhnya, menatap Putra semata wayangnya.

"Lalu?"

Sedangkan yang di tatap hanya menunduk, tangannya terkepal menahan emosi. "Aku tidak bisa."

Alis lawan bicaranya mengerut, "tidak bisa?"

"Aku hanya menatap matanya, dan di sini.." lelaki bersurai coklat keemasan itu mengangkat tangan kanannya, menekan tepat di dada kirinya, merasakan bagaimana organ penopang hidupnya berpacu di sana, bahkan hanya mengingat bagaimana mata berhiaskan manik shappire itu. "Rasanya aku tidak bisa menjelaskannya, aku tidak bisa membunuhnya bagaimana ini?"

Helaan napas berat keluar dari sosok sang Ayah, masih menatap putranya yang tidak mengubah posisi menunduknya.

"Maka terimalah Nak." sebuah suara lain muncul dari arah pintu masuk.

Lelaki tampan itu mengangkat kepalanya yang sejak tadi merunduk lalu menoleh ke arah sumber suara yang sedang berjalan mendekatinya.

Sosok lelaki itu berjalan begitu anggun, dengan jubah berbulu yang terlihat begitu mewah di padukan dengan sulaman kain sutra berwarna coklat membuat sosoknya semakin Indah, jangan lupakan manik kembar berwarna biru muda itu begitu cantik, pertanda posisinya yang adalah seorang Luna di Pack ini.

"Tapi ibu, dialah penyebab kematianku nanti, aku satu-satunya penerus Ayah jika ibu lupa." terdengar nada sedikit kesal di dalamnya, lelaki itu menatap sosok ibunya dan di hadiahi sebuah senyuman menenangkan.

"Lalu kau akan apa Jinyoungie? Bahkan kau lemah hanya menatap matanya."

Jinyoung, lelaki bersurai coklat keemasan dengan manik kembar senada dengan langit malam itu terdiam, kembali menunduk menghindari tatapan mata sang ibu yang menatapnya begitu lembut.

"Bantulah aku ibu." suara Jinyoung terdengar memohon penuh putus asa, kentara sekali dia sedang kalut saat ini, bagaimana tidak kalut jika kematianmu sudah jelas di depan mata? Bahkan Jinyoung yang notabennya adalah calon Alpha terkuat pun ketakutan karenanya.

Usapan lembut Jinyoung dapatkan pada pipinya, membuatnya merasa sedikit tenang meski hanya sedikit.

"Ibu tidak pernah menyarankanmu untuk membunuhnya sayang tidak, kau sudah terlalu banyak membunuh kau tau itu." suara lembut sang Ibu kembali mengalun, Jinyoung kembali menundukan kepalanya.

"Aku hanya ketakutan." lirih Jinyoung, sang Ibu tersenyum maklum dia paham betul ketakutan putranya itu.

"Jika kau memang tidak bisa membunuhnya, kenapa tidak mencoba menjaganya? Dia seorang Luna benar?"

Jinyoung mengangguk, tidak heran dari mana ibunya tau status Mate-nya, karena kemampuan langka yang ibunya punya sebagai seorang Luna di packnya membuatnya dengan mudah membaca isi hati anaknya, "Dia Luna Ibu, matanya sangat Indah sama seperti mata Ibu, tapi jauh lebih indah."

LUNA; The Beautiful Moon [DeepWink]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang