"Luke? Udah pulang? Kok tumben sore."

Gue menoleh, mendapati bapak yang sepertinya habis pulang kerja.

"Wah, rame nih. Pada mau nginep, ya?" Tanya bapak, yang diiyakan serempak oleh semuanya. Kalo ada penghargaan buat temen paling kurangajar, gue nominasiin mereka semua, terus gue bayar orang orang buat dukung mereka biar jadi pemenang utama. "Pasti Luke gagal nangkep ikan lagi, deh?"

"Iya, om!" Angguk odeng semangat. Yang gini gini, nih. "Mana isi botolnya cebong semua."

"Sekalinya nangkep ikan dapetnya lele kuning, om." Timpal calum. Bah, untung kemaren gue abis nonton ufc, jadi paham teknik piting kepala orang. Siap siap lu cal, sampe ngomong gitu lagi.

"Yah, terima aja, luke. Nasib kamu." Ujar bapak, menaruh tas kerjanya sembarangan di meja nakas. Kue bolu gue kegencet, oy! "Pada mau makan apa, nih? Om pesenin."

Kebusunglaparan dimulai.

"Lobster, om!"

"Pizza om!"

"Ngga usah mahal mahal om, steak aja!"

Nenek lu kiper, deng.

Bapak tertawa. Dalem hati pasti menyesal membesarkan gue di tempat yang penuh orang gila.
"Yaudah, semuanya aja. Tapi diabisin, ya?"

"Siaaap!"

Ngga usah dibilangin juga dengan senang hati mereka, pak.

"Kemaren, ibu telfon gue." Curhat gue, saat kami udah ngumpul semua di kamar.

Sepersekian detik setelah gue bicara demikian, mukanya berubah semua. Mampus.

"Terus?" Tanya odeng. "Dia bilang apa? Lu ngga disuruh pindah ke australi, kan?"

"Lu jangan jangan pas kesini disatuin di kandang monyet luke, biar ngga ketauan?" Tanya cal, makin kurangajar. "Kan biar nyaru, hehe."

"Eh, tapi serius, lu ngga disuruh balik kesana, kan?" Sekarang, mali ikut panik.

Biar gue kasih tau; ibu dan bapak udah pisah. Gue lebih deket sama ibu dibanding bapak, tapi ngga tau kenapa, sekarang malah sama bapak. Karena bapak orang sini, akhirnya gue sama Ash dibawa kesini. Sedih sih pisah sama ibu, tapi lebih sedih lagi karena disekitar gue banyak orang gila, kayak sekarang contohnya.

Ngga sih, ngga sedih sebenernya. Merana.

Ngga woy bercanda.

Jadi sekarang tiap kali gue bilang kalo ibu nelfon, mereka kira gue mau pindah ke australi. Ya gue mau pindah, tapi ngga mau sendiri, harus sama mereka.

"Cuma nanya kabar aja sih." Jawab gue, disusul helaan nafas lega dari semuanya. Berasa ada di paguyuban senam pernapasan.

"Terus, gimana? Tante liz mau main kesini?" Tanya mali, yang jawabannya masih sama: ngga.

Ibu ngga mau ketemu bapak. Bapak juga, sama. Gitu deh. Ngga ngerti, sih.

"Tapi kata ibu, kalo kita mau ke australi, ibu mau ngajak kita jalan jalan." Senyum gue, teringat percakapan semalam. "Kita bisa makan yang enak enak juga disana, katanya. Terus nanti ibu juga bakal ngajak kita liat biri biri di new zealand. Ngga pernah kesitu kan lu semua?"

Semuanya menggeleng.

"Sama dong, gua juga." Cengir gue. "Pokoknya nanti kalo kita kesana kita bisa jalan jalan."

"Yuk, pulang sekolah besok ke australi!" Ajak odeng semangat. "Gua mau liat duri duri!"

"Biri biri, deng. Duri duri noh, belakang rumah gua." Tuding gue, pada pohon durian yang baru berbuah. "Lagian mahal ke australi. Apalagi kita rame rame. Nanti aja, kalo udah gede, udah punya uang sendiri."

"Kelamaan, tau." Keluh mali.

"Ya ngga bisa kak, orang besok sama lusa sekolah. Kan kalo kita ke australi pulangnya pasti lama." Tukas cal, yang tumben pinter. Ngga usah makan kali ya dia? Pinteran pas laper. Ntar kenyang pelor, ditanya apa aja jawabnya ngorok.

"Lu kan orang new zealand, cal. Masa ngga pernah liat biri biri?" Tanya gue, yang baru kepikiran.

"Kan kita ngga tinggal disana, mbak." Geleng mali.

Lah gimana.

"Lukey!" Panggil bapak dari bawah. "Ayo pada turun! Makan dulu!"

"Eh udah, ntar lagi ngobrolnya." Gue turun dari kasur. "Yang ke meja makan terakhir besok ngga boleh nyebur kali, harus jaga barang!"

Serempak, kami semua turun tangga. Kalo gue berisik sendiri ngga sama mereka, bapak pasti marah. Tapi untung, sekarang rame rame.

Ah, jadi pengen cepet gede, biar bisa cari uang, terus ketemu ibu deh bareng temen temen.

-

[Ashton]

"Ash?"

Aku menoleh dari jendela, berhenti melihat hujan.

Bapak udah pulang?

"Iya?" Sahutku, membukakan pintu. "Asik, bapak pulangnya cepet!"

"Iya, sayang." Angguk bapak, kali ini menggendongku menuju tempat tidur. "How are you, baby? I bet my little monster is doing good today!"

"I am." Anggukku, sambil kali ini memberikan gambar buatanku. "Tadi ashy gambar ini."

Bapak menerima gambarku, menatapnya sesaat, sebelum akhirnya beralih padaku lagi.
"Kereeen! You're gonna be a good painter, ashy. Ini siapa? Bapak?"

Aku mengangguk.
"Ini-"

"Yah, jatoh kan! Makan ager dah gua! Lu sih, cal!"

Oh, ya... Itu pasti teman teman Luke...

"Hey," bapak menepuk pundakku, tersenyum menatapku. "You know? His friends are your friends too. You can play with them anytime you want. Kamu juga belum makan, kan? Sana, gabung. Makan bareng sama mereka."

Menghela nafas, kali ini aku bersandar pada bapak.
Tiba tiba malah lemes...

"Ashy?"

"Hm?" Aku menoleh, mendapati bapak yang rupanya masih menunggu jawabanku.

"You good?" Tanyanya, membelai rambutku.

Aku mengangguk.
"Mm hm."

"Ash mau disini aja." Ujarku, kali ini gantian menatap bapak. "Bapak juga disini ya?"

"Okay." Angguk bapak. "Kita main sendiri aja, ya?"

"Iya." Senyumku. "Tapi mainnya sebentar lagi, ya?"

"Siap." Bapak mengacungkan ibu jarinya. "Masih lemes, ya?"

Aku mengangguk.

"Then we will wait until its over." Ujar bapak, mengacak rambutku, sekali lagi. "Istirahat dulu. Bapak mau bersih bersih."

Lagi, aku mengangguk, membiarkan bapak keluar kamarku.

"Besok ke rumah pohon yuk, nanti gue bawa laptop saudara gue, kita nonton the day after tomorrow!"

"Itu kan filmnya ngeri, deng. Emang lu berani?"

"Enggak, lah."

"Cupu."

"Ya makanya gue mau nontonnya sama kalian! Pada mau, ya? Ya ya ya?"

"Iyaaa!! Bawel."

"Apaan sih luke, orang ngga nanya lu!"

"Yaudah, ngga usah ada yang jawab!"

"Ngeselin, deh!"

Aku menatap langit kamar, membayangkan kalau aku sekarang ada di posisi luke.

Pasti enak, punya banyak teman.

Bisa bercanda, bisa jalan jalan, bisa... Ah, pokoknya bisa ngelakuin semuanya.

Jangan iri, Ash. Nanti kalo udah gede, kamu juga bisa begitu. Kamu nanti juga pasti udah sembuh.

Aku mengangguk, kembali meyakinkan diri sendiri.
Iya, pasti nanti waktu aku besar, aku udah sembuh.

Sore • LashtonWhere stories live. Discover now