.

7 1 0
                                    


Beberapa hari lalu aku nonton film Dunkirk di salah satu bioskop. Tau info tentang film ini dari trailer di youtube. Sebenarnya aku ga begitu suka film tentang peperangan, karena berdarah-darah dan selalu gagal bikin aku keluar gedung tanpa jejak sembab di mata. Tapi penasaranku tetap muncul. Aku mulai search hasil review film sama nyempetin baca beberapa artikel sejarah biar ga cengo pas nonton. Abis baca artikel perang Dunkirk, sempet kepikiran kalo bakal ngebosenin karena ga ada konflik mencolok seperti tembak-tembakan dengan durasi lama karena Dunkirk bercerita tentang evakuasi perang Dunkirk, tapi mengingat reputasi Om Nolan yang total kalo lagi garap film sama om Zimmer yang garap musik, penasaranku terbit tak kunjung surut. Bukan Cuma tentang isian filmnya tapi juga penasaran tentang musiknya. Film ini juga termasuk film yang terhitung pendek yang pernah digarap sama Om Nolan, tapi menurut aku tetep panjang karena sekitar 1 jam 45 menitan. Aku ga akan bercerita tentang unsur-unsur ekstrinsik tentang film ini, karena pasti udah banyak resensi yang ada dan mungkin kalian udah baca. Aku sekedar pengen cerita tentang kesan yang aku dapet setelah nonton film ini. Aku pengen cerita apa yang aku rasain ketika nonton film ini, secara pribadi.

Film ini bercerita tentang proses evakuasi tentara sekutu Inggris yang berperang dengan Jerman pada Perang Dunia II di Dunkirk. Sekitar 350 ribu tentara dipukul mundur oleh musuh hingga tempat yang tersisa adalah Dunkirk. Misi dari film ini adalah membawa tentara untuk kembali pulang, namun kembali pulang bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.

Pas filmnya dimulai, aku melupakan segala propaganda atau sejenisnya yang melekat pada film bergenre sejarah seperti Dunkirk ini. Aku hanya menonton apa yang disajikan di depan mataku. Itu saja. itulah titik awal dimana aku harus berkali-kali "membangunkan" diriku. Menyadarkan diri bahwa yang kulihat adalah film, mereka berperan. Jika tertembak, maka mereka tak mati dengan sebenarnya. Karena penggarapan film ini luar biasa. Beberapa kali air mata mulai berkejaran di pelupuk mata minta dibebaskan, beberapa kali jantung ku berpacu seiring musik yang memompa adrenalin, mengantarkan para tokoh pada gerbang kematian atau menemani dalam perjuangan. Ini semua, terasa nyata.

Tak banyak dialog pada film ini, tapi dengan melihat tiap scenes nya, kamu akan tahu betapa perang adalah hal terburuk yang pernah ada. Berdampak pada perubahan di tiap titik kehidupan. Hingga mungkin kamu akan berpikir, mana bisa perang menjadi gerbang menuju kedamaian karena perang membawa kerusakan baik fisik hingga mental. Mengubah sosok yang tadinya menjadi anak polos kebanggaan orang tua atau ayah yang hangat diantara keluarganya, menjadi pribadi yang kosong, penuh trauma, dan hilang asa meski di lain sisi tetap ada sosok yang berjuang hingga akhir tak takut mati, atau takut mati hingga terus berjuang agar mungkin saja pada 5 menit kedepan ia tetap hidup. Terlepas siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam pertempuran, siapa yang memulai dan siapa yang paling tangguh. Tetap saja para tentara meninggalkan keluarga untuk terbunuh atau sakit atas nama patriotisme dan bakti kepada negara.

Om Nolan, dengan cara yang luar biasa menuntunku menuju lingkup personal tiap tokohnya. Bukan dengan pendekatan yang membuatku kagum tentang heroisme dan patriotisme, tapi lebih kepada para tokoh yang menjadi pahlawan untuk diri mereka sendiri. Ini tentang perjuangan dalam diri. Karena tiap hal yang dilakukan berpengaruh pada masa depan. Meski dengusan nafas sekalipun. Tiap detik merupakan gerbang kematian, dan diri mereka sendiri yang memutuskan akan melangkah menuju mati atau tetap hidup. Terus berusaha melawan keterbatasan atau menyerah. Hidup dengan egois atau mati dengan kemurahan hati. Selamat seorang diri atau mengorbankan keselamatan saat ini demi kehidupan manusia lain.

Proses evakuasi yang dibagi menjadi tiga yaitu udara, laut, dan darat yang saling lepas pada awalnya dan menjadi satu pada akhirnya. Namun tetap saja, saling lepas membawa penonton menuju "geregetan" yang menguras emosi ditambah dengan musik yang seperti magic bersinergi dengan pas dalam porsinya masing-masing menjadi kesatuan yang luar biasa. Siapa yang tidak ingin ending bahagia untuk setiap tokohnya? Setiap detik scenes membuatku berdoa secara impulsif semoga Tuhan bersama para tentara itu. Aku mulai lupa bahwa mereka hanya berperan. Sutradara telah mengatur dan mendesain plot.

Hingga pada akhirnya, ketika kau telah berusaha sekuat hati dan ragamu baik saat sehat dan sakitmu, dalam keadaan jatuh yang berkali-kali hingga harus bangkit berkali-berkali, dan dalam keadaan yang membuatmu stuck up. Tuhan menjembatani jalan yang ingin kau raih, meski kau tak tahu siapa yang Tuhan akan utus untuk menolongmu.

Pada ending cerita ini , ada sisipan scene yang menurutku bersifat humor, namun tak sampai hati aku tertawa atasnya. Terlalu pedih untuk sekedar tersenyum mengingat apa saja yang telah dilewati tentara untuk mencapai ending. Karena beberapa hal, aku mulai ragu bahwa film ini adalah film perang yang eksplisit, karena penuh makna dalam setiap scene yang ditampilkan. Membuatku ragu apakah film ini termasuk pada kategori happy ending atau tidak. Membuatmu banyak berpikir dan berimaji dalam ruang pikirmu sendiri.

Post-DunkirkOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz