"Arinda, kamu nangis gara-gara Kakak.Maaf, ya."

Arinda menggelengkan sambil tetap menunduk.Ia tidak mau Elang melihat matanya yang sudah bengkak karena menangis dari tadi.

"Kakak nggak salah. Aku yang salah karena udah jatuh cinta sama Kakak."

"Jangan menyalahkan diri sendiri, Arinda.Kamu benar, kita nggak bisa milih orang yang akan kita cinta."

Terdengar suara isak tertahan.Arinda menangis lagi.Ia benar-benar benci pada air matanya yang malah semakin menderas saat berdekatan dengan Elang seperti ini.

Elang mengambil sapu tangan yang terlipat rapi dari saku celana lalu ia usapkan ke wajah Arinda yang basah karena air mata. Sungguh, ia tidak tega melihat Arinda begini.

Elang tak tahu harus berbuat apa untuk meredakan tangis Arinda. Dulu Arindaakan berhenti menangis jika diberi es krim. Apakah itu masih berlaku?Sepertinya tidak karena Arinda bukan anak kecil lagi.

"Sssttt, Arinda, please jangan nangis. Kakak nggak bisa lihat kamu kayak gini. Kakak harus gimana biar kamu nggak nangis lagi?"

Kakak harus terima cinta aku dan jadi pacar sungguhan aku, jawab Arinda dalam hati.

"Kakak harus pergi, jangan dekat-dekat aku.Karena kalo Kakak ada di dekatku terus, aku nggak bakal berhenti nangis, Kak."

Hati Elang terasa ngilu mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut Arinda. Sekarang keadaannya sama sekali berbeda dengan waktu dulu. Dulu justru ia yang selalu bisa meredakan tangis Arinda, tapi sekarang malah jadi penyebab tangis gadis itu.

"Enggak. Kakak nggak akan pergi ke mana-mana. Kakak akan temani kamu sampai kamu berhenti nangis."

"Aku bilang pergi, Kak!Apa Kakak nggak dengar?"

Arinda terpaksa meninggikan nada suara dan tentu saja itu membuat Elang terkesima.Sebelumnya Arinda tidak pernah berbicara lantang dan cenderung membentak seperti itu padanya.

Sebenarnya Arinda ingin selalu berada di dekat lelaki yang dicintainya tapi apalah daya air matanya terus mengalir seperti tak bisa dibendung.

Arinda membalikkan badan lalu berlari menaiki anak tangga. Tak baik baginya jika terus menerus berada di dekat Elang walaupun ia memang menginginkannya. Hatinya bakal semakin sakit dan matanya akan selalu mengeluarkan air. Lebih baik ia masuk ke dalam rumah dan mengurung diri di dalam kamar.Ia butuh waktu untuk menyendiri.

Elang tak hanya diam. Ia kembali mengejar Arinda dan meraih pergelangan tangannya. Setelah sekali lagi berhasil menghentikan langkah Arinda yang baru saja menaiki tiga anak tangga, ia lalu tanpa pikir panjang menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Ia berharap dengan cara ini Arinda bisa lebih tenang dan tangisnya bisa berhenti.

Tentu saja Arinda terkejut dengan perlakuan Elang yang memeluknya secara tiba-tiba. Awalnya Arinda hanya menggantungkan kedua tangan di sisi tubuh tapi lama-kelamaan ia memberanikan diri untuk membalas pelukan Elang dan menenggelamkan kepalanya di dada lelaki yang dicintainya itu. Ia merasa nyaman dan ingin selamanya berada di sana walau jantungnya kini berdetak dengan sangat cepat.

Hampir lebih dari satu menit Elang dan Arinda berpelukan.Mereka sama-sama diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.Sementara itu sudah tak terdengar lagi suara isak tangis Arinda. Sepertinya cara Elang untuk menenangkan dan meredakan tangis gadis itu cukup berhasil.

"Arinda, kamu udah baikan?" tanya Elang yang dijawab dengan anggukan dari Arinda.

"Syukurlah kalo begitu. Kakak sedih ngelihat kamu nangis terus kayak tadi."

Elang berhenti mengusap-usap punggung Arinda lalu mencoba melepaskan pelukan tapi Arinda malah tidak mau dilepas. "Jangan, Kak. Aku suka ada di sini," katanya sambil mempererat pelukannya.

TERJERAT PESONA KAKAKWhere stories live. Discover now